Bontocani Dalam Kontestasi PolitikÂ
Banyak di antara kita yang anti terhadap politik, ya bagaimana tidak saat ini politik di asosiasikan dengan prilaku korupsi. Sayangnya tidk banyak pula di antara kita yang memahami bahwa justru dengan kita anti terhadap politik sama artinya dengan melanggengkan cara kerja politik yang kotor selama ini. Setidak tidaknya sikap toleransi kita hapuskan terhadap prilaku politisi yang korup, ada banyak partisipasi yang bisa kita lakukan dalam mendorong prilaku itu keluar dari bingkai politik, contohnya adalah dengan menjadi pemilih yang cerdas.
orang-orang yang mengajukan diri sebagai Caleg pada dasarnya ialah orang yang menyadari dirinya memiliki kapasitas, gagasan dan representatif, serta memiliki niat baik untuk mewujudkan gagasan itu lewat jalur politik di bangku legislatif.
Saya sangat bersyukur di kecamatan Bontocani selalu banyak orang yang menawarkan dirinya untuk mewakili kita, mereka yang menyatakan siap menjembatani seluruh harapan masyarakat agar tersampaikan di pemerintahan. Ya, tentu kita sama-sama berharap bahwa niat dari setiap calon ini bukan di dasari atas dorongan hawa nafsunya untuk meraih fasilitas dan jabatan semata.
Kita sama-sama sepakat bahwa pada dasarnya politik merupakan alat bagi manusia dalam mencapai tujuan, tujuan untuk memperoleh kesejahteraan dalam bermasyarakat. Oleh karena itu penting bagi kita melihat kualitas kompetensi setiap calon. Disini penulis akan mencoba menggambarkannya dlm bentuk analogi bahwa ketika kita ingin membeli sebuah kendaraan, yang menjadikan kita memilih untuk membeli kendaraan itu adalah kualitas yang dimiliki, dan untuk mengetahui kualitasnya tentu kita harus tahu dan lihat dulu bagaimana spesifikasi yang dimiliki kendaraan tersebut. Kita tentu tidak akan membeli sebuah kendaraan yang pada dasarnya kita tidak paham dan tidak pernah melihat bagaimana bentuk dan kualitas kendaraan tersebut, sebab jika itu dilakukan maka tidak menutup kemungkinan kendaraan yang sudh kita beli ternyata diluar dari apa yang kita harapkan. Maka jika sosok yang lahir tidak sesuai yang di harapkan atau tidak mampu menjalankan tanggung jawabnya dengan baik maka cita-cita kesejahteraan lewat jalur politik itu tidaklah mungkin tercapai.
Itulah idealnya yang perlu di tunjukkan oleh para calon namun sayangnya yang kita saksikan hanya spanduk yang betebaran di sepanjang jalan bertuliskan nama foto dan nomor urut calon, sekilas tidk ada yang salah tetapi sangat mengganggu pengelihatan. Kalau saja yang di pertandingkan adalah spanduk siapa yang paling keren maka saya dan kita semua akan mudah menentukan pilihan
Sebagai pemilih kita harus lebih selektif dalam menentukan pilihan jika ingin mendapatkan seorang wakil yang benar, sudah saatnya kita meninggalkan cara berpolitik yang bermuara pada kerusakan, seperti yang paling sering terjadi adalah money politik ataupun janji-janji politik yang tidak jelas bagaimana mereka mampu mewujudkannya.
Penulis kerap kali membayangkan lahirnya satu sosok figur yang menciptkan skema politik yang berbeda dari sebelumnya, dimana masyarakat dengan senang hati memperjuangkan membantu bahkan memberikan sumbangan modal kepada mereka yang mampu dan mau menghibahkan dirinya untuk mewakili kita, sehingga rasa tanggung jawab setelah menjabat meningkat 2 kali lipat dari biasanya sebab dia lahir murni dari perjuangan masyarakat bukan atas hasil pembagian amplop, minyak goreng, gula pasir dan sebagainya. penulis menilai bahwa ini bukan suatu hal yang mustahil selama sosok tersebut adalah orang yang memiliki kapasitas yang bisa di ukur lewat kepeduliannya terhadap kelompok sosial, keberpihakannya terhadap masyarakat, dan banyak lagi yang bisa jadi indikator kita dalam menilainya namun secara garis besar adalah mereka yang paham terhadap tiga fungsi dpr yakni fungsi Legislasi, Anggaran, dan Pengawasan.
 Jika ada calon legislatif yang di dalam prosesnya menggunakan cara-cara yang tidak benar maka yang lahir bisa kita pastikan juga tidak akan benar.
Bukan tidak mungkin ada di antara calon legislatif yang mencalonkan diri hanya untuk mencoba peruntungan. Betapa tidak, Gaji, tunjangan, uang jalan, rapat, kunjungan dan sebagainya sangat fantastis jumlahnya, sebagai manusia yang diciptakan lengkap dengan hawa nafsu tentu tergiur dengan uang, jabatan dan fasilitas. Sehingga sering kita menjumpai banyak calon legislatif yang mengupayakan segala cara dan rela menghabiskan banyak uang demi mendapatkan jabatan di bangku dpr, tentunya ini bukan sama sekali suatu pembenaran yang bisa di terima atas perbuatan menyimpang termasuk korupsi yang dilakukan.