Mohon tunggu...
Andi B. Wirastomo
Andi B. Wirastomo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Andi B.W. Lahir dan besar di Jogja. Lulus dari Jurusan Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Suka olah raga. Tertarik pada perlindungan binatang, masalah sosial, dan pendidikan. Email & FB : wild.jaws5@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mitos Pulung Gantung di Gunung Kidul dan Kisah Sedih Pelarian Majapahit

17 Oktober 2015   12:47 Diperbarui: 4 April 2017   17:35 7195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendampingan rohani dan sosialisasi sudah sering diadakan dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat namun fenomena bunuh diri tetap terjadi. Misteri yang melingkupi sepertinya masih susah untuk dijelaskan penyebabnya. Sebagai orang beragama kita tentunya juga percaya dengan adanya makhluk dari alam lain, sebagai orang yang pernah bersekolah kita juga dituntut untuk berpikir mengedepankan logika.

Sesepuh desa dan mahasiswa asal GK yang saya tanya juga tidak bisa menjawab secara pasti penyebab pulung gantung ini. Mereka hanya mengatakan kronologi mulai dari rumah yang kejatuhan pulung gantung yang berbentuk bola api hingga penghuninya bunuh diri, namun tidak bisa menjelaskan penyebab atau asal-usulnya atau minimal kisah dibalik peristiwa itu.

Pencarian saya sedikit terjawab justru ketika adik saya yang mempelajari falsafah Jawa dan kenal dengan seorang sesepuh yang tinggal tak jauh dari komplek makam raja-raja Mataram, beliau cukup paham sejarah Gunung Kidul. Sebut saja namanya Pak Harto. Saya mencoba  menggabungkan logika ilmu pengetahuan dengan sisi budaya dan sejarah. Pak Harto bercerita bahwa dulu ketika ada pergolakan Kerajaan Majapahit dengan Demak para punggawa kerajaan, prajurit, dan rakyat yang setia terhadap Raja Brawijaya V melarikan diri ke arah Gunung Kidul. Mungkin karena daerah tersebut waktu itu daerah terpencil dan susah dijangkau sehingga dianggap aman untuk melakukan persembunyian.

Sebenarnya saya sedih mendengar lanjutan cerita dari sesepuh tersebut karena seperti membuka luka lama antara perseteruan dua kerajaan yang pernah terjadi di Jawa waktu itu. Namun inilah sejarah yang pernah terjadi. Lanjut ke cerita, para pelarian tersebut sebagian berhasil menjangkau GK dan sebagian lagi tewas dalam perjalanan. Raja Brawijaya V yang memimpin pelarian dan memiliki kesaktian tinggi kemudian bersemadi di Pantai Ngobaran kemudian melakukan muksa, menghilang bersama raganya untuk menghadap Yang Maha Kuasa. Para pengikutnya yang berusaha muksa ternyata tidak mencapai tingkat sempurna sehingga berubah menjadi jenglot, atau manusia berwujud kecil setinggi boneka namun dipercaya masih hidup dengan meminum darah.

Faktanya memang ditemukan banyak jenglot di pesisir pantai selatan. Pengikut lain yang tidak memiliki kesaktian merasa sedih, putus asa dan frustasi karena ditinggal pemimpinnya dan merasa sudah kalah perang kemudian melakukan gantung diri masal. Mungkin gantung diri juga dianggap jalan terbaik untuk mengakhiri hidup karena kerajaan sudah jatuh ke pihak musuh, lebih baik mati bunuh diri daripada harus mati di tangan musuh yang mengejarnya.

Dari sini terkuak, bahwa dulu pernah ada peristiwa gantung diri masal. Peristiwa gantung diri masal ini menimbulkan energi negatif yang besar, yang masih ada hingga sekarang dan berputar-putar di atas wilayah GK dalam wujud bola api berwarna merah dan siap mencari korbannya. Jadi pemicu bunuh diri dengan cara menggantung tersebut adalah kumpulan roh atau energi yang terbentuk dari peristiwa bunuh diri masal ratusan tahun lalu yang bisa mempengaruhi psikis seseorang untuk melakukan hal serupa. Dari sisi agama sering dianggap bahwa roh orang yang bunuh diri tidak diterima di alam akhirat dan masih berkeliaran di dunia. Dari sisi ilmu pengetahuan, James Prescott Joule menyebutkan bahwa : Energi tidak bisa diciptakan ataupun dimusnahkan namun bisa berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain.

Apakah semua pelarian Majapahit tersebut gantung diri? Tidak. Masih banyak pelarian Majapahit yang bertahan dan melanjutkan hidup, mereka banyak tinggal di Kecamatan Nglipar dan Karangmojo. Faktanya memang banyak warga GK yang mengaku keturunan Majapahit dan ada juga yang beragama Hindu walau jumlahnya tidak banyak. Disana ada sebagian masyarakat yang berkulit putih bersih, beda dengan orang Jawa pada umumnya. Nah mereka yang berkulit putih itu dipercaya keturunan dari para selir raja yang berasal Negeri Campa (sekarang Vietnam).

Mengenai benar tidaknya cerita dari Pak Harto saya tidak bisa memastikan karena memang tidak pernah tertulis dalam buku sejarah. Namun kisah bunuh diri masal saya rasa cukup masuk akal dihubungkan dengan fenomena pulung gantung, setidaknya ada kisah yang mendasari di balik semua peristiwa itu. Salam...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun