Mohon tunggu...
Andi Chairil Furqan
Andi Chairil Furqan Mohon Tunggu... Dosen - Menelusuri Fatamorgana

Mengatasi Masalah Dengan Masalah Baru

Selanjutnya

Tutup

Money

Menantang Perusahaan Asuransi Untuk Membumikan Asuransi Pada Masyarakat Miskin

25 Februari 2012   13:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   09:28 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, khususnya kalangan masyarakat miskin, permasalahan asuransi bukanlah sesuatu yang menarik untuk dibahas ataupun diprioritaskan dalam keseharian mereka, keikutsertaan dalam asuransi masih merupakan suatu keterpaksaan atau kebetulan, sehingga biaya untuk berasuransi pun cenderung untuk dihindari. Lantas, apakah mereka hanya dapat mangharapkan asuransi dari program pemerintah yang serba terbatas saja? Seberapa besar peluang untuk membumikan asuransi, pada kalangan masyarakat miskin? dan seberapa besar keberanian perusahaan asuransi untuk membumikan asuransi pada kalangan masyarakat miskin?

Kemiskinan merupakan masalah umum yang dihadapi oleh Negara berkembang dalam pembangunannya. Hal ini ditandai dengan masih besarnya angka pengangguran yang kemudian mengakibatkan ketidakberdayaan dan timbulnya ketimpangan sosial. Masyarakat miskin umumnya memiliki beberapa karakteristik, yaitu rendah dalam pendapatan, lemah dalam kemampuan berusaha dan akses untuk yang terbatas dalam menjalankan kegiatan ekonomi, sehingga masyarakat miskin identik dengan keterbelakangan, bukan hanya terbelakang dalam hal pendapatan, tetapi juga pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan.

Secara umum, berdasarkan penyebabnya kemiskinan dapat dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu: kemiskinan natural, kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan karena kemiskinan turun temurun. Kelompok masyarakat miskin ini lebih diakibatkan karena tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk meningkatkan taraf hidup mereka, baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya, seperti modal usaha ataupun aset (harta benda), sehingga kemiskinan merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari dari generasi ke generasi. Kemiskinan kultural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup, dan budayanya, atau dapat dikatakan bahwa kemiskinan kultural lebih disebabkan karena rendahnya etos kerja dan kemampuan berusaha untuk memperbaiki taraf hidupnya di masa yang akan datang. Sedangkan Kemiskinan struktural berkaitan dengan kemiskinan yang disebabkan oleh kepemilikan sumber daya yang tidak merata dan ketidaksamaan kesempatan dalam berusaha ataupun memperoleh pendapatan, serta ketidakberdayaan dalam pembangunan. Atau dalam kata lain, kemisikinan struktural dapat diakibatkan karena tidak meratanya pembangunan dan investasi yang dijalankan oleh pemerintah, termasuk terbatasnya akses transportasi dan komunikasi di suatu daerah terpencil atapun akibat dari kualitas dari penyelenggaraan pendidikan yang belum memadai serta lapangan pekerjaan yang masih terbatas.

Sebagai upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai program, mulai dari Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang salah satunya dalam bentuk Program Pemberdayaan Daerah Dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE), serta Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang telah dimulai pada tahun 2007 yang berupa Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat di perkotaan; dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untuk pengembangan daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik, serta Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) sebagai perluasan PNPM Mandiri untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya.

Program-program ini diselenggarakan dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGs) yang telah dicanangkan sejak September 2000 silam, yaitu terdiri dari: (1) Teratasinya masalah kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim; (2) Tercapainya tingkat pendidikan dasar umum; (3) Meningkatnya peran gender dan kemampuan wanita; (4) Berkurangnya tingkat kematian anak-anak; (5) Meningkatnya kesehatan ibu; (6) Terkendalinya HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya; (7) Tercapainya sustainabilitas lingkungan; dan (8) berkembangnya kemitraan global untuk pembangunan (UNDP, 2006), yang mana ditargetkan dapat tercapai pada tahun 2015 nanti.

Masih berkaitan dengan program pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat miskin dan erat kaitannya dengan asuransi, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan maupun Kementerian Sosial juga telah memiliki program-program asuransi untuk masyarakat miskin, sebut saja Asuransi Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (ASKESKIN), Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) dan Asuransi Kesejahteraan Sosial (ASKESOS), yang mana khususnya ASKESOS, merupakan sistem perlindungan sosial untuk memberikan perlindungan sosial atau jaminan pertanggungan dalam bentuk pelayanan kesejahteraan sosial dan pengganti pendapatan keluarga bagi warga masyarakat pekerja mandiri pada sektor informal terhadap resiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial akibat pencari nafkah utama dalam keluarga yang menderita sakit, kecelakaan atau meninggal dunia, sehingga berada dalam kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anggota keluarga. Malahan, walaupun tidak dikhususkan untuk masyarakat miskin, program asuransi terbaru yang akan dikembangkan oleh Pemerintah saat ini seiring dengan terjadinya bencana Gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala richter dan disusul tsunami pada 11 Maret 2011 silam yang menghancurkan ribuan bangunan dan melumpuhkan pembangkit listrik tenaga nuklir serta menyebabkan kebocoran radiasi di Jepang adalah asuransi bencana dalam bentuk investasi yang berupa obligasi bencana alam (catasthropic bonds).

Semua program-program pemerintah tersebut merupakan wujud dari perhatian pemerintah pusat terhadap kalangan masyarakat miskin ataupun mereka yang mengalami masalah sosial, walaupun masih banyak terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam implementasinya, setidaknya dengan program-program tersebut para penyandang masalah kesejahteraan sosial seperti masyarakat yang mengalami kemiskinan, keterlantaran, cacat, ketunaan sosial, penyimpangan perilaku, keterasingan, korban bencana, kekumuhan, korban tindak kekerasan, dan kerentanan sosial serta masyarakat kecil lainnya yang selama ini kurang mendapatkan perhatian, kini memiliki harapan untuk mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan kesejahteraan dari Pemerintah pusat, walaupun masih sangat terbatas.

Namun pertanyaannya kemudian, apakah masyarakat miskin ini hanya dapat mengandalkan asuransi yang disediakan oleh pemerintah pusat saja? Apakah ada peluang bagi mereka untuk mengikuti program asuransi lainnya, khususnya yang diselenggarakan oleh pihak swasta? Jawabannya adalah walaupun mereka masyarakat miskin yang dari segi pendapatan serba terbatas, namun mereka juga sebenarnya berhak untuk mengikuti program asuransi lainnya, termasuk program asuransi yang ditawarkan oleh pihak swasta.Selain itu, dengan keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah pusat baik dari segi dana maupun dari segi akses, semestinya membuka peluang yang besar bagi lembaga informal ataupun pihak swasta, khususnya di daerah-daerah untuk ikut memberikan andil dalam menyediakan program asuransi yang bisa diterima dan lebih layak bagi kehidupan masyarakat miskin tersebut, sehingga mereka tidak hanya mengandalkan asuransi yang disediakan oleh pemerintah, namun dapat menjadikan program asuransi yang ditawarkan oleh pihak swasta tersebut sebagai alat untuk meningkatkan taraf hidup mereka di masa yang akan datang.

Bagi pihak swasta, memasarkan program asuransi pada masyarakat miskin, tentulah bukan hal yang mudah. Malahan telah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat miskin termasuk sektor yang selama ini dijauhi oleh pemasar-pemasar program asuransi. Cukup beralasan fenomena tersebut dapat terjadi, karena jangankan untuk mengikuti program asuransi, untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya saja, pendapatan mereka masih belum mencukupi, sehingga memasarkan asuransi untuk masyarakat miskin bagi pemasar program asuransi tersebut masih dianggap hanya merupakan suatu kegiatan yang lebih besar biayanya dibandingkan hasil yang didapatkan atau dalam kata lain hanya akan menimbulkan kerugian bagi dirinya dan perusahaannya. Selain itu, ketidaktertarikan pemasar asuransi selama ini juga didasarkan pada besarnya penolakan masyarakat miskin terhadap program asuransi yang ditawarkan, yang mana selain beralasan karena minimnya pendapatan, juga banyak dari mereka yang beranggapan bahwa berasuransi hanya merupakan kegiatan menghabiskan uang dan bukan sesuatu hal yang penting untuk dilakukan saat ini, sulitnya pengurusan klaim yang berujung pada ketidakpercayaan terhadap perusahaan asuransi serta masih adanya anggapan bahwa mengikuti asuransi sama saja dengan mengharapkan atau mendoakan terjadinya kecelakaan ataupun kematian bagi orang yang mengikuti program asuransi tersebut, sehingga berasuransi masih menjadi hal yang tabu dalam masyarakat tersebut.

Jika menelisir lebih jauh fenomena tersebut, untuk membumikan asuransi pada kalangan masyarakat miskin, tentunya bukan hanya masyarakat miskin tersebut yang harus dibenahi, namun dibalik itu, perusahaan asuransi juga harus ikut berbenah. Karena walaupun masyarakat miskin tersebut telah memiliki kesadaran dan kemampuan untuk berasuransi, jika tidak didukung dengan kesediaan dan kreatifitas perusahaan asuransi untuk menciptakan program asuransi yang layak dan sesuai dengan kemampuan mereka, peran asuransi untuk memberikan jaminan kehidupan yang layak dimasa yang akan datang bagi masyarakat miskin masih menjadi sesuatu hal yang mustahil untuk dicapai. Begitupula sebaliknya, walaupun perusahaan asuransi telah melakukan pembenahan baik dari segi produk maupun dari segi kelembagaan, jika tidak diikuti dengan perubahan mindset atas pentingnya asuransi pada masyarakat miskin tersebut maka harapan agar asuransi dapat memberikan andil dalam mengatasi masalah kesehatan dan kesejahteraan masyarakat miskin dimasa yang akan datang juga hanya akan menjadi harapan semata, sehingga untuk membumikan asuransi pada kalangan masyarakat miskin, baik masyarakat miskin maupun perusahaan asuransi tentunya harus bisa berbenah.
Namun, pertanyaannya, dimulai dari siapa? Apakah perusahaan asuransi telah siap untuk membumikan asuransi pada kalangan masyarakat miskin?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun