Beberapa minggu terakhir gebrakan Presiden Jokowi mewarnai pemberitaan diberbagai media seluruh tanah air, beliau tampak mulai mewujudkan mimpi-mimpi masyarakat Indonesia menjadi kenyataan. Pemerataan pembangunan kini bukan lagi sebatas wacana yang ditulis dan nantinya menjadi arsip kenegaraan yang bertumpuk disalah satu rak istana kepresidenan. Tahun 2016 menjadi tahun milik Jokowi (Jokowi’s year) karena sejarah baru mulai terukir bagian seluruh daerah dan masyarakat Indonesia yang belum terjarah. Pembangunan transportasi murah, kereta api di Papua, Kalimantan dan Sulawesi, serta usaha Presiden yang hendak menjadikan Plabuhan Sorong yang terletak di Papua Barat menjadi Pelabuhan Internasional merupakan langkah konkrit Kabinet Kerja Jokowi.
Badai pujian dan dukungan dari masyarakat dan tokoh ini menjadi salah satu factor penting dalam mendukung terobosan beliau yang tengah diuji kekonsistenannya ditengah berbagai tekanan dari pihak-pihak yang kebakaran jenggot atas usahanya. Alasan yang mendasar dibalik badai pujian dan dukungan ini adalah kebosanan masyarakat akan tingkah pemerintah yang lebih banyak berjanji dari pada bukti nyata dalam kehidupan mereka, sehingga kehadiran Jokowi menjadi angin segar dalam kondisi kritis mereka sekarang ini. Keunggulan yang dimiliki oleh penggagas revolusi mental ini adalah tidak mudah terpengaruh oleh berbagai macam teriakan kontroversi baik dari lawan politik maupun pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan langkahnya yang boleh dibilang sangat berani dan tanpa takut menanggung resiko besar sekalipun.
Hal yang membuat saya terharu adalah ketika beliau memfokuskan penggunaan APBN untuk pembangunan Indonesia Timur yang lebih membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah pusat atas keterbelakangan pembangunan selama ini. Mengapa Jokowi nekat mengambil keputusan ini, sementara pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung harus mengutang keluar negeri? Banyak orang mempersoalkan hal ini dengan alasannya masing-masing, meski dasar dari usaha penolakan mereka tidak relevan akan berdampak pada proses pembangunan yang tengah berjalan.
Indonesia adalah Negara yang subur, ini bukan lagi sebatas wacana tetapi fakta. Sebagian besar kekayaan Indonesia itu ada di Indonesia Timur, selama ini asset ini dipandang sebelah mata karena belum dikelolah secara maksimal dan Jokowi ingin meretas stigma ini. Apalah artinya utang  sekecil itu jika kekayaan Indonesia yang bernilai triliunan kali lipat dari utang luar negeri sekarang dikelola dengan baik.
Dampak jangka panjang terobosan Jokowi
Ditengah usaha pemerintah memsosialisasikan upaya bela Negara bagi seluruh masyarakat Indonesia, ada satu hal yang menjanggal sehingga banyak menuai kontroversi didalamnya. Usaha ini akan menjadi sia-sia jika target utamanya hanya untuk membangun kesadaran warga Negara Indonesia akan ancaman dari berbagai pihak yang ingin menghancurkan keutuhan NKRI, sementara belum ditemukan solusi yang paling efektif mencegah upaya-upaya tidak bertanggungjawab ini. Jokowi, entah sadar atau tidak pergerakannya sekarang merupakan solusi jitu menjawab ketakutan dan kegelisahan kita selama ini.
Usaha jokowi yang paling mencolok dan lebih mengarah kepada persoalan ini adalah meningkatkan dan mengembangkan pembangunan pada daerah yang sensitive, Papua. Perlu diakui bahwa tindakan Indonesia selama ini bukanlah hal yang tepat jika ingin mengamankan bumi Papua dengan cara keras atau militer karena sama saja mereka merasa seperti belum merdeka dan merasa masih dijajah di negaranya sendiri. Padahal jika kita bijaksana, langkah yang paling tepat adalah merefleksikan diri tentang apa sebenarnya motif dibalik usaha mereka ingin pisah dari NKRI.
Jokowi rupanya salah satu dari sekian banyak orang itu, meski ia hanya seorang Insinyur tetapi ia cerdas melihat persoalan Papua yang sebenarnya tidak terlalu kompleks seperti yang kita pikirkan. Sangat sederhana, menjalankan kehidupan normal tanpa diawasi dengan persenjataan lengkap dan menikmati kehidupan yang layak seperti kebanyakan daerah seluruh daerah di Indonesia.
Sehingga jelas, dengan upaya memeratakan pembangunan dengan Indonesia Timur menjadi fokus utama akan berdampak positif terhadap cara pandang mereka tentang profil Indonesia yang sebenarnya dan harapannya adalah mereka akan berpikir panjang jika ingin hengkang dan memerdekakan diri dari NKRI. Ini akan berdampak positif dalam mempersempit ruang gerak oknum-oknum yang menjadi mereka sebagai sarana pelancar kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Satu hal yang sangat disayangkan adalah mengapa sosok seperti Presiden Jokowi ini baru muncul dipermukaan ketika Indonesia sudah cukup lama menderita, dan menjadi korban penjajahan dinegaranya sendiri. Jokowi, orang hebat yang kedatangannya sudah lama dinantikan.
Surabaya, 03 Februari 2015