Masalah Ahok yang awalnya diduga menistakan Al Qur'an kemudian meluas menjadi menistakan agama, beritanya menyebar dan disebar ke saentro negeri. Belakangan ada menyebut menjadi menistakan ulama, karena dianggap yang menyampaikan ayat-ayat adalah para ulama. Walau kalau dalam konteks Pilkada yang banyak menggunakan adalah para tokoh politik.
Kasus tersebut sangatlah menguras energi karena di satu pihak merasa tidak salah (namun sudah meminta maaf jika dianggap bersalah) namun di pihak lain tetap menuntut agar Ahok harus dihukum bahkan ada yang mengancam akan membunuh. Artinya ada yang belum bisa memaafkan.
Masalah ini sudah ditangani secara hukum oleh polisi bahkan Kapolri menyanggupi akan bertindak secara obyektif dan gelar perkara akan dilakukan secara terbuka. Belakangan ada yang keberatan gelar perkara dilakukan secara terbuka, entah kenapa, lha wong mau ditunjukan suatu kejadian yang sebenarnya kok malah keberatan.
Indonesia indah karena keberagaman, Indonesia indah karena kerukunan. Daripada semua pihak menghabiskan energi, kenapa tidak ditempuh langkah Tabayyun. Tabayyun dari segi bahasa memiliki arti mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya. Dari segi istilah adalah meneliti dan menyeleksi berita, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah, baik itu dalam hal hukum, kebijakan, sikap dan sebagainya hingga jelas benar permasalahannya. Tabayyun dianggap jalan yang baik untuk mencegah salah paham, permusuhan, prasangka buruk bahkan pertumpahan darah.
Untuk melakukan Tabayyun diperlukan kebesaran hati dan kepala dingin, saya yakin para ulama, kyai dan habaib memiliki kapsitas lebih untuk itu. Ibaratnya masing-masing pihak saling mengosongkan gelas kemudian mendengar penjelasan dari pihak pelaku maupun yang merasa menjadi korban.
Dalam Al Qur'an surat Al Hujurat Ayat 6 disebutkan :
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan menyesal atas perbuatanmu itu.”
JikaTabayyun sudah dilakukan selanjutnya adalah Islah yaitu memperbaiki, mendamaikan, dan menghilangkan sengketa atau kerusakan. Dilakukan agar permasalahan berakhir menjadi damai atau bisa disebut rekonsiliasi.
Jadi Tabayyun dan Islah Nasional bisa menjadi alternatif agar bangsa kita tidak capek memikirkan kasus tersebut. Masing-masing pihak juga bisa interospeksi diri agar ke depan jangan sampai ada konflik yang melibatkan agama lagi.
Apakah mungkin hal tersebut dilakukan? Semua serba mungkin jika ada niat dan keinginan. Tugas ulama, kyai, dan habaib adalah memberi kesejukan pada umat, tentu mereka tidak akan keberatan. Nah bagaimana dengan para tokoh politik yang punya kepentingan agar kasus tersebut tetap membara?? Jika yang dipikirkan adalah kesatuan bangsa dan negara tentu hal tersebut tidak jadi masalah, tinggalkan dulu politik, tinggalkan dulu kepentingan berkuasa, saatnya memikirkan persatuan bangsa Indonesia tercinta.
Salam hangat...