Mohon tunggu...
An Diana Moedasir
An Diana Moedasir Mohon Tunggu... -

a mother of 2, a tea addict and coffeeholic, freelance writer and blogger

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja Retak di Ujung Lembayung

28 Mei 2012   12:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:40 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Jadi menurutmu, lebih baik menjadi selingkuhan atau istri muda?" tanya Saskia sambil mengisap Marlboro favoritnya. Aku tercekat. Sudah kuduga dia akan bertanya seperti itu.

"Apakah aku harus menjawabnya, Kia?" tanyaku retorik.

Saskia tertawa mencibir. "Rosa sayang, kamu tahu bagaimana hubunganku dengan Iwan. Kamu juga tahu bagaimana insting seorang istri bila suaminya mempunyai kekasih yang lain. Seandainya aku hanya dijadikan mainan oleh Iwan, tak mungkin Intan sedemikian posesifnya. Iwan bilang, Intan berubah drastis dalam tiga bulan ini. Persis usia hubunganku dengan si Accounting Manager itu.

"Intan mendadak sering meminta Iwan pulang cepat. Padahal sebelumnya sangat cuek. Intan menjadi lebih manja. Padahal Iwan tahu bahwa istrinya itu sangat mandiri. Intan sempat meradang ketika mengetahui Iwan punya kemeja baru. Tahu dong apa pertanyaannya?

"Rosa, Iwan pernah bilang padaku bahwa dia tak bisa menjanjikan apa pun. Aku juga tak butuh janji. Aku membiarkan semuanya berjalan alami. Mana pernah aku bercita-cita menjadi orang ketiga dalam sebuah hubungan? Ngerebut pacar orang aja kan gak pernah. Lah ini? Sekarang? Mengapa aku harus jatuh cinta pada pria yang jelas-jelas milik orang lain. Statusnya suami orang. Bukan pacar atau tunangan. Sinting kan?

"Aku tak pernah membayangkan itu, Ros. Semua terjadi begitu saja. Aku sendiri tak mengerti," Saskia menggeleng sambil menyalakan rokok ketiganya.

Aku membuang pandangan ke luar jendela. Hujan di Depok ini menyebalkan. Hatiku beku. Juga pikiranku. Iwan adalah sepupuku. Dia juga menceritakan hal ini tepat sebulan kedekatannya dengan Saskia. Mereka berkenalan di acara ulang tahun Alex, anak sulung Iwan. Kepalaku berdenyut. Seharusnya aku tak mengenalkan mereka. Tetapi, kalau bukan aku, mungkin orang lain yang akan melakukannya. Garis takdir Tuhan tak akan meleset. Begitu?

Tetapi mengapa harus Iwan? Mengapa harus Saskia, sahabatku sejak SMP? Aku menggigit bibir bawahku. Rasa bersalah pada Intan membuat nyeri hatiku. Tapi apa dayaku? Apa kuasaku terhadap perasaan mereka semua?

"Rosa? Kamu mikir apa? Ngerasa bersalah?" tanya Saskia mengejutkan. Aku langsung menggeleng.

"Kamu gak pandai berbohong, Manis. Udah deh, santai aja. Aku sendiri gak terlalu mikirin. Hanya saja, aku memikirkan dua alternatif. Pertama dan kedua tentu kamu tahu semua.  Itu yang kutanyakan tadi," Saskia menyeruput kopi kahluanya dan langsung tersedak. Aku mengerenyitkan dahi. Kuikuti ekor mata Saskia dan melihat Intan. Dia tak sendiri.

Tampak mesra. Aku menelan ludah. "Pak Jacob?" desisku.

----

~aksara yang terserak di sudut jiwa.~

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun