Mohon tunggu...
Andi Ansyori
Andi Ansyori Mohon Tunggu... advokat -

selalu ingin belajar, bersahabat, menambah pengetahuan " Tidak ada salahnya baik dengan orang " dan lebih senang mendalami masalah hukum

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jauh Panggang dari Api, Menarik Ahok Kedalam Kasus Korupsi Lahan Rumah Sakit Sumber Waras

12 Maret 2016   09:28 Diperbarui: 12 Maret 2016   10:36 2469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber photo Jakarta Raya"][/caption]

Akhir akhir ini menjelang Pilkada DKI 2017 ,  banyak kelompok tertentu yang menyambangi KPK mempertanyakan mengapa KPK belum menindak lanjuti temuan BPK  yang termuat dalam LHP.  teridikasi  Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai pelaku korupsi  pengadaan Lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW) di Jalan Kyai Tapa No. 1 Rt. 10 Rw 10 kelurahan Tomang kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat

Kelompok tertentu ini utamanya kelompok “ Asal bukan Ahok “ yang dimotori oleh Wakil ketua DPRD DKI  Abraham Lunggana ( Hi.Lulung ) yang  pernah mendatangi KPK beserta sejumlah anggora DPRD DKI lainnya mengadukan Ahok , dengan membawa  sejumlah alat bukti yang katanya tentang keterlibatan Ahok dalam korupsi Lahan   RSSW di  Jakarta Barat,

Kelompok Asal bukan Ahok itu juga  diikuti oleh para penggembiranya seperti  antara lain oleh Ratna Sarumpaet yang terkenal bersuara lantang  mengecam Ahok,  Fadli Zon yang juga sehari harinya dikenal sebagai wakil ketua DPR RI . Taufik dari Fraksi Gerindra DPRD DKI yang mana partai Gerindra pernah  dikecewakan Ahok.  Mereka  secara terbuka  menuduh Ahok terlibat dalam Korupsi Pengadaan lahan RSSW  kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat  tersebut.

“Saya yakin 99 persen, Ahok korupsi di Sumber Waras!”  Ujar  Ratna Sarumpaet dengan mimik marah ,   dalam satu Acara. acara Indonesia Lawyer Club (ILC) besutan Karni Ilyas, TV One, edisi 8 Maret 2016,

Namun hingga kini , walaupun sudah banyak desakkan  dari berbagai kelompok  , KPK belum juga menetapkan  Ahok sebagai tersangka dugaan  korupsi Pengadaan RSSW.  KPK  merasa belum memiliki cukup bukti untuk meningkatkan dari tahap penyelidikkan ke tahap penyidikan.

"Selama ini kami belum naikkan (masih penyelidikan), karena belum ada yang mengarah ke tindak pidana korupsi, jadi belum ada ke arah sana," Ujar  Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan saat ditemui di Gedung KPK, Senin (29/2/2016).

Pernyataan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan yang berasal dari institusi kepolisian ditanggapi beragam.  Ada yang menuding Basaria enggan menetapkan Ahok sebagai tersangka dalam kasus Pengadaan RSSW, karena Ahok  banyak membantu anggaran ke institusi kepolisian

Sementara itu Anggota DRPD DKI, Taufik  dari Fraksi Gerindra “ meradang “ mendengar pernyataan KPK bahwa belum ada indikasi korupsi terkait pembelian lahan RS Sumber Waras.

Taufik   menyatakan ragu dengan hasil penyelidikan lembaga antirasuah itu.
 "Sabar nunggu waktu kalau kata KPK, besok kita datengin KPK lagi. Data yang kita berikan ke KPK sudah lengkap," kata Taufik di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat,

 Politisi Gerindra ini tetap yakin bahwa Ahok bakal terseret dalam kasus korupsi ini. Sebab berdasarkan audit BPK DKI sudah terbukti dengan jelas pembelian lahan RS Sumber Waras terjadi penyelewengan.

Kisruh ini berawal dimana sebelumnya  Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membeli lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) senilai Rp 904  miliar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan tahun 2014 beralamat di Jalan Kyai Tapa No. 1 Rt. 10 Rw 10 kelurahan Tomang kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat .

Oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), proses pembelian lahan RSSW itu dinilai tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku dan Pemprov DKI dinilai BPK telah membeli dengan harga lebih mahal dari seharusnya sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 191 miliar. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK tersebut sudah disampaikan kepada KPK .  

 Namun hingga kini , walaupun sudah banyak desakkan  dari berbagai kelompok  , KPK  tidak bergeming, KPK belum juga mau menetapkan   Ahok sebagai tersangka korupsi Pengadaan RSSW.

 Terkait kasus pengadaan RSSW ini, Kini  opini publik terbelah  dua,  disatu pihak bahwa mereka percaya, bahwa sampai saat ini KPK memang benar belum menemukan bukti yang cukup untuk meningkatkan status perkara pengadaan Lahan RSSW dari penyelidikan  ke Tahap penyidikan.

Sebaliknya di pihak lain menuding KPK tebang pilih dalam menangani perkara korupsi. Karena mereka menilai  , seperti apa yang ditudingkan taufik , KPK  sebenar sudah ada bukti yang cukup , yang termuat dalam LHP BPK yang diserahkan kelompok Hi.lulung dan sejumlah anggota DPRD DKI  ke KPK sekitar enam bulan lalu, namun sepertinya KPK enggan untuk menindak lanjutinya. .

 Untuk menjawab silang pendapat kedua opini terkait dugaan adanya  korupsi pengadaan Lahan RSSW tersebut  kita harus paham dulu pertanyaan berkut ini :

 Apakah benar, Ahok terlibat korupsi pengadaan lahan RSSW ?

 Wakil ketua  KPK Basaria Pandjaitan pernah mengungkapkan alat uji yang dipergunakan KPK saat ini dalam melakukan peyelidikan pekara pengadaan lahan RSSW  tersebut adalah  Pasal 2 (1) Undang Undang  31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberatasan tindak pidana korupsi

Supaya kita memahami  sekaligus menjawab pertanyaan kedua opini tersebut, apakah memang benar KPK hingga saat ini belum memilki alat bukti yang cukup untuk menetapkan Ahok sebagai tersangka ? Atau hanya akal akalan KPK  , ada udang dibalik batu.

Supaya tidak seuzon , maka kita akan menggunakan alat uji yang sama yang dipergunakan KPK  dalam penyelidikan kasus aquo, yakni Pasal 2 (1) Undang Undang  31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberatasan tindak pidana korupsi , yang berunyi sebagai berikut :

“ Setiap orang yang secara melawan  hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau  suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dari pasal 2 ayat (1) tersebut maka diketahui  unsur unsur sebagai berikut :

1.   Setiap orang

2.   Secara melawan hukum

3.   Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi

4.   Dapat merugikan keuangan negera atau perekonomian negara

Disini kita tidak akan menguji atau membahas seluruh unsur Pasal 2 (1) Undang Undang  31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001, tetapi dari empat unsur tersebut , kita hanya akan membahas unsur  utama saja yang biasanya sering digunakan  para hakim dalam pemeriksaan kasus korupsi di lembaga Pengadilan  menjerat  penyelenggara negara

Kita mulai dari unsur  ke empat  tentang kerugian negara atau perekonomian negara

Pada unsur keempat Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 jo UU 20/2201 ini , akan menguji apakah benar pada pengadaan lahan RSSW  yang dilakukan Pemprov DKI Tahun Anggaran 2014 , negara telah dirugikan atau perekonomian negara telah dirugikan ?

Namun sebelum kita masuk ke Wilayah pasal 2 (1) UU 31/1999 joUU 20 tahun 2001, maka kita akan kilas balik dulu mempertanyakan mengapa KPK tidak mau menggunakan LHP BPK dalam penyelidikannya . Pada hal dengan beralaskan LHP BPK tersebut , tentu mudah saja bagi KPK untuk menetapkan Ahok sebagai tersangka Korupsi pengadaan lahan RSSW.  Karena dalam LHP tersebut termuat sudah nyata nyata BPK sebagai lembaga resmi  menuding ada indikasi korupsi yang dilakukan Ahok dalam pengadaan lahan RSSW tersebut.

Pada  tahapan ini maka sepertinya sudah terjawab  pertanyaan opini  kedua bahwa KPK hanya beralaskan LHP BPK ,  sudah memiliki alat bukti cukup untuk menetapkan Ahok sbagai tersangka kasus pengadaan lahan RSSW, namun KPK enggan menindak lanjutinya. Disini opini  kelompok kedua menilai KPK Tebang pilih dalam memberantas Korupsi seolah olah terpenuhi.

Lalu kenapa KPK bersikukuh hingga saat ini KPK merasa belum  memilki alat bukti yang cukup untuk meningkatkan tahapan penyelidikan ke tahap berikutnya yaitu tahap prnyidikan  dalam pemeriksaan dugaan korupsi perkara pengadaan lahan RSSW ? Dengan kata lain hingga saat ini menurut KPK, perkara pengadaan lahan RSSW belum ada indikasi korupsinya.

"Selama ini kami belum naikkan (masih penyelidikan), karena belum ada yang mengarah ke tindak pidana korupsi, jadi belum ada ke arah sana," Ujar  Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan saat ditemui di Gedung KPK, Senin (29/2/2016).

Untuk mengetahui alasan kenapa KPK  tidak mau menindak lanjuti temuan BPK antara lain sebagai berikut :

Mari kita cermati  dulu  kronologis terbitnya Laporan hasil Pemeriksaan (LHP)  BPK yang sudah disampaikan langsung oleh BPK kepada KPK

Berawal dari ada audit Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)  Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK)  atas laporan keuangan pemerintah DKI Tahun anggaran  2014 yang menurut penilaian  Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) isinya terlalu  tendensius , lebih kepada krimanlisasi atas kebijakannya dalam pengadaan lahan RSSW yang beralamat di Jakarta Barat.

Kemudian  karena tidak terima atas kesewenang wenangan BPK, lalu Ahok melaporkan ketua BPK DKI Efdinal ke Majelis Kode Etik  instansi tersebut. Kasus ini berbutut panjang , yang akhirnya Efdinal dicapot dari jabatan Ketua BPK DKI pertengahan  Januari lalu.

Alasan Ahok melaporkan mantan pimpinan BPK DKI , Efdinal ke Majelis Kehormatan Instansi tersebut, karena sebelum terbitnya LHP BPK pemeriksaan APBD DKI Tahun Anggaran 2014 , terlebih dahulu telah terjadi tarik ulur antara Ketua BPK  Efdinal dengan Ahok selaku Gubernur DKI.

Efdinal selaku pimpinan BPK DKI ,  sebelumnya sudah menghubunginya Ahok melalui  Mantan Kepala Inspektorat DKI Jakarta Lasro Marbun,  Efdinal minta Pemprov DKI membeli  lahan milik kerabatnya yang letaknya persis di sebelah lahan RSSW yang sudah dibeli  Pemrov DKI dengan janji , bila Pemprov mau membeli lahan yang ditawarkannya, maka Efdinal berjanji akan mebuat “ Cantik “ laporan LHP BPK. Sebaliknya bila tidak , maka LHP BPK  tentang APBD DKI Tahun Aaggaran 2014 akan dibuat negatif dan akan di sebarkan ke publik.

Lalu ternyata Ahok tak gentar , ia menantang Efdinal “ Silahkan sebarkan ke Publik “ Ujar Ahok melalui  Lasro Marbun.

 Dan itulah yang terjadi

Kini nasi sudah menjadi bubur. Efdinal sudah terjungkal  dari jabatannya dari ketua BPK DKI dan Lasro Marbun pun turut terguling dari kursi Kepala Inspektorat DKI.  

Sesuai dengan njanji Efdinal, LHP BPK tentang APBD DKI yang seharus hanya diketahui  oleh institusi terbatas, kini tersebar ke berbagai media tulis dan elektronik. Dampak dari kisruh tersebut sepertinya merembet ke Institusi BPK.  Ini terbukti adanya oknum pegawai BPK yang ikut serta mengawal  Wakil ketua DPRD DKI Hi.lulung bersama sejumlah anggota DPRD DKI  melaporkan Ahok ke Komisi Pemberantasan Korupsi enam bulan lalu.

Tragis memang !!!

Ironis .  walaupun BPK adalah lembaga resmi dan besar sudah menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya tentang APBD DKI TA 2014  yang memuat  Ahok terindiasi melakukan korupsi pada perkara pengadaan lahan RSSW kepada KPK ,  Namun sepertinya KPK abai.

KPK menilai LHP BPK  buatan BPK cendrung lebih kepada rekayasa dalam mengkrimanlisai Pemprov DKI.  KPK menilai LHP BPK ,lebih hanyalah penyalaggunaan kewenangan dilakukan oleh Oknum oknum BPK. Akibatnya KPK tidak menggubris LHP BPK . Dan itu memang Hak KPK.  Tragis buat BPK

Untuk mencari kebenaran materiil  dalam kasus dugaan tidak pidana korupsi, KPK memang berwenang menilai apakah laporan yang didapat dari masysarakat termasuk LHP BPK akan dipergunakan sebagai bahan untuk melakukan penyelidikan  dalam kasus pengusutan  Lahan RSSW atau tidak , terserah KPK .

Setelah KPK mengetahui latar belakang kisruh Ahok dengan BPK tentang pengadaan lahan RSSW,  untuk menjaga ke objektiban pemeriksaan maka sekarang  KPK lebih memilih melakukan penyelidikan sendiri ketimbang menggunakan  LHP BPK .

Menurut KPK sekurang sudah 32 orang yang bersaksi terkait kasus pengadaan lahan RSSW.  Namun dari hasil penyelidikan KPK  tersebut ternyata hasilnya sangat bertolak belakang dengan Hasil Audit BPK.

"Selama ini kami belum naikkan (masih penyelidikan), karena belum ada yang mengarah ke tindak pidana korupsi, jadi belum ada ke arah sana," Ujar  Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan saat ditemui di Gedung KPK, Senin (29/2/2016).

Menurut penulis , Ini ada bagusnya.  Selama ini yang terjadi terutama di daerah yang jauh dari Jakarta, LHP BPK itu , bagaikan kitab dewa. Walaupun LHP hasil audit oknum BPK  dibuat ada unsur kepentingan dan tidak sesuai dengan fakta sebenarnya , maka penegak hukum seperti institusi kepolisian dan kejaksaan , mempercayai penuh bahwa LHP tersebut adalah seratus persen benar.

Tragis  memang akibatnya , sehingga tidak jarang pejabat yang terkena ulah oknum BPK tersebut , terpaksa mendekam di lembaga permasyarakatan ,  walaupun merasa tidak melakukan kesalahan.

Tapi lain di daerah lain pula di jakarta. Ahok dengan gagah berani melakukan perlawanan atas kesewenang wenangan oknum BPK yang  menyalagunakan kewenangannya , oknum yang melakukan perbuatan KKN,  mencoba mengkriminalisi kebijakan nya  selaku Gubernur DKI terkait  pengadaan Lahan RSSW .

Perlawanan Ahok berhasil . Perlawan Ahok memberantas pejabat KKN berhasil. Ini terbukti dengan terjungkalnya Ketua BPK DKI dari jabatannya . termasuk Ahok juga membersihkan jajaran nya yang terlibat KKN dengan mencopot kepala Inspktorat  DKI Larso Marbun dari kursi kepala Inspektorak DKI Jakarta.

Kasus ini mudah mudahan menjadikan pelajaran bagi  rekan rekan kita pegawai  KPK yang lainnya baik dipusat maupun  di daerah.    

Maka sampai disini terjawab sudah  alasan kenapa KPK  tidak mau menindak lanjuti temuan BPK.

Lanjut.

Kita kembali ke Pasal 2 (1) Undang Undang  31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001

Kita mulai saja dulu dari :

Unsur dapat merugikan keuangan negera atau perekonomian negara.

Dari berbagai fakta yang dihadirkan media bahwa menurut penulis  tudingan kerugian negara   dalam LHP BPK  pengadaan lahan oleh Prov terkait RSSW  adalah lebih pada kekeliruan. Kekliruan itu tidak terlepas dari kepentingan oknum BPK yang bermain main dengan tawarannya supaya Pemprov mau membeli lahan yang letaknya persis disebalah lahan RSSW  milik Pemprov. Karena tawaran itu tidak digubris Ahok, tentu  saja oknum tersebut tersinggung,  maka dengan kewenangan yang ada padanya ia membuat seolah olah pengadaan lahan RSSW oleh Pemprov bermasalah, Seolah olah lahan yang dibeli Premprov  kemahalan dan negara dirugikan tak kurang dari Rp. 191 Milyar.

Pertanyaannnya , Apakah benar hasil audit BPK tersebut atau hanyalah akibat kesewenangan oknum BPK yang membuat LHP tersebut.M

Mari  kita lihat perbedaan fakta dilapangan sebagaimana dimuat berbagai mdia masa sebagai berikut

 Menurut BPK
 Merugikan negara: Rp 191 miliar
 Dasar: Tawaran Grup Ciputra 2013 Rp 15 juta per meter persegi

Menurut AHOK
Dalam satu tahun ada kenaikan NJOP 400 persen.

BPK
Harga Kemahalan Rp 484 miliar
Dasar: NJOP Jalan Tomang Utara Rp 7 juta

AHOK
NJOP Sumber Waras ikut ke Jalan Kyai Tapa Rp 20 juta seperti tertera dalam akta yang diterbitkan Kementerian Keuangan.

Dari  fakta tersebut sebenarnya sederhana saja sumber kerugian negara Rp. 191 Milyar sebagaimana yang terdapat dalam laporan Hasil pemerikan BPK, karena BPK berpendapat lokasi lahan RSSW  beralamat di Jalan Kyai Tapa No. 1 Rt. 10 Rw 10 kelurahan Tomang kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat itu masuk dalam wilayah NJOP Tomang Utara yang ditetapkan sebesar Rp. 7 Juta permeter.

Sementara Pemprov DKI mengikuti penetapan NJOP Jl Kyai Tapa sebesar Rp. 20 Juta permeter sebagaimana tertuang dalam  akta penerbitan Kementerian keuangan R.I tentang besaran NJOP.

Jelas ada perbedaan nilai besaran NJOP yang dibayarkan  Pemprov DKI kepada pemilik tanah RSSW tersebut , kerena Pemprov  mengikuti ketentuan kementerian keuangan bahwa lahan RSSW yang dibelinya dari  Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) RSSW Jl Kyai Tapa NJOP nya sebesar Rp. 20 Juta permeter .  Artinya sampai disini Ahok ngak salah Ahok sudah membeli lahan RSSW tersebut sesuai dengan ketentuan pemerintah ( Kementerian Keuangan ) . Tentu saja ada perbedaan perhitungan anggaran yang dikeluarkan Pemprov yakni NJOP  Rp. 20 juta permeter dengan perhitungan BPKdengan NJOP Rp. 7 juta permeter. Selisih Nilai besaran itulah yang dihitung BPK sebagai kerugian negara

Sepertinya  BPK memaksakan kehendaknya seakan akan Pemprov membayar lebih mahal kepada pemilik lahan RSSW . Karena BPK bersikukuh lahan RSSW masuk dalam wilayah NJOP Jalan Tomang raya Utara dengan besaran Rp. 7 Juta permeter. Sementara Pemprov Keukeh mengikuti aturan Kementerian keuangan bahwa NJOP di jalan  lokasi RSSW  di Jalan Tapa adalah Rp. 20 Juta permeter.

Siapa yang paling benar dalam hal ini apakah BPK atau Pemprov DKI

Disinilah letak berawalnya kisruh pembelian lahan RSSW tersebut.

Logikanya tentu Pemprov yang benar, karena ia membayar sesuai dengan ketentuan pemerintah .

Namun BPK merasa  sebagai lembaga resmi dibidang pengawasan keuangan tak mau kalah. BPK merasa benar sendiri. Dengan kekuasaan yang ada padanya lalu BPK membuat LHP yang muat seolah olah Ahok terindikasi  Korupsi pengadaan Lahan RSSW.

Pertanyaan institusi  mana yang berwenang menetapkan JNOP. ?

Jawabnya , berdasarkan peraturan perundang undangan  kewenangan menetapan besaran NJOP adalah tugas  Dirjen Pajak yang nota bene adalah di bawah  kementerian Keuangan. Dengan kata lain kewenangan menetapkan besaran NJOP suatu wilayah adalah kewenangan Kemeterian keuangan bukan kewenangan BPKP.

 Disini bisa saja oknum BPK salah menafsirkan peraturan perundang undangan yang termuat dalam LHP BPK terkait APBD DKI Tahun Anggaran 2014

Oleh Karena LHP dinilai KPK dibuat oleh oknum dengan menyalagunakan kewenanganya, sewenang wenang, ..... berakibat fatal. LHP BPK akhirnya diabaikan dan dilecehkan KPK.

Berdasar uraian singkat tersebut, maka wajar KPK  memilih melakukan pemeriksaan sendiri dan hingga kini KPK belum menmukan unsur adanya tindak pidana Korupsi dalam pengadaan Lahan RSSW Jakarta Barat.

Dari uraian diatas sebenarnya KPK menilai sudah tepatlah Ahok selaku otorisator keuangan Pemprov DKI membayar lahan yang dibeli  Pemprov yakni RSSW dengan NJOP berdasarkan ketentuan kemeterian keuangan.

Artinya KPK menilai Ahok tidak terbukti melakukan perbuatan merugikan keuangan negara dalam pengadaan lahan RSSW di jakarta Barat sebagaiman dimaksud pada Pasal 2 (1) Undang Undang  31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidaka Korupsi .

Ini untuk menjawab opini pertama memang benar hingga saat ini KPK belum menemukan unsur tindak pidana korupsi dalam pengadaan Lahan RSSW Jakarta Barat. Sehingga KPK belum dapat meningkatkan tahap penyelidikan ke tahap penyidikan sebagaimana yang dinyatakan oleh Wakil Ketua Basaria Panjaitan.(29/2/2016)

Sampai disni Ahok Clear...

Akibat hukumnya dengan benar Ahok tidak terbukti merugikan keuangan negara, maka dengan demikian juga Ahok terbukti tidak menguntungkan siapa siapa, tidak menguntungkan Ahok sendiri, tidak mengutungkan orang lain dan Juga tidak menguntung  pemilik lahan yaitu  Yayasan Kesehatan Sumber Waras ( Koorporasi ) sebagaimana dimaksud Pasal 2 (1) Undang Undang  31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidaka Korupsi .

Disni Ahok benar , Ahok tidak merugikan keuangan negara atau perekonomin negara. Karena Ahok membayar harga tanah  adalah sesuai dengan  penetapan NJIOP oleh kemetrian keuangan. Sampai ............disini  Ahok Clear.  ,,,,,

Dari 4 unsur Pasal 2 ayat (1) Undang Undang 31  Tahun 199dalam  jo Undang undang No 20 tahun 2001, sebagaimana diuraikan tersebut diatas, maka tersisa dua unsur yaitu unsur  “setiap orang “ dan unsur “ melawan hukum “ .

Dengan tidak terbuktinya unsur ke tiga dan unsur ke empat yaitu terkait Kerugian negara dan juga tidak ada yang diuntungkan, maka serta merta unsur kesatu dan kedua akan kehilangan rohnya ( lumpuh )

Maka ini yang dimaksud KPK , bahwa setelah 32 orang dimitai keterangan, hingga kini KPK merasa belum cukup bukti untuk meningkatkan tahap pnyelidikan ketahap berikutnya yaitu Tahap Penyidikan

Dari urai singkat ini , penulis berharap sekedar menambah wacana kita bersama terkait sengkarut atau banyaknya   oponi terkait pengadaan lahan RSSW oleh Pemprov DKI

Dari uraian singkat in juga Kesimpulan sementara “ AHOK CLEAR “

Ada pepatah melayu yang tepat terkait kasus ini “ Jauh panggang dari Api menarik Ahok ke pusaran korupsi pengadaan Lahan RS Sumber Waras.

 

 Sumber :

Dirut RS Sumber Waras Tampik Hasil Audit BPK  

KPK Belum Temukan Bukti Dugaan Kasus RS Sumber Waras

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun