[caption caption="Sumber photo Jakarta Raya"][/caption]
Akhir akhir ini menjelang Pilkada DKI 2017 , banyak kelompok tertentu yang menyambangi KPK mempertanyakan mengapa KPK belum menindak lanjuti temuan BPK yang termuat dalam LHP. teridikasi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai pelaku korupsi pengadaan Lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW) di Jalan Kyai Tapa No. 1 Rt. 10 Rw 10 kelurahan Tomang kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat
Kelompok tertentu ini utamanya kelompok “ Asal bukan Ahok “ yang dimotori oleh Wakil ketua DPRD DKI Abraham Lunggana ( Hi.Lulung ) yang pernah mendatangi KPK beserta sejumlah anggora DPRD DKI lainnya mengadukan Ahok , dengan membawa sejumlah alat bukti yang katanya tentang keterlibatan Ahok dalam korupsi Lahan RSSW di Jakarta Barat,
Kelompok Asal bukan Ahok itu juga diikuti oleh para penggembiranya seperti antara lain oleh Ratna Sarumpaet yang terkenal bersuara lantang mengecam Ahok, Fadli Zon yang juga sehari harinya dikenal sebagai wakil ketua DPR RI . Taufik dari Fraksi Gerindra DPRD DKI yang mana partai Gerindra pernah dikecewakan Ahok. Mereka secara terbuka menuduh Ahok terlibat dalam Korupsi Pengadaan lahan RSSW kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat tersebut.
“Saya yakin 99 persen, Ahok korupsi di Sumber Waras!” Ujar Ratna Sarumpaet dengan mimik marah , dalam satu Acara. acara Indonesia Lawyer Club (ILC) besutan Karni Ilyas, TV One, edisi 8 Maret 2016,
Namun hingga kini , walaupun sudah banyak desakkan dari berbagai kelompok , KPK belum juga menetapkan Ahok sebagai tersangka dugaan korupsi Pengadaan RSSW. KPK merasa belum memiliki cukup bukti untuk meningkatkan dari tahap penyelidikkan ke tahap penyidikan.
"Selama ini kami belum naikkan (masih penyelidikan), karena belum ada yang mengarah ke tindak pidana korupsi, jadi belum ada ke arah sana," Ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan saat ditemui di Gedung KPK, Senin (29/2/2016).
Pernyataan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan yang berasal dari institusi kepolisian ditanggapi beragam. Ada yang menuding Basaria enggan menetapkan Ahok sebagai tersangka dalam kasus Pengadaan RSSW, karena Ahok banyak membantu anggaran ke institusi kepolisian
Sementara itu Anggota DRPD DKI, Taufik dari Fraksi Gerindra “ meradang “ mendengar pernyataan KPK bahwa belum ada indikasi korupsi terkait pembelian lahan RS Sumber Waras.
Taufik menyatakan ragu dengan hasil penyelidikan lembaga antirasuah itu.
"Sabar nunggu waktu kalau kata KPK, besok kita datengin KPK lagi. Data yang kita berikan ke KPK sudah lengkap," kata Taufik di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat,
Politisi Gerindra ini tetap yakin bahwa Ahok bakal terseret dalam kasus korupsi ini. Sebab berdasarkan audit BPK DKI sudah terbukti dengan jelas pembelian lahan RS Sumber Waras terjadi penyelewengan.
Kisruh ini berawal dimana sebelumnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membeli lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) senilai Rp 904 miliar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan tahun 2014 beralamat di Jalan Kyai Tapa No. 1 Rt. 10 Rw 10 kelurahan Tomang kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat .
Oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), proses pembelian lahan RSSW itu dinilai tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku dan Pemprov DKI dinilai BPK telah membeli dengan harga lebih mahal dari seharusnya sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 191 miliar. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK tersebut sudah disampaikan kepada KPK .
Namun hingga kini , walaupun sudah banyak desakkan dari berbagai kelompok , KPK tidak bergeming, KPK belum juga mau menetapkan Ahok sebagai tersangka korupsi Pengadaan RSSW.
Terkait kasus pengadaan RSSW ini, Kini opini publik terbelah dua, disatu pihak bahwa mereka percaya, bahwa sampai saat ini KPK memang benar belum menemukan bukti yang cukup untuk meningkatkan status perkara pengadaan Lahan RSSW dari penyelidikan ke Tahap penyidikan.
Sebaliknya di pihak lain menuding KPK tebang pilih dalam menangani perkara korupsi. Karena mereka menilai , seperti apa yang ditudingkan taufik , KPK sebenar sudah ada bukti yang cukup , yang termuat dalam LHP BPK yang diserahkan kelompok Hi.lulung dan sejumlah anggota DPRD DKI ke KPK sekitar enam bulan lalu, namun sepertinya KPK enggan untuk menindak lanjutinya. .
Untuk menjawab silang pendapat kedua opini terkait dugaan adanya korupsi pengadaan Lahan RSSW tersebut kita harus paham dulu pertanyaan berkut ini :
Apakah benar, Ahok terlibat korupsi pengadaan lahan RSSW ?
Wakil ketua KPK Basaria Pandjaitan pernah mengungkapkan alat uji yang dipergunakan KPK saat ini dalam melakukan peyelidikan pekara pengadaan lahan RSSW tersebut adalah Pasal 2 (1) Undang Undang 31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberatasan tindak pidana korupsi
Supaya kita memahami sekaligus menjawab pertanyaan kedua opini tersebut, apakah memang benar KPK hingga saat ini belum memilki alat bukti yang cukup untuk menetapkan Ahok sebagai tersangka ? Atau hanya akal akalan KPK , ada udang dibalik batu.
Supaya tidak seuzon , maka kita akan menggunakan alat uji yang sama yang dipergunakan KPK dalam penyelidikan kasus aquo, yakni Pasal 2 (1) Undang Undang 31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberatasan tindak pidana korupsi , yang berunyi sebagai berikut :
“ Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dari pasal 2 ayat (1) tersebut maka diketahui unsur unsur sebagai berikut :
1. Setiap orang
2. Secara melawan hukum
3. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
4. Dapat merugikan keuangan negera atau perekonomian negara
Disini kita tidak akan menguji atau membahas seluruh unsur Pasal 2 (1) Undang Undang 31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001, tetapi dari empat unsur tersebut , kita hanya akan membahas unsur utama saja yang biasanya sering digunakan para hakim dalam pemeriksaan kasus korupsi di lembaga Pengadilan menjerat penyelenggara negara
Kita mulai dari unsur ke empat tentang kerugian negara atau perekonomian negara
Pada unsur keempat Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 jo UU 20/2201 ini , akan menguji apakah benar pada pengadaan lahan RSSW yang dilakukan Pemprov DKI Tahun Anggaran 2014 , negara telah dirugikan atau perekonomian negara telah dirugikan ?
Namun sebelum kita masuk ke Wilayah pasal 2 (1) UU 31/1999 joUU 20 tahun 2001, maka kita akan kilas balik dulu mempertanyakan mengapa KPK tidak mau menggunakan LHP BPK dalam penyelidikannya . Pada hal dengan beralaskan LHP BPK tersebut , tentu mudah saja bagi KPK untuk menetapkan Ahok sebagai tersangka Korupsi pengadaan lahan RSSW. Karena dalam LHP tersebut termuat sudah nyata nyata BPK sebagai lembaga resmi menuding ada indikasi korupsi yang dilakukan Ahok dalam pengadaan lahan RSSW tersebut.
Pada tahapan ini maka sepertinya sudah terjawab pertanyaan opini kedua bahwa KPK hanya beralaskan LHP BPK , sudah memiliki alat bukti cukup untuk menetapkan Ahok sbagai tersangka kasus pengadaan lahan RSSW, namun KPK enggan menindak lanjutinya. Disini opini kelompok kedua menilai KPK Tebang pilih dalam memberantas Korupsi seolah olah terpenuhi.
Lalu kenapa KPK bersikukuh hingga saat ini KPK merasa belum memilki alat bukti yang cukup untuk meningkatkan tahapan penyelidikan ke tahap berikutnya yaitu tahap prnyidikan dalam pemeriksaan dugaan korupsi perkara pengadaan lahan RSSW ? Dengan kata lain hingga saat ini menurut KPK, perkara pengadaan lahan RSSW belum ada indikasi korupsinya.
"Selama ini kami belum naikkan (masih penyelidikan), karena belum ada yang mengarah ke tindak pidana korupsi, jadi belum ada ke arah sana," Ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan saat ditemui di Gedung KPK, Senin (29/2/2016).
Untuk mengetahui alasan kenapa KPK tidak mau menindak lanjuti temuan BPK antara lain sebagai berikut :
Mari kita cermati dulu kronologis terbitnya Laporan hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang sudah disampaikan langsung oleh BPK kepada KPK
Berawal dari ada audit Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) atas laporan keuangan pemerintah DKI Tahun anggaran 2014 yang menurut penilaian Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) isinya terlalu tendensius , lebih kepada krimanlisasi atas kebijakannya dalam pengadaan lahan RSSW yang beralamat di Jakarta Barat.
Kemudian karena tidak terima atas kesewenang wenangan BPK, lalu Ahok melaporkan ketua BPK DKI Efdinal ke Majelis Kode Etik instansi tersebut. Kasus ini berbutut panjang , yang akhirnya Efdinal dicapot dari jabatan Ketua BPK DKI pertengahan Januari lalu.
Alasan Ahok melaporkan mantan pimpinan BPK DKI , Efdinal ke Majelis Kehormatan Instansi tersebut, karena sebelum terbitnya LHP BPK pemeriksaan APBD DKI Tahun Anggaran 2014 , terlebih dahulu telah terjadi tarik ulur antara Ketua BPK Efdinal dengan Ahok selaku Gubernur DKI.
Efdinal selaku pimpinan BPK DKI , sebelumnya sudah menghubunginya Ahok melalui Mantan Kepala Inspektorat DKI Jakarta Lasro Marbun, Efdinal minta Pemprov DKI membeli lahan milik kerabatnya yang letaknya persis di sebelah lahan RSSW yang sudah dibeli Pemrov DKI dengan janji , bila Pemprov mau membeli lahan yang ditawarkannya, maka Efdinal berjanji akan mebuat “ Cantik “ laporan LHP BPK. Sebaliknya bila tidak , maka LHP BPK tentang APBD DKI Tahun Aaggaran 2014 akan dibuat negatif dan akan di sebarkan ke publik.
Lalu ternyata Ahok tak gentar , ia menantang Efdinal “ Silahkan sebarkan ke Publik “ Ujar Ahok melalui Lasro Marbun.
Dan itulah yang terjadi
Kini nasi sudah menjadi bubur. Efdinal sudah terjungkal dari jabatannya dari ketua BPK DKI dan Lasro Marbun pun turut terguling dari kursi Kepala Inspektorat DKI.
Sesuai dengan njanji Efdinal, LHP BPK tentang APBD DKI yang seharus hanya diketahui oleh institusi terbatas, kini tersebar ke berbagai media tulis dan elektronik. Dampak dari kisruh tersebut sepertinya merembet ke Institusi BPK. Ini terbukti adanya oknum pegawai BPK yang ikut serta mengawal Wakil ketua DPRD DKI Hi.lulung bersama sejumlah anggota DPRD DKI melaporkan Ahok ke Komisi Pemberantasan Korupsi enam bulan lalu.
Tragis memang !!!
Ironis . walaupun BPK adalah lembaga resmi dan besar sudah menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya tentang APBD DKI TA 2014 yang memuat Ahok terindiasi melakukan korupsi pada perkara pengadaan lahan RSSW kepada KPK , Namun sepertinya KPK abai.
KPK menilai LHP BPK buatan BPK cendrung lebih kepada rekayasa dalam mengkrimanlisai Pemprov DKI. KPK menilai LHP BPK ,lebih hanyalah penyalaggunaan kewenangan dilakukan oleh Oknum oknum BPK. Akibatnya KPK tidak menggubris LHP BPK . Dan itu memang Hak KPK. Tragis buat BPK
Untuk mencari kebenaran materiil dalam kasus dugaan tidak pidana korupsi, KPK memang berwenang menilai apakah laporan yang didapat dari masysarakat termasuk LHP BPK akan dipergunakan sebagai bahan untuk melakukan penyelidikan dalam kasus pengusutan Lahan RSSW atau tidak , terserah KPK .
Setelah KPK mengetahui latar belakang kisruh Ahok dengan BPK tentang pengadaan lahan RSSW, untuk menjaga ke objektiban pemeriksaan maka sekarang KPK lebih memilih melakukan penyelidikan sendiri ketimbang menggunakan LHP BPK .
Menurut KPK sekurang sudah 32 orang yang bersaksi terkait kasus pengadaan lahan RSSW. Namun dari hasil penyelidikan KPK tersebut ternyata hasilnya sangat bertolak belakang dengan Hasil Audit BPK.
"Selama ini kami belum naikkan (masih penyelidikan), karena belum ada yang mengarah ke tindak pidana korupsi, jadi belum ada ke arah sana," Ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan saat ditemui di Gedung KPK, Senin (29/2/2016).
Menurut penulis , Ini ada bagusnya. Selama ini yang terjadi terutama di daerah yang jauh dari Jakarta, LHP BPK itu , bagaikan kitab dewa. Walaupun LHP hasil audit oknum BPK dibuat ada unsur kepentingan dan tidak sesuai dengan fakta sebenarnya , maka penegak hukum seperti institusi kepolisian dan kejaksaan , mempercayai penuh bahwa LHP tersebut adalah seratus persen benar.
Tragis memang akibatnya , sehingga tidak jarang pejabat yang terkena ulah oknum BPK tersebut , terpaksa mendekam di lembaga permasyarakatan , walaupun merasa tidak melakukan kesalahan.
Tapi lain di daerah lain pula di jakarta. Ahok dengan gagah berani melakukan perlawanan atas kesewenang wenangan oknum BPK yang menyalagunakan kewenangannya , oknum yang melakukan perbuatan KKN, mencoba mengkriminalisi kebijakan nya selaku Gubernur DKI terkait pengadaan Lahan RSSW .
Perlawanan Ahok berhasil . Perlawan Ahok memberantas pejabat KKN berhasil. Ini terbukti dengan terjungkalnya Ketua BPK DKI dari jabatannya . termasuk Ahok juga membersihkan jajaran nya yang terlibat KKN dengan mencopot kepala Inspktorat DKI Larso Marbun dari kursi kepala Inspektorak DKI Jakarta.
Kasus ini mudah mudahan menjadikan pelajaran bagi rekan rekan kita pegawai KPK yang lainnya baik dipusat maupun di daerah.
Maka sampai disini terjawab sudah alasan kenapa KPK tidak mau menindak lanjuti temuan BPK.
Lanjut.
Kita kembali ke Pasal 2 (1) Undang Undang 31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001
Kita mulai saja dulu dari :
Unsur dapat merugikan keuangan negera atau perekonomian negara.
Dari berbagai fakta yang dihadirkan media bahwa menurut penulis tudingan kerugian negara dalam LHP BPK pengadaan lahan oleh Prov terkait RSSW adalah lebih pada kekeliruan. Kekliruan itu tidak terlepas dari kepentingan oknum BPK yang bermain main dengan tawarannya supaya Pemprov mau membeli lahan yang letaknya persis disebalah lahan RSSW milik Pemprov. Karena tawaran itu tidak digubris Ahok, tentu saja oknum tersebut tersinggung, maka dengan kewenangan yang ada padanya ia membuat seolah olah pengadaan lahan RSSW oleh Pemprov bermasalah, Seolah olah lahan yang dibeli Premprov kemahalan dan negara dirugikan tak kurang dari Rp. 191 Milyar.
Pertanyaannnya , Apakah benar hasil audit BPK tersebut atau hanyalah akibat kesewenangan oknum BPK yang membuat LHP tersebut.M
Mari kita lihat perbedaan fakta dilapangan sebagaimana dimuat berbagai mdia masa sebagai berikut
Menurut BPK
Merugikan negara: Rp 191 miliar
Dasar: Tawaran Grup Ciputra 2013 Rp 15 juta per meter persegi
Menurut AHOK
Dalam satu tahun ada kenaikan NJOP 400 persen.
BPK
Harga Kemahalan Rp 484 miliar
Dasar: NJOP Jalan Tomang Utara Rp 7 juta
AHOK
NJOP Sumber Waras ikut ke Jalan Kyai Tapa Rp 20 juta seperti tertera dalam akta yang diterbitkan Kementerian Keuangan.
Dari fakta tersebut sebenarnya sederhana saja sumber kerugian negara Rp. 191 Milyar sebagaimana yang terdapat dalam laporan Hasil pemerikan BPK, karena BPK berpendapat lokasi lahan RSSW beralamat di Jalan Kyai Tapa No. 1 Rt. 10 Rw 10 kelurahan Tomang kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat itu masuk dalam wilayah NJOP Tomang Utara yang ditetapkan sebesar Rp. 7 Juta permeter.
Sementara Pemprov DKI mengikuti penetapan NJOP Jl Kyai Tapa sebesar Rp. 20 Juta permeter sebagaimana tertuang dalam akta penerbitan Kementerian keuangan R.I tentang besaran NJOP.
Jelas ada perbedaan nilai besaran NJOP yang dibayarkan Pemprov DKI kepada pemilik tanah RSSW tersebut , kerena Pemprov mengikuti ketentuan kementerian keuangan bahwa lahan RSSW yang dibelinya dari Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) RSSW Jl Kyai Tapa NJOP nya sebesar Rp. 20 Juta permeter . Artinya sampai disini Ahok ngak salah Ahok sudah membeli lahan RSSW tersebut sesuai dengan ketentuan pemerintah ( Kementerian Keuangan ) . Tentu saja ada perbedaan perhitungan anggaran yang dikeluarkan Pemprov yakni NJOP Rp. 20 juta permeter dengan perhitungan BPKdengan NJOP Rp. 7 juta permeter. Selisih Nilai besaran itulah yang dihitung BPK sebagai kerugian negara
Sepertinya BPK memaksakan kehendaknya seakan akan Pemprov membayar lebih mahal kepada pemilik lahan RSSW . Karena BPK bersikukuh lahan RSSW masuk dalam wilayah NJOP Jalan Tomang raya Utara dengan besaran Rp. 7 Juta permeter. Sementara Pemprov Keukeh mengikuti aturan Kementerian keuangan bahwa NJOP di jalan lokasi RSSW di Jalan Tapa adalah Rp. 20 Juta permeter.
Siapa yang paling benar dalam hal ini apakah BPK atau Pemprov DKI
Disinilah letak berawalnya kisruh pembelian lahan RSSW tersebut.
Logikanya tentu Pemprov yang benar, karena ia membayar sesuai dengan ketentuan pemerintah .
Namun BPK merasa sebagai lembaga resmi dibidang pengawasan keuangan tak mau kalah. BPK merasa benar sendiri. Dengan kekuasaan yang ada padanya lalu BPK membuat LHP yang muat seolah olah Ahok terindikasi Korupsi pengadaan Lahan RSSW.
Pertanyaan institusi mana yang berwenang menetapkan JNOP. ?
Jawabnya , berdasarkan peraturan perundang undangan kewenangan menetapan besaran NJOP adalah tugas Dirjen Pajak yang nota bene adalah di bawah kementerian Keuangan. Dengan kata lain kewenangan menetapkan besaran NJOP suatu wilayah adalah kewenangan Kemeterian keuangan bukan kewenangan BPKP.
Disini bisa saja oknum BPK salah menafsirkan peraturan perundang undangan yang termuat dalam LHP BPK terkait APBD DKI Tahun Anggaran 2014
Oleh Karena LHP dinilai KPK dibuat oleh oknum dengan menyalagunakan kewenanganya, sewenang wenang, ..... berakibat fatal. LHP BPK akhirnya diabaikan dan dilecehkan KPK.
Berdasar uraian singkat tersebut, maka wajar KPK memilih melakukan pemeriksaan sendiri dan hingga kini KPK belum menmukan unsur adanya tindak pidana Korupsi dalam pengadaan Lahan RSSW Jakarta Barat.
Dari uraian diatas sebenarnya KPK menilai sudah tepatlah Ahok selaku otorisator keuangan Pemprov DKI membayar lahan yang dibeli Pemprov yakni RSSW dengan NJOP berdasarkan ketentuan kemeterian keuangan.
Artinya KPK menilai Ahok tidak terbukti melakukan perbuatan merugikan keuangan negara dalam pengadaan lahan RSSW di jakarta Barat sebagaiman dimaksud pada Pasal 2 (1) Undang Undang 31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidaka Korupsi .
Ini untuk menjawab opini pertama memang benar hingga saat ini KPK belum menemukan unsur tindak pidana korupsi dalam pengadaan Lahan RSSW Jakarta Barat. Sehingga KPK belum dapat meningkatkan tahap penyelidikan ke tahap penyidikan sebagaimana yang dinyatakan oleh Wakil Ketua Basaria Panjaitan.(29/2/2016)
Sampai disni Ahok Clear...
Akibat hukumnya dengan benar Ahok tidak terbukti merugikan keuangan negara, maka dengan demikian juga Ahok terbukti tidak menguntungkan siapa siapa, tidak menguntungkan Ahok sendiri, tidak mengutungkan orang lain dan Juga tidak menguntung pemilik lahan yaitu Yayasan Kesehatan Sumber Waras ( Koorporasi ) sebagaimana dimaksud Pasal 2 (1) Undang Undang 31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidaka Korupsi .
Disni Ahok benar , Ahok tidak merugikan keuangan negara atau perekonomin negara. Karena Ahok membayar harga tanah adalah sesuai dengan penetapan NJIOP oleh kemetrian keuangan. Sampai ............disini Ahok Clear. ,,,,,
Dari 4 unsur Pasal 2 ayat (1) Undang Undang 31 Tahun 199dalam jo Undang undang No 20 tahun 2001, sebagaimana diuraikan tersebut diatas, maka tersisa dua unsur yaitu unsur “setiap orang “ dan unsur “ melawan hukum “ .
Dengan tidak terbuktinya unsur ke tiga dan unsur ke empat yaitu terkait Kerugian negara dan juga tidak ada yang diuntungkan, maka serta merta unsur kesatu dan kedua akan kehilangan rohnya ( lumpuh )
Maka ini yang dimaksud KPK , bahwa setelah 32 orang dimitai keterangan, hingga kini KPK merasa belum cukup bukti untuk meningkatkan tahap pnyelidikan ketahap berikutnya yaitu Tahap Penyidikan
Dari urai singkat ini , penulis berharap sekedar menambah wacana kita bersama terkait sengkarut atau banyaknya oponi terkait pengadaan lahan RSSW oleh Pemprov DKI
Dari uraian singkat in juga Kesimpulan sementara “ AHOK CLEAR “
Ada pepatah melayu yang tepat terkait kasus ini “ Jauh panggang dari Api menarik Ahok ke pusaran korupsi pengadaan Lahan RS Sumber Waras.
Sumber :
Dirut RS Sumber Waras Tampik Hasil Audit BPK
KPK Belum Temukan Bukti Dugaan Kasus RS Sumber Waras
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H