Sejak abad ke-19, plagiat telah menjadi masalah serius dalam dunia akademik yang tetap berlangsung hingga hari ini. Ini tentu memerlukan pertimbangan khusus karena memiliki dampak yang tidak sehat dalam dunia pendidikan. Namun, seiring meningkatnya akses internet, plagiatpun berjamuran. Plagiat bisa saja terjadi karena sikap mahasiswa terhadap ketersediaan sumber bacaan di perpustakaan. Kondisi nyata di perpustakaan menentukan cara mahasiswa mengakses dan mencari referensi. Parafrase sebagai keterampilan dasar dalam menulis, masih dianggap sulit. Demikian pula dengan mengutip pendapat penulis dalam jurnal, buku atau sumber bacaan lainnya, banyak mahasiswa yang masih kalang kabut.
Keadaan demikian mendorong banyak mahasiswa berpikir singkat, hanya “copas” (copy-and-paste) skripsi, thesis atau disertasi orang lain. Faktor lain yang memungkinkan mahasiswa tidak melakukan parafrase yang tepat dan mengutip pendapat dengan benar adalah persepsi yang keliru mengenai plagiat. Definisi yang campur aduk antara plagiat dan imitasi dapat memicu sikap keliru mahasiswa dalam menghadapi masalah ini. Oleh karena itu, menerapkan hukuman kepada mahasiswa yang memplagiat akibat persepsinya yang keliru adalah tindakan yang lebih keliru. Roberts (2008), dalam bukunya yang berjudul: “Student Plagiarism in an Online World : Problems and Solutions”, memaparkan bahwa diperlukan pendekatan pedagogy dalam kasus plagiat. Suatu pendekatan yang terintegrasi dengan kebijakan, penanaman nilai, etika dan perilaku etis, serta deteksi plagiat yang lebih efisien. Setelah itu, barulah hukuman lebih ketat diterapkan yang tentu saja diimbangi oleh pemberian rewards yang layak bagi mahasiswa yang menulis skripsi, thesis dan disertasi sebagaimana mestinya.
Meminimalkan plagiat dan meningkatkan kualitas penelitian juga dapat dilakukan dengan digitalisasi skripsi tesis atau disertasi dan mempublikasikannya di portal perpustakaan (perpustakaan online). Namun demikian, kurangnya kempetensi petugas perpustakaan dalam pengarsipan dan publikasi elektronik skripsi, tesis atau disertasi menjadi masalah yang rumit dan ruwet. Oleh karena itu, diperlukan pedoman penulisan skripsi, thesis atau disertasi yang mengatur secara teknis tata cara penulisan yang terhindar dari plagiat. Menanggapi kebijakan Direktorat Pendidikan Tinggi yang mewajibkan mahasiswa S1, S2, dan S3 memiliki publikasi ilmiah sebelum selesai kuliah adalah tepat. Bisa saja, artikel disimpulkan dari skrispi, thesis atau disertasi sehingga sesuai dengan format artikel yang bisa dimuat di journal sehingga mahasiswa dapat memiliki publikasi ilmiah sebelum menyelesaikan kuliahnya.
Sikap Perguruan Tinggi dalam Menyediakan Sumber Bacaan
Inovasi yang tak terelakkan dalam teknologi informasi telah merubah perpustakaan tradisional menjadi digital. Sikap ketidakpastian Perguruan Tinggi dalam hal kesiapan untuk menggunakan perpustakaan digital, yang seharusnya menjadi salah satu cara untuk mencegah plagiat dapat mengakibatkan ketidakmampuan mahasiswa untuk memaksimalkan perpustakaan digital. Pada akhirnya, mahasiswa mengalami kesulitan dalam pencarian referensi. Rendahnya kompetensi mahasiswa dalam mengakses teknologi informasi plus tidak profesionalnya petugas perpustakaan sangat menentukan sukses atau gagalnya perpustakaan digital. Oleh karena itu, perlu pertimbangan dari pengambil kebijakan untuk memastikan bahwa setiap mahasiswa sudah bisa akrab dengan perpustakaan digital dengan menyelenggarakan workshop perpustakaan digital.
Digitalisasi sumber bacaan di perpustakaan adalah sebuah kebutuhan dalam merespon kemajuan pengetahuan. Namun, banyak banyak Perguruan Tinggi yang tidak siap menghadapi situasi seperti ini. Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia, terutama di Provinsi Sulawesi Selatan mungkin tidak memiliki staf yang cukup kompeten dalam urusan “maintenance” sumber bacaan digital. Di satu sisi, sumber bacaan digital atau virtual library adalah pilihan terbaik dalam mengkses referensi akademik ketika dikelola secara professional. Namun, di sisi lain, perpustakaan digital justru akan menjadi semrawut, jika manajemennya masih dengan cara tradisional alias manajemen jaman dahulu kala. Kekhawatiran ini membuat banyak Perguruan Tinggi cenderung ragu beralaih dari perpustakaan tradisional ke perpustakaan digital.
Kompetensi Mahasiswa dalam Menulis
Tidak sedikit mahasiswa yang tidak memiliki pengetahuan memadai mengenai parafrase. Parafrase dianggap secara sederhana sebagai tindakan menduplikasi gagasan penulis. Memang, parafrase terkait dengan mengulangi teks penulis lain, tetapi mahasiswa harus menyimpulkan kalimat penulis lain untuk mengungkapkan ide pokok. Namun, mahasiswa merasa sulit dalam menyimpulkan ide pokok penulis lain, mereka mungkin berpikir bahwa diperlukan waktu yang lama dan energi ekstra untuk merumuskan kalimat baru. Ketidakbiasaan dalam hal parafrase dapat menyebabkan sikap ceroboh mahasiswa sehingga dapat memperparah tindakan plagiat.
Demikian pula dengan sitasi, unsur essensial dalam menulis ini juga memerlukan perhatian khusus. Oleh karena itu, sitasi yang benar tentu memerlukan pelatihan khusus untuk mencegah tindakan plagiat yang tidak disengaja. Mahasiswa perlu dibiasakan dengan sitasi untuk memediasi ide penulis lain dan persepsi pribadi mahasiswa terhubung ke pembaca. Menanggapi kemajuan teknologi dalam menulis karya ilmiah, mahasiswa diperhadapkan dengan banyaknya pilihan untuk menggunakan software “citation manager” yang sangat membantu dalam mengatur referensi pada saat menulis. Zhang (2012) dalam laporan penelitiannya yang diterbitkan oleh “Routledge” berjudul “Comparison of Select Reference Management Tools” telah membandingkan empat “citation manager”. Zotero, Connotea, dan mendeley; masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun demikian, banyak mahasiswa yang mungkin belum terbiasa menggunakan sitasi otomatis dan “citation manager”. Hal ini dapat menjebak mahasiswa terlibat dalam tindakan plagiat hanya karena sitasi yang kurang tepat.
Persepsi Mahasiswa terhadap Plagiat
Cambridge Dictionary Online mendefinisikan plagiat sebagai tindakan untuk menggunakan ide orang lain kemudian mengklaimnya sebagai ide pribadi (Cambridge Dictionary Online, n.d.). Sutherland-smith (2008) dalam bukunya, “Plagiarism, the Internet and Student Learning: Improving Academy Integrity, mendefinisikan plagiat sebagai tindakan mencuri kekayaan intelektual pribadi penulis dan pelanggaran terhadap hak cetak penerbit. Namun, isu plagiat tetap problematis yang tak berujung dan bertepi. Apalagi, banyak mahasiswa yang bingung membedakan tindakan plagiat dengan imitasi atau peniruan. Banyak mahasiswa yang berasumsi bahwa menyalin teks dalam karya ilimiah orang lain adalah proses imitasi atau peniruan yang wajar terjadi dalam proses belajar sebagaimana bayi belajar berbicara dengan meniru orang dewasa berbicara. Oleh sebab itu, diperlukan definisi yang jelas yang secara teknis tertuang dalam buku pedoman penulisan skripsi, thesis atau disertasi.
Hukuman terhadap Pelaku Tindakan Plagiat
Macdonald & Carroll (2006) dalam tulisannya yang berjudul: “Plagiarism—a complex issue requiring a holistic institutional approach” menyatakan bahwa pencegahan tindakan plagiat adalah tanggungjawab bersama antara mahasiswa, dosen dan institusi dengan dukungan lembaga penjamin mutu independen. Namun demikian, tingkat plagiat dan fase duplikasi karya ilmiah orang lain adalah prioritas memutuskan hukuman plagiat. Untuk menghindari kesalahpahaman tentang bagaimana menangani masalah plagiat, hukuman tidak boleh diserahkan kepada dosen. Dosen dapat mengambil keputusan pribadi yang bisa mengarah kepada tindakan yang berlebihan. Mendelegasikan wewenang kepada dosen untuk menghukum mahasiswa yang memplagiat tulisan memiliki potensi subyektif. Dalam konteks Indonesia, hukuman mungkin bukan cara terbaik untuk menghindari plagiat. Leo (2010) dalam papernya yang berjudul “Preventing Plagiarism around Our Campus in Indonesia, menyatakan bahwa melalui kegiatan belajar yang intensif dalam menulis, panduan menulis yang cukup dan feedback yang konstruktif dari pendidik untuk membangun kepercayaan diri mahasiswa adalah cara terbaik menghindari plagiat. Meskipun demikian, hukuman tentu saja dapat mencegah mahasiswa melakukan plagiat.
Skripsi, Thesis atau Disertasi Elektronik
Salah satu upaya yang mungkin signifikan untuk menghindari plagiat adalah diterapkannya kebijakan kewajiban submit skrispi, thesis atau disertasi elektronik. Ini bertujuan untuk membuat kesadaran konstruktif dan mengubah paradigma yang apatis terhadap kualitas skrispsi, tesis atau disertasi. Perguruan Tinggi dapat meningkatkan akses untuk kepentingan penelitian mahasiswa melalui persyaratan penerbitan skripsi, tesis dan disertasi di direktori perpustakaan. Digitalisasi skripsi, tesis atau disertasi ini diharapkan tidak ada lagi kasus skripsi, thesis atau disertasi hanya ditempatkan di rak-rak perpustakaan tertutup oleh debu dan menjadi sarang laba-laba selama bertahun-tahun. Revolusi baru dalam pengarsipan skripsi, thesis atau disertasi telah mempengaruhi sikap mahasiswa dan dosen dalam menulis. Mahasiswa dan dosen dituntut aktif dalam proses konsultasi untuk memberikan jaminan integritas akademik dalam menulis karya ilmiah. Kebijakan ini bertujuan mendorong mahasiswa program sarjana dan pascasarjana untuk meningkatkan kompetensi menulis. Di samping itu, diperlukan upaya untuk memfasilitasi mahasiswa melakukan penelitian kolaboratif dengan dosen sehingga kebijakan ini dapat terwujudkan (*)
References:
Cambridge Dictionary Online. (n.d.). plagiarize verb - definition in British English Dictionary. Retrieved May 17, 2012, from http://dictionary.cambridge.org/dictionary/british/plagiarize?q=plagiarism
Leo, S. (2010). Preventing Plagiarism around Our Campus in Indonesia. Bandung: TEFLIN. Retrieved from http://repository.upi.edu/operator/upload/paps_2010_teflin_sutanto_leo.pdf
Macdonald, R., & Carroll, J. (2006). Plagiarism—a complex issue requiring a holistic institutional approach. Assessment & Evaluation in Higher Education, 31(2), 233-245. Routledge. doi:10.1080/02602930500262536
Roberts, T. S. (2008). Student Plagiarism in an Online World : Problems and Solutions. Hershey • New York: Information Science Reference.
Sutherland-smith, W. (2008). Plagiarism, the Internet and Student Learning: Improving Academy Integrity. Higher Education. New YOrk and London: Routledge Taylor & Francis Group.
Zhang, Y. (2012). Comparison of select reference management tools. Medical Reference Services Quarterly, 31(1), 45-60. doi:10.1080/02763869.2012.641841
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H