Mohon tunggu...
Andi Trinanda
Andi Trinanda Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Cuma orang biasa yang ikutan nimbrung memberikan opini tentang berbagai dinamika dan realitas keseharian. Semoga media kompasiana ini bisa menjadi media berbagi informasi dan komunikasi yang produktif dan konstruktif. Jika berkenan anda bisa bersilaturahmi di hompages saya : http://www.andi-trinanda.co.nr

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kemenangan Foke atau Jokowi : Masyarakat Jakarta Harus Berbesar Hati

10 September 2012   12:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:40 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="565" caption="Foto : Tribunnews"][/caption] Masyarakat Jakarta kini menanti pilgub putaran kedua. Masyarakat Jakarta pasti berdebar-debar, siapa yang akan menjadi pemenang kandidat calon gubernur – wakil gubernur DKI periode 2012 – 2017 mendatang.

Kita berharap, siapapun pemenangnya, masyarakat Jakarta haruslah berbesar hati. Setiap kompetisi pasti ada anti klimaks. Siapa yang menjadi pemenang dari pertarungan sengit Jokowi dan Foke tersebut. Apapun hasilnya, ini merupakan kemenangan masyarakat Jakarta yang menuntut ekspektasi atau harapannya terhadap perubahan di DKI Jakarta ke arah yang lebih baik.

Kita percayakan kepada KPUD dan panitia pengawas pemilu agar bekerja sesuai dengan mekanisme dan sistem pesta demokrasi itu dalam koridor UU pemilikada DKI secara obyektif dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokratis-transparansi secara fair.

Dengan melihat hasil di putaran pertama, maka di putaran kedua-pun, keduanya diprediksi juga tidak akan menang secara mutlak (apakah itu Jokowi maupun Foke). tidak adanya kemenangan yang signifikan dalam putaran pertama lalu itulah bisa diprediksi pilgub DKI 20 september 2012 mendatang, akan menjadi magnet politik kuat bagi pemerintah pusat maupun seluruh pemerintah daerah untuk bersama-sama menyaksikan secara seksama, dan menimbang secara politik, apa implikasi sosial dari hasil pertarungan putaran kedua pilgub di Ibu kota negara yang melibatkan dua arus kekuatan besar massa yang selama ini (dalam kampanye) saling tuding dan saling benci satu sama lainnya itu.

Tingginya tensi politik terkait dengan prediksi tidak adanya kemenangan mutlak itu, maka bukan mustahil akan menyebabkan situasi dan kondisi sosial politik Jakarta dalam posisi ketidak-menentuan. Walaupun masyarakat Jakarta mengklaim dirinya sebagai pemilih rasional, akan tetapi jika melihat psikologi dan budaya politik massa, ditengah iklim ketidakdewasaan berpolitik di zaman demokrasi liberal ini, maka rasionalitas pemilih itu, bisa saja pada akhirnya terbungkus oleh irrasionalitas sikap dan perilaku ketidakpuasan melihat hasil pemilu akibat keyakinan yang membabi buta karena merasa super optimis akan kemenangan yang akan diraih. Disitulah letak zona kritis dari pemilukada DKI yang sesungguhnya.

Dalam konteks ini, walaupun Polda Metro Jaya, bersama KPUD beserta calon Gubernur dari masing-masing kandidat sudah menyatakan komitment politik untuk pemilu damai, massa pemilih, tetap saja berada dalam realitas situasi atau ruang ketidakmenentuan.

Hal tersebut dikarenakan pertama, putaran ke kedua ini merupakan anti klimaks keluarnya seluruh energi dan kerja politik para pendukung dan simpatisan. Karena anti klimaks, maka chaovinisme kemenangan politik masing-masing calon setidaknya akan mengurangi semangat fair play masing-masing calon juga. Akibatnya siapapun yang akan kalah dalam putaran ke kedua nanti, dipastikan akan tidak puas dan akan menggugat dalam berbagai bentuk. Baik dalam bentuk gugatan formal, maupun gugatan emosial yang dibarengi dengan tuduhan-tuduhan kecurangan. Sesuai dengan fakta empiris dimanapun di daerah, pasca pemilukada, kecenderungannya akan berakhir dengan sikap dan perilaku politik seperti itu.

Kedua, fakta politik dimanapun pemilukada di Indonesia, para ”bandar politik” dan “pemilik modal” yang kalah dalam pemilu, akan dengan serta merta menjadi provokator ulung yang akan berupaya merubah konstelasi dan peristiwa politik pasca pemilu agar sedikitnya ”tidak menguntungkan” situasi politik bagi pemenang pemilu. Apalagi situasi tersebut menggunakan radikalisasi politik stigmatisasi dan radikalisasi politik massa. Kedua massa pemilih akan di fait a compli untuk berada dalam posisi yang secara krtitis saling berhadapan dan akhirnya ”target chaos” bisa dilaksanakan sesuai dengan selera sang provokator.

Ketiga, calon Gubernur yang kalahdipastikan akanmelakukan tindakan pasif untuk melakukan ”pembiaran” bagi para pendukung dan simpatisannya dalam melakukan kompensasi politik sesuai dengan sikap dan perilaku politiknya. Padahal seharusnya, baik bagi calon Gubernur yang menang dan terutama yang kalah, keduanya adalah pihak yang paling bisa menentukan bagaimana seharusnya mereka melakukan komunikasi publik terhadap masing-masing konstituennya. Hal tersebut secara empiris terjadi, karena pihak yang menang biasanya akan berbicara layaknya seorang ”Nabi” (pihak yang paling bijaksana dan paling santun dalam merespons hasil pemilu), sementara pihak yang kalah biasanya akan berbicara layaknya sebagai pecundang yang kekalahannya disebabkan karena masalah politik uang dan kecurangan-kecurangan lainnya.

Dalam konteks inilah komitment pemilu damai oleh masing-masing kandidat mutlak di realisasikan bukan hanya dalam tataran retorika pada saat pelaksanaan pemilukada saja, tapi juga pada saat hasil pemilukada tersebut usai diumumkan dan menghasilkan pemenang. Tentu saja, asumsi dan komitment politik tersebut bersandar sepenuhnya pada pelaksanaan pemilukada yang dilaksanakan secara fair, adil dan demokratis.

Pada akhirnya, mudah-mudahan ketiga hal tersebut diatas, tidak terjadi. Jika tidak terjadi, maka kesimpulannya pemilukada di DKI menjadi layak sebagai etalase demokrasi bagi daerah-daerah lainnya di Indonesia.

Selamat bagi siapapun pemenang dalam Pligub putaran kedua. Ya Foke atau Jokowi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun