- Berikut ini pengalaman saya dengan Sekolah Dasar Negeri di Jepang.
- Sekolah ditentukan oleh Kantor kecamatan setempat di mana kita bermukim. Sekolah akan dicarikan yang terdekat dari tempat tinggal kita. Waktu itu kebetulan dekat apartemen kami ada 2 sekolah dasar, tapi salah satu sekolah harus menyeberangi rel kereta api, sehingga pilihan jatuh pada sekolah yang satunya lagi. Kalau di Indonesia orang tua yang memilih sekolah, tidak perduli jaraknya jauh atau dekat dari rumah.
- Sekolah harus dipilihkan yang dekat dari rumah karena anak-anak ke sekolah harus berjalan kaki. Biasanya anak-anak sekolah yang tinggal dalam satu apartemen atau yang bertetangga akan berjalan bersama dalam rombongan dan dipimpin oleh anak yang kelasnya paling besar. Tidak ada orang tua yang mengantar anaknya ke sekolah. Kalau di Indonesia setiap pagi saya bersama dengan orang tua yang lain harus bermacet-macet dengan padatnya lalu lintas mengantar anak sekolah karena kebetulan sekolah pilihan kami tidak bisa ditempuh dengan jalan kaki.
- Anak-anak SD negeri tidak berseragam tetapi biasanya tasnya sama bentuknya. Tas yang disebut “Randoseru” ini memang mahal tapi sangat kuat dan bisa bertahan selama 6 tahun masa SD. Setelah masuk dalam ruang kelas, sepatu disimpan dalam rak dan diganti dengan sepatu ruangan yang disebut “Uwagutsu”. Sepatu ini ringan dan dipakai selama belajar dan dalam lingkungan sekolah, sehingga ruangan terjaga kebersihannya. Sepatu luar hanya dipakai jika ingin keluar halaman atau setelah pulang sekolah. Kalau di Indonesia anak-anak bersepatu di luar dan dalam kelas, atau ada yang buka sepatu tapi pakai kaos kaki selama belajar.
[caption id="attachment_359748" align="aligncenter" width="448" caption="Perhatikan sepatunya.. semua seragam, itulah uwagutsu, yang paling kanan ibuguru (dok.pribadi)"][/caption]
- Ada kelas khusus untuk anak-anak cacat / tidak normal dalam sekolah dan sekali dalam seminggu anak cacat ini ikut bergabung dalam kelas anak-anak yang normal sesuai tingkatan kelasnya, dengan didampingi guru pendamping. Anak-anak normal harus membantu anak cacat ini selama belajar di dalam kelas mereka. Mengajari anak-anak berempati sejak dini. Di Indonesia anak cacat harus sekolah di sekolah luar biasa dan terpisah dengan anak normal.
- Tidak ada kantin dalam sekolah dan anak-anak tidak perlu membawa uang jajan. Saat makan siang anak-anak makan bersama yang disebut “Kyoushoku”. Makanan sebelum disajikan akan di tes oleh pihak sekolah layak atau tidaknya. Saat makan siang tiba anak-anak yang bertugas (mereka bergiliran setiap minggu) dengan pakaian khusus dilengkapi topi dan masker menyediakan makanan bagi teman-temannya secara merata. Pakaian dan topi khusus ini setelah dipakai selama 1 minggu harus dibawa pulang dan dicuci sebelum dikembalikan untuk dipakai murid lainnya. Makannya harus bersamaan dan dipimpin oleh 1 orang anak. Gurupun makan makanan yang sama dengan muridnya, tidak ada perbedaan. Selesai makan, makanan dibersihkan sendiri oleh anak-anak dan sampah dibuang ke tempatnya, kelas harus rapi kembali dan siap untuk belajar. Kalau di Indonesia anak-anak harus dibekali uang jajan atau membawa bekal sendiri ke sekolah karena sekolah tidak menyiapkan makanan.
- Menu makan siang selalu berbeda setiap hari dan sudah ditentukan selama 1 bulan. Kami menerima daftar menu selama sebulan dari pihak sekolah karena kami muslim, sehingga jika ada menu makanan yang mengandung babi maka anak-anak akan membawa bekal dari rumah dan tetap makan bersama teman-temannya.Di menu makanan pun tertulis nilai gizi dan kalori yang dikandungnya, terdiri dari karbohidrat (nasi/roti/ubi/kentang), lauk-pauk, sup, makanan penutup (puding/buah) dan susu. Kalau di Indonesia kita susah mengontrol kandungan gizi dan kalori dari makanan yang di beli anak-anak karena kita tidak tahu makanan apa yang dibelinya.
- Buku paket dibagikan secara gratis bahkan diberi buku tulis dan alat tulis dari sekolah. Jika buku tulis atau alat tulisnya sudah habis terpakai baru beli sendiri. Kalau di Indonesia berdasarkan pengalaman saya buku paket harus dibeli termasuk buku dan aat tulis menulisnya.
- Sekolah tidak menjual seragam, karena anak-anak bersekolah tidak perlu pakai seragam. Pakaian olahraganya seragam berupa baju kaos putih dan celana biru serta topi bolak balik berwarna putih dan merah dibeli di toko-toko. Topi bolak-balik ini digunakan dalam perlombaan untuk membedakan tim yang satu dengan lain. Baju olahraga dan topi ini seragam di seluruh SD negeri di Jepang. Di Indonesia kita harus beli seragam olahraga karena tiap-tiap sekolah punya seragam olahraga sendiri.
[caption id="attachment_359749" align="aligncenter" width="448" caption="baju olahraga dan topi bolak balik (putih, merah atau putih, biru) untuk menandakan tim yang berbeda dalam perlombaan (dok.pribadi)"]
14284759201333551499 - Pelajarannya tidak banyak hanya matematika, science (IPA), ilmu tentang masyarakat (semacam IPS), Bahasa Jepang, Seni, Musik, Keterampilan dan Olahraga. Tidak ada pelajaran agama, anak-anak hanya diajari etika, disiplin dan sopan santun. Kalau di Indonesia mata pelajarannya banyak sekali untuk ukuran anak SD (para orang tua yang punya anak SD pasti tahu).
- Tidak ada yang tinggal kelas. Semua anak-anak pasti naik kelas, termasuk anak-anak saya yang saat itu tidak bisa berbahasa Jepang dan menulis tulisan Kanji, hiragana dan katakana dengan baik. Isi rapornya pun tidak tertulis angka tapi uraian seperti sangat baik, baik, cukup, perlu belajar lagi dan sebagainya. Di Indonesia anak-anak harus belajar supaya tidak tinggal kelas dan nilai tetap menjadi ukuran utama bagi murid.
[caption id="attachment_359751" align="aligncenter" width="448" caption="rapor jepang hanya berisi uraian (tidak ada nilai)- ( dok.pribadi )"]
1428476149223715340
Itulah beberapa pengalaman saya dengan SD negeri di Jepang. Bukan maksud untuk melihat mana yang lebih baik. Saya sama dengan orang tua manapun di Indonesia berharap anak-anak mendapatkan yang terbaik. Jika ada yang bisa dipelajari dari sistem pendidikan negara lain, mengapa tidak? Yang baik kita adopsi, yang kurang cocok kita tinggalkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H