Kawan, apakah anda mengetahui aturan yang lazim berlaku pada supermarket ketika kedapatan mencuri?
Setau saya, ada supermarket yang memberlakukan denda 2x, 5x, ataupun 10x lipat dari harga barang yang dicuri , jadi kalau curi susu seharga Rp. 100.000,- maka selain susunya disita sebagai barang bukti, si pencuri akan dikenakan denda sebesar Rp. 1.000.000,-. (misalnya 10x lipat)...
Nah, mari kita bandingkan bagaimana skema denda yang diberikan kepada koruptor.
Sampai sekarang, terus terang saya masih kurang mengerti (awam) dengan dasar pengenaan denda atau ganti rugi kepada seorang koruptor sesuai dgn aturan hukum yang berlaku Indonesia.
Mari kita mengambil contoh kasus Nazaruddin (Korupsi pembangunan Wisma Atlet Palembang) yang terakhir mendapatkan hukuman dari MA selama tujuh tahun penjara ditambah hukuman denda Rp 300 juta (subsidier 6 bulan penjara). Di persidangan, mantan bendahara umum partai Demokrat itu terbukti menerima suap Rp 4,6 miliar. Nazar juga dinilai memiliki andil membuat PT DGI menang lelang proyek senilai Rp. 191 miliar di Kementerian Pemuda dan Olahraga. (VOA-bahasa Indonesia).
Sementara, seperti diketahui, bahwa biaya untuk menjemput dan membawa Nazaruddin kembali ke Indonesia dari pelariannya saja, negara menghabiskan biaya sekitar 4 miliar (tempo), belum lagi biaya penyelidikan, penyidikan dan dalam proses pengadilan.
Bandingkan dengan denda yang dikenakan kepada Angelina Patricia Pinkan Sondakh, dijatuhkan hukuman 12 tahun penjara ditambah dengan kewajiban mengembalikan uang senilai Rp 12,58 miliar dan US$ 2,35 juta subsider 5 tahun penjara. Total uang yang harus dikembalikan mantan Putri Indonesia 2001 itu mencapai Rp 39,9 miliar pada kasus korupsi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. (detik finance)
Nah, dari kedua contoh itu bisa kita lihat bagaimana rasionalitas denda yang dikenakan kepada terpidana korupsi, entah apa yang menjadi dasar pemberian denda sebesar Rp. 300 jt kepada Nazaruddin dan Rp 39,9 miliar kepada Angelina Sondakh tersebut. Belum lagi, diantara para mantan pejabat negara itu masih menerima tunjangan pensiun (sahabat kompasiana 1).
Secara rasional (logika), apakah ini dapat menunjukkan rasa keadilan? dan dapat memberikan efek jera? Jawaban saya tidak. Tidak adilnya karena menjadi lahan yang abu2 (tidak jelas dasarnya), sementara tidak memberikan efek jera karena sampai saat ini terbukti bahwa hukuman terhadap pelaku koruptor, tidak dapat menghilangkan kasus korupsi di muka bumi Indonesia ini yang dilakukan oleh pejabat negara/pemerintahan lainnya.
Namun perlu dicatat, usulan denda ini bukanlah bermaksud untuk ikut-ikutan dengan wacana untuk memiskinkan pelaku koruptor yang pernah berkembang, dan mungkin tidak sefantastis yang pernah diusulkan sebelumnya, (sahabat kompasiana 2), tetapi seandainya mereka (para koruptor) jadi miskin dan dipenjara seumur hidup akibat skema pengenaan denda ini, yah itu merupakan konsekuensi dari suatu tindakan tidak terpuji yang mereka harus terima.
Skema denda ini sebenarnya sangat sederhana, tidak jelas dasar hukumnya apa (masih awam masalah hukum). Namun setidaknya, usulan denda ini dapat menyederhanakan penetapan denda dan agar seluruh masyarakat Indonesia (termasuk pejabat negara dan pejabat pemerintahan) bisa secara mudah memahami dan mengkalkulasi sendiri dasar pengenaan denda kepada koruptor, yaitu dengan memberikan denda 10x lipat, yang berupa: