Mohon tunggu...
Andi Budhy
Andi Budhy Mohon Tunggu... Psikolog - Dosen Psikologi Universitas Bosowa Makassar

Dosen Psikologi Universitas Bosowa Makassar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Status Mantan, Sungguh Menyakitkan!

31 Agustus 2020   12:01 Diperbarui: 31 Agustus 2020   12:05 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi covid-19 di indonesia saat ini sudah memasuki masa kurang lebih 8 bulan setelah di temukannya kasus pertama di Indonesia, hal ini mengakibatkan dampak yang luar biasa bagi tatanan kehidupan bermasyarakat bukan hanya dari aspek sosial ekonomi bermasyarakat, kesehatan fisik namun juga sampai berdampak bagi kesehatan mental masyarakat kita umumnya di Indonesia. 

Setiap saat di hampir semua media memberitakan mengenai jumlah kasus yang terus meningkat, jumlah orang yang sembuh, penemuan kluster baru serta pembagian beberapa karakteristik orang yang terkena virus Covid-19, seperti orang dengan gejala, orang tanpa gejala dan seterusnya.

Pada kenyataannya ada akibat yang lebih buruk diakibatkan oleh virus Covid-19 yang tidak menjadi sorotan masyarakat dan pemerintah yaitu stigma masyarakat pada mantan penderita Covid-19, dimana walaupun mereka sudah dinyatakan sembuh melalui hasil pemeriksaan SWAB beberapa kali, namun dalam pergaulan di masyarakat mereka cenderung dijauhi dan dihindari. Sehingga muncul anggapan “bukan perpisahan yang kusesali, tapi pertemuan yang ku hindari”. 

Sebagai salah satu contoh kasus nyata yang penulis temukan di lapangan anggap saja inisial “P” ia adalah seorang remaja yang baru tamat SMU. Ia dan semua anggota keluarganya di karantina di suatu tempat yang di sediakan oleh pemerintah setempat di KOTA “M”. Ia dimasukkan di ruang isolasi hampir selama sebulan, dimana Nenek dan tantenya yang tinggal serumah dengan keluarga “P” ditemukan meninggal karena terkena virus covid-19. 

Tidak berhenti sampai di situ, ketika  keluarga itu telah dinyatakan Negatif dan boleh pulang ke rumah, semua tetangga menjauhi keluarga “P”.  Ketika beraktifitas seperti ke pasar, toko dekat rumah, mereka terkesan tidak di layani, orang-orang yang berbelanja di toko tersebut juga tiba-tiba pergi, hal itu terjadi ketika ia atau keluarganya bebelanja, sehingga menimbulkan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan.

Hal di atas sejalan dengan pernyataan dari (Goffman, 1963) stigma sebagai proses dinamis dari devaluasi yang secara signifikan mendiskredit seorang individu di mata individu lainnya. “P” dan keluarganya lebih banyak mengurung diri di rumah, Tidak hanya itu teman-teman dan keluarga juga menjaga jarak karena takut untuk terjangkit virus yang sama. Situasi ini bahkan lebih parah dari ketika mereka di diagnosis terkena virus Covid-19, eksistensi “P” dan keluarganya sebagai manusia rontok akibat tidak mampu untuk bertahan dari stigma negatif masyarakat.

Adapun  beberapa upaya untuk meningkatkan empati sosial untuk mengurangi stigma sosial yang bisa diterapkan dalam masyarakat:

1.Peduli pada sesama, melalui pemberian bantuan pada masyarakat yang lebih membutuhkan, berdonasi untuk penyediaan paket perawatan medis yang dibutuhkan, dan lainnya.

2.Membagi informasi positif, berdasarkan fakta baik tentang COVID-19 maupun membagi informasi positif lain yang dapat berperan mengurangi stigma dalam masyarakat.

4.Memberikan dukungan kepada orang yang terstigma, dengan mengendalikan pikiran kita tetap positif terhadap orang terstigma, menyatakan penerimaan dan memberikan ruang untuk mereka kembali ke masyarakat tanpa rasa takut.

5.Menumbuhkan sikap ‘turut merasakan’, dengan menyimak testimoni dari pasien sembuh COVID-19.

6.Bijaksana mengkonsumsi informasi dari media sosial, sehingga tidak mudah terprovokasi, hindari hoax, cek ricek segala pemberitaan yang ingin kita ketahui, dan membuka website resmi pemerintah. Hal ini harus didukung pula oleh pemberitaan media yang seimbang dan kontekstual, disebarkan berdasarkan bukti informasi dan membantu memerangi rumor yang mengarah pada stigmatisasi.

7.Galakkan kegiatan sosial positif, untuk menciptakan gerakan dan lingkungan yang menunjukkan kepedulian dan empati untuk semua. Bisa diawali dari lingkungan rumah sendiri, dengan tetap terkoneksi dengan tetangga sehingga mengetahui mana dari tetangga kita yang membutuhkan pertolongan.

Beberapa upaya meminimalisir Stigma Negatif Covid-19 di masyarakat 

Komunikasi resiko yang lebih baik

Pemberitaan media terkait informasi yang utuh soal penularan virus yang selama ini sering tidak sampai ke masyarakat sangat mempengaruhi stigma terhadap orang terkait Covid-19 baik itu OTG, ODP, PDP, pasien positif dan keluarga pasien serta Nakes.

Media yang hanya fokus pada pertumbuhan kasus & kurangnya keterbukaan informasi perihal penanganan Covid-19.

  • Memperluas akses dukungan psikososial/kesehatan mental/kesehatan jiwa

Daftar Referensi:

satu, dua, tiga, empat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun