Oleh: Andi Muhammad Yusuf Bakri, S.HI., M.H.
(Hakim Pengadilan Agama Maros)
Signal bagi pembentuk undang-undang agar jabatan hakim diatur tersendiri dalam satu undang-undang sesungguhnya sudah sangat jelas sejak era UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945. Hanya kealpaan bersama seluruh anggota DPR RI dari periode ke periode yang bisa menjelaskan mengapa sampai usia konstitusi yang ke-70 belum juga dibentuk Undang-Undang Jabatan Hakim.
Penjelasan Pasal 24 dan 25 UUD 1945 (pra amandemen) menyebutkan:
“Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim”.
Penjelasan Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945 tersebut saat ini sudah tidak ada seiring dengan ditiadakannya bagian penjelasan pada UUD hasil amandemen. Ada lima prinsip yang disepakati bersama oleh anggota MPR RI sebagai koridor dalam melakukan amandemen selama periode 1999-2002, salah satunya adalah penjelasan UUD 1945 ditiadakan dan hal-hal normatif dalam penjelasan dimasukkan ke dalam pasal-pasal.[1]
Menarik bahwa pasca amandemen konstitusi, tidak ditemukan satupun pasal dalam UUD Negara RI Tahun 1945 yang secara redaksional sama dengan penjelasan Pasal 24 dan 25 UUD 1945, khususnya klausul “...Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim”.
Jika dirujuk kepada butir kesepakatan anggota MPR bahwa hal-hal normatif dalam penjelasan dimasukkan ke dalam pasal-pasal, maka dengan tidak adanya pasal baru yang secara redaksional sama dengan Penjelasan Pasal 24 dan 25 UUD 1945, berarti substansi atau materi muatan penjelasan pasal tersebut dipandang tidak mengandung suatu norma tersendiri yang perlu dipindahtempatkan ke bagian batang tubuh, melainkan murni penjelasan terhadap pasal yang sudah ada dalam batang tubuh. Atau kemungkinannya bahwa hal normatif yang terkandung dalam penjelasan pasal tersebut sudah termuat pada pasal atau pasal-pasal pada batang tubuh, sehingga tidak diperlukan pasal yang baru untuk mengakomodir.
Pertanyaannya, pasal yang manakah di dalam UUD Negara RI Tahun 1945 (pasca amandemen) yang menurut perumus perubahan UUD 1945 telah memuat substansi normatif penjelasan Pasal 24 dan 25 UUD 1945, sehingga tidak diperlukan membentuk satu pasal baru sebagai konsekuensi ditiadakannya Penjelasan Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945 tersebut?
Ada 2 pasal dalam UUD Negara RI Tahun 1945 (pasca amandemen) yang cukup identik dengan penjelasan Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945 tersebut, yaitu:
Pasal 24A ayat (5):