Mohon tunggu...
Andi Chairil Furqan
Andi Chairil Furqan Mohon Tunggu... Dosen - Menelusuri Fatamorgana

Mengatasi Masalah Dengan Masalah Baru

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ini Semua Gara-gara "Gedung"

29 Juni 2012   09:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:25 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menarik untuk disimak beberapa persoalan besar di negeri ini yang menyedot perhatian para "elite" dan "media".. Ternyata persoalannya hanya seputaran gedung..... gedung lagi... gedung lagi...

Setelah kasus kemiringan gedung DPR, pembangunan gedung DPR yang nilai dan fasilitasnya sangat fantastis, renovasi ruang banggar yang nilainya "tidak masuk akal",  renovasi toilet gedung DPR yang katanya "mendesak", kasus gedung wisma atlet yang menyeret "Rosa", dkk, Kasus Proyek Hambalang yang  "tidak jelas siapa aktor utamanya", Pembangunan gedung di beberapa universitas negeri yang terpaksa harus menyeret "para petinggi universitas"... Kini masyarakat disuguhkan lagi dengan tarik ulur pembangunan gedung KPK..

Lebih menariknya dari kasus-kasus gedung ini adalah seluruhnya terkait dengan DPR dan keberadaan para anggotanya, sehingga patutlah kiranya dipertanyakan... Apakah kemegahan gedung yang kita lihat selama ini hanyalah "semu" belaka... Atau gedung hanya dijadikan tameng bagi "mereka" untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu? bukan semata-mata ditujukan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat... Karena sebagaimana yang terjadi saat ini, patutlah diduga bahwa untuk bisa mendapatkan gedung atau melakukan renovasi, tak semudah seperti yang kita bayangkan dan tak sesulit seperti yang kita kira...

Trus, apakah sebenarnya "gedung" itu menurut versi negara dan bagaimana bisa dimanfaatkan sedemikian rupa, sehingga dapat menjadi "ladang basah" yang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu?

Menurut PP  Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 Tentang BANGUNAN GEDUNG dinyatakan bahwa bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Sementara Menurut Perpres Nomor 73 Tahun 2011 Tentang PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA diartikan bahwa Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi barang milik negara/daerah dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau APBD, atau perolehan lainnya yang sah.

Pembangunan gedung negara sendiri diartikan sebagai kegiatan mendirikan bangunan gedung negara yang diselenggarakan melalui tahap perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasannya, baik merupakan pembangunan baru, perawatan bangunan gedung, maupun perluasan bangunan gedung yang sudah ada, dan/atau lanjutan pembangunan bangunan gedung. Dalam hal bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis. Persyaratan administratifnya berupa status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, izin mendirikan bangunan gedung, termasuk dokumen analisis dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta dilengkapi dengan dokumen pendanaan, dokumen perencanaan, dokumen pembangunan, dan dokumen pendaftaran.

Tahapan pembangunan bangunan gedung negara meliputi: perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasan teknis yang diawali dengan kegiatan persiapan dan diikuti dengan kegiatan pasca konstruksi. Dalam kegiatan persiapan inilah kemudian erat kaitannya dengan "masalah uang", karena didalamnya meliputi kegiatan penyusunan rencana kebutuhan, penyusunan rencana pendanaan dan penyusunan rencana penyediaan dana. Khusus dalam penyusunan rencana penyediaan dana, disusun didalam rencana kerja dan anggaran (RKA) kementerian/lembaga/SKPD untuk pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBN/APBD.Komponen Biaya Pembangunan yang akan dimasukkan dalam RKA meliputi komponen biaya pelaksanaan konstruksi, biaya perencanaan teknis, biaya pengawasan teknis, dan biaya pengelolaan kegiatan.

Disinilah seninya.... Untuk menggolkan Rencana penyediaan dana pembangunan gedung negara tersebut masuk dalam RKA, perjuangannya harus lebih ekstra, karena terkait dengan persetujuan DPR/DPRD. Jika seandainya DPR/DPRD menyetujui, maka Gedung yang diidam-idamkan dapat terbangun dengan megahnya, tetapi jika DPR/DPRD tak menyetujuinya, maka Gedung yang diinginkan, hanya akan menjadi harapan semu.

Masalahnya adalah apa yang dipertimbangkan DPR/DPRD untuk menyetujui pembangunan gedung negara itu? itulah yang harus kita pertanyakan saat ini.... Mengapa ada yang sekejap disetujui dan ada yang harus ditunda "dibintangi" sampai bertahun-tahun?

Yang pastinya, kika disetujui oleh DPR/DPRD, maka uang rakyat (APBN/APBD) akan digelontorkan untuk membangunnya. Tapi bagaimana jika seandainya DPR tak menyetujui? Apakah masyarakat harus 'saweran' lagi untuk membangunnya?

Mengapa harus rakyat lagi sih? Malu dong dengan rakyat? Tak sadarkah mereka bahwa sebenarnya masih banyak rakyat kita yang belum memiliki bangunan gedung?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun