Melawan hukum tersebut mengandung pengertian formil maupun materil. Bahwa undang-undang ini diberlakukan karena pada masa itu banyak perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara yang tidak selamanya didahului oleh suatu kejahatan atau pelanggaran dan subyek hukum dalam undang-undang ini pun menekankan kepada pegawai negeri.
Dampak korupsi pada ekonomi Indonesia
Penjabaran di atas menunjukkan bahwa korupsi jika dibiarkan akan membawa bangsa mengalami krisis ekonomi. Hal ini setidaknya sudah terjadi pada rezim Orde Lama dan Orde Baru. Mungkin karena itulah, pada krisis ekonomi tahun 1998, Bank Dunia merekomendasikan korupsi sebagai urutan pertama yang harus diberantas di Indonesia.
Korupsi perlu diberantas karena praktik ini menjadi sumber dari segala masalah ekonomi yang diderita bangsa ini. Mulai dari kemiskinan, ketimpangan, terbatasnya lapangan kerja, bahkan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, semuanya terjadi berulang-ulang karena praktik korupsi yang melanggengkan terjadinya misalokasi sumber daya.
Pada 2016, Forum Ekonomi Dunia merilis data bahwa korupsi masih menjadi masalah utama bagi pelaku bisnis di Indonesia. Korupsi memaksa pebisnis mengeluarkan biaya tambahan sebesar rata-rata 10 persen untuk memperlancar kegiatan usahanya. Hal ini membuat investor dari luar negeri enggan untuk menanamkan modalnya di negeri ini karena mahalnya upaya menjalankan bisnis di Indonesia. Sementara itu pengusaha-pengusaha kecil jadi enggan untuk bersaing. Konsumen juga dirugikan karena biaya tambahan yang dikenakan akan dibebankan ke konsumen dengan menaikkan harga barang.
Pemberantasan korupsi setengah hati
Pada zaman Orde Lama, keinginan memberantas korupsi hanya tertuang pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 24 Tahun 1960. Regulasi ini fokus pada tiga hal, yaitu Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan. Namun nyatanya, regulasi ini tidak efektif untuk memberantas korupsi.
Penguatan regulasi pemberantasan korupsi ditingkatkan pada masa Orde Baru. Saat itu Undang-Undang Pemberantasan Korupsi No. 3 Tahun 1971 dikeluarkan. Sayangnya, meskipun aturan untuk memberantas korupsi lebih baik dari sebelumnya, korupsi semakin merajalela pada era ini.
Pada era reformasi, semangat untuk memberantas korupsi muncul dari berbagai lapisan masyarakat. Lahirnya Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 dan kemudian diubah menjadi Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menandakan keseriusan masyarakat dan pengambil kebijakan untuk melepaskan Indonesia dari belenggu korupsi. Ditambah lagi, dibentuknya lembaga independen yang khusus ditugaskan untuk melawan korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Undang-Undang No. 30 Tahun 2002.
Namun harapan itu sepertinya belum juga terasa bagi sebagian besar masyarakat. Karena nyatanya, korupsi seolah tidak pernah ada habisnya.
Belajar dari krisis sebelumnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang diterbitkan oleh Transparency International menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan yang signifikan dalam program pemberantasan korupsi selama 16 tahun pembentukan komisi antikorupsi.
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia (sejak tahun 1995 sampai 2011 nilai IPK menggunakan skala 0-10. Pada gambar diatas, skalanya diasumsikan sama dengan 0-100) www.transparency.org, Author provided
Bangsa Indonesia harus belajar dari pengalaman krisis sebelumnya. Pemerintah harus punya target kapan korupsi hilang dari bumi Indonesia. Jangan biarkan korupsi ini menjadi persoalan yang tak berujung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H