Kasus Hubungan Asmara Guru dan Murid di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Gorontalo
Kasus yang melibatkan hubungan asmara antara guru dan siswi di lingkungan pendidikan, khususnya di lembaga agama seperti MAN, merupakan permasalahan serius yang membutuhkan perhatian khusus. Tindakan ini tidak hanya melanggar kode etik profesi guru, tetapi juga merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan dapat berdampak buruk bagi psikologis siswi.
Terungkapnya seorang guru yang diduga melakukan perbuatan asusila terhadap siswi kelas XII di  Madrasah Aliya Negeri (MAN) di Gorontalo baru-baru ini mengejutkan banyak pihak. Sebuah video mengenai tindakan tersebut menjadi viral di media sosial pada bulan September 2024, memicu gelombang kecaman dan kekhawatiran. Pihak berwenang menetapkan guru tersebut sebagai tersangka, tetapi korban dipindahkan ke sekolah lain untuk melindungi kesehatan mental dan emosionalnya.
Guru DV (57) ditetapkan sebagai tersangka setelah laporan video mesumnya bersama seorang murid viral di media sosial. Video memperlihatkan DV berhubungan intim dengan siswi kelas 12 MAN 1 Kabupaten Gorontalo. Dari pemeriksaan terhadap korban dan sejumlah saksi, keduanya punya hubungan asmara. DV melancarkan perbuatan jahatnya sejak Januari 2024.
"Modusnya tersangka sering kali memberikan bantuan dan perhatian lebih kepada korban, dalam hal ini kegiatan pembelajaran korban di sekolah hingga membuat korban pun merasa nyaman. Motif tersangka tersebut adalah menjalin hubungan asmara dengan korban," ungkap Kapolres Gorontalo AKBP Deddy Herman saat memberikan keterangan pers, Rabu (25/9).
Hubungan yang kerap digambarkan sebagai hubungan yang romantis ini sebenarnya merupakan bentuk child grooming, di mana orang dewasa yang memiliki wewenang menggunakan pengaruhnya untuk mengelabui anak.
Apa itu Child Grooming?
Child grooming atau dalam bahasa Indonesia sering disebut pendekatan seksual terhadap anak. Child grooming adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pelaku dewasa untuk mendapatkan kepercayaan seorang anak, dengan tujuan akhir melakukan pelecehan seksual. Pelaku akan membangun hubungan emosional dengan anak, memberikan hadiah, perhatian khusus, hingga ancaman, agar anak merasa nyaman dan mau melakukan apa yang diinginkan pelaku.
Proses child grooming umumnya melalui beberapa tahap:
Memilih Target: Pelaku biasanya memilih anak yang rentan, seperti anak yang merasa kesepian, kurang perhatian, atau memiliki masalah keluarga.
Membangun Kepercayaan: Pelaku akan berusaha mendapatkan kepercayaan anak dengan berbagai cara, seperti memberikan pujian, perhatian khusus, hadiah, atau bahkan menjadi sosok yang selalu ada untuk anak.
Mengisolasi Anak: Pelaku akan berusaha mengisolasi anak dari lingkungan sosialnya, agar anak hanya bergantung padanya.
Memulai Kontak Fisik: Setelah kepercayaan terjalin, pelaku akan mulai melakukan kontak fisik yang semakin intens, seperti meraba-raba atau memeluk.
Melakukan Pelecehan Seksual: Pada tahap akhir, pelaku akan melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap anak.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kasus:
Kekuasaan: Perbedaan status dan kekuasaan antara guru dan murid membuat murid rentan terhadap manipulasi.
Kepercayaan: Murid seringkali mempercayai guru sebagai sosok yang bijak dan dapat diandalkan.
Tekanan Sosial: Tekanan sosial, baik dari teman sebaya maupun lingkungan sekitar, dapat mempengaruhi perilaku remaja.
Kurangnya Pengawasan: Kurangnya pengawasan yang efektif di lingkungan sekolah dapat menciptakan peluang bagi terjadinya tindakan yang tidak diinginkan.