Mohon tunggu...
Andi Andur
Andi Andur Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Seorang pemimpi yang berharap agar tidak pernah terbangun dari tidur...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Tradisi Bakar Batu, Warisan Budaya Papua yang Awet Terjaga

8 Januari 2016   11:51 Diperbarui: 8 Januari 2016   19:19 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Susana pagi yang tenang dan damai, ya itulah gambaran yang pas untuk lokasi Pondok Gunung Tabor, Malang. Semak hijau yang subur akibat hujan selama beberapa hari sebelumnya tidak memudarkan keindahan bangunan dari coran semen yang dipadukan dengan bambu-bambu tanpa dicat membuatnya semakin menyatu dengan alam. Bunyi riak air sungai di bawah kolong jembatan semakin menyempurnakan nuansa alami yang awet dan menarik dinikmati. Dari jauh terdengar bunyi-bunyi serangga dan burung-burung yang melompat kian kemari di atas dahan tumbuhan hutan. Kami melangkah menyusuri bagian-bagian terindah di area out door itu. Derai tawa, sobat-sobat baik yang bergabung dalam Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Puncak Jaya (IPMAPUJA) semakin menghangatkan suasana. 

Sesampainya di area terluas kompleks Gunung Tabor, kami disambut oleh senyum ramah sekelompok pelajar dan mahasiswa asal Papua yang adalah tuan rumah penyelenggara Natal bersama tahun ini (2015). Di samping tempat mereka berdiri, terdapat tumpukan kayu bakar yang membungkus batu-batu kali yang akan digunakan sebagai komposisi utama prosesi bakar batu, adat asli Papua di tanah Jawa. Tanpa berpikir panjang sobat-sobat saya langsung menjalankan tugasnya. Menggali lubang, menyembelih hewan yang hendak dimasak, mengumpulkan alang-alang dan daun pisang, serta membakar tumpukan batu yang diselimuti kayu bakar itu.

Bakar Batu

Sebagai satu-satunya orang di luar IPMAPUJA, saya hanya bisa melihat dan sekali-sekali membantu mereka menyiapkan bahan-bahan yang mereka perlukan. Hal yang paling menarik menurut saya adalah kekompakan, kegigihan serta kebersamaan yang ada dalam diri para pemuda dan pemudi asal Papua ini. Mereka mengerjakan segala sesuatunya tanpa menegeluh dan tidak ada yang menyuruh. Tetapi semuanya lancar, tiba-tiba saja semuanya telah siap. Ternyata setelah dicari tahu, pemahaman akan adat dan budayalah yang membuat mereka sadar akan berbagai kebutuhan yang diperlukan dalam prosesi bakar batu ini.

Bakar Batu sendiri merupakan sebuah tradisi nenek moyang yang diwariskan secara turun-temurun di Papua. Tradisi ini adalah sebuah upacara memasak tanpa api tetapi memanfaatkan panas batu yang sudah dibakar untuk memasak. Konon katanya tradisi ini ada karena perlengkapan atau alat untuk memasak masih sangat jarang atau belum ada sama sekali sementara evolusi menyebabkan bahan makanan sudah tidak bisa dimakan mentah. Adapun keuntungan yang diperoleh dengan melakukan bakar batu ini di mana kita bisa menghemat waktu memasak untuk acara-acara besar yang dihadiri oleh banyak orang. 

Jika Anda di posisi saya pada prosesi ini mungkin akan merasa kagum dan terheran-heran dengan apa yang bisa dihasilkan dari prosesi ini. Dalam sekali bakar batu kita bisa memasak berbagai variasi makanan, seperti pada acara ini yang dimasak adalah ubi talas, jagung muda, sayur-sayuran dan daging babi yang berukuran besar. Gambarannya kira-kira seperti ini. Pertama, pada lubang yang kira-kira berdiameter 1 meter dengan model seperti kawah gunung berapi atau piramida terbalik disusun alang-alang hingga tanah tertutup. Kedua, batu-batu yang telah dibakar lalu disusun rapi di sekitar dinding lubang kemudian disimpan ubi dan jagung di atasnya. Ketiga, setelah ubi dan jagung selesai disusun selanjutnya ditutupi dengan dedaunan dan sayuran kemudian ditaruh batu panas di atasnya. Setelah itu, daging babi yang telah disembelih disimpan di atasnya dan di sekelilingnya ditaruh batu-batu panas. Langkah terakhir adalah menutup semua bahan yang telah disusun dengan daun pisang hingga matang.

Satu hal yang harus diingat adalah hanya orang-orang yang berpengalaman yang bisa menaksir bahwa semuanya bisa matang dengan sangat sempurna, sehingga orang-orang muda asal Papua ini adalah contoh yang patut ditiru soal pengalamannya dalam berbudaya, terutama dalam menjaga kelestarian adat asli daerah asal mereka.

Dan kesemuanya itu berakhir, ketika uap yang mengantarkan harum bumbu-bumbu khas Indonesia Timur membubung tinggi, sorak-sorai burung di atas dahan bambu seolah turut menikmati hidangan makan siang yang nikmat untuk segera disantap. Keletihan dan segala rasa capek hilang begitu saja terbawa arus sungai yang berkilauan memantulkan sinar matahari bak permata. Bakar Batu, Best of The Best....

Terima Kasih kepada rekan-rekan dan keluarga besar IPMAPUJA yang telah memberi saya kesempatan untuk berasama-sama menikmati hidangan bakar batu ini, kalian luar biasa.

Pondok Gunung Tabor, Tumpeng Malang...

[caption caption="Bakar Batu, Tradisi Asli Papua yan Masih Awet"][/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun