Ada peribahasa yang cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia, yaitu Hemat Pangkal Kaya. Namun peribahasa ini sering dijadikan landasan seseorang untuk tidak mau berbagi dengan alasan ingin berhemat. Padahal sebenarnya apa yang dia lakukan secara tidak sadar bukanlah perilaku HEMATers, melainkan sudah menjurus pada sifat pelit. Lalu dimana bedanya antara hemat dan pelit? Cerita dibawah ini mungkin bisa sedikit memberi gambaran mengenai perbedaan antara hemat dan pelit.
Ada seorang mahasiswa yang kebetulan HP miliknya sudah rusak. Maklumlah, HP nya merupakan HP lama yang sudah 5 tahun tidak ganti. Secara tidak sengaja, HP nya kemarin masuk ke air, sehingga rusak. Alhasil dia sekarang terpaksa harus membeli HP baru. Karena dia sudah nyambi bekerja sembari kuliah, dia memiliki tabungan sendiri untuk bisa membeli barang-barang yang ia butuhkan. Seiiring bertambahnya pekerjaan, studi, dan kemajuan teknologi, ini memaksanya untuk membeli sebuah smartphone. Setelah membaca berbagai review dan komentar dari para penggunanya, maka ia memutuskan untuk memilih diantara Samsung S5 atau iPhone 6. Karena pertimbangan manfaat dan biaya, maka ia memutuskan untuk membeli Samsung S5 saja. Walaupun tampilannya tak semewah dan se-elegan iPhone, namuan secara fungsi dan fitur, hampir mirip. Dengan pilihannya ini, ia bisa menghemat beberapa ratus ribu dan bisa dialokasikan untuk keperluan yang lain. Ini yang kemudian dinamakan hemat. Sedangkan pelit itu adalah ketika seorang mahasiswa yang juga sudah bekerja, mempunyai penghasilan yang cukup untuk keperluan sehari-hari, namun setiap kali makan dia berharap untuk ditraktir atau sharing oleh orang lain, padahal bisa jadi orang tersebut justru memiliki uang yang lebih dibanding yang mentraktirnya. Selain itu, dia lebih menyiksa dirinya untuk membeli makan seadanya, dibanding harus mengeluarkan uangnya untuk membeli kebutuhan dirinya yang itu merupakan keperluan pokok untuk hidupnya. Inilah yang dinamakan pelit.
Perbedaan mendasar dari keduanya terletak pada sisi penggunaannya dan dampak sosial yang ditimbulkannya. Orang hemat akan lebih peduli pada sisi dampak sosial dan rasa kesetiakawanannya. Misal ketika si orang hemat ini dihadapkan pada reuni atau sekedar kumpul-kumpul dengan kawannya, maka ia lebih mengedepankan rasa sosialnya. Ini dilakukan dengan tetap melaksanakan prinsip hidup hemat. Contohnya dia tetap mentraktir kawannya tersebut walau di rumah makan biasa dan bukan di sebuah tempat franchise. Jadi dia tetap bisa mentraktir temannya tersebut dengan tetap melaksanakan hidup hemat. Namun ketika orang pelit dihadapkan situasi yang sama, ia lebih mementingkan sifat materialismenya dibanding rasa kesetiakawanan sosialnya. Dia akan mengelak dengan berbagai cara agar dia tidak diharuskan dihadapkan pada kondisi mentraktir teman-temannya.
Dampak sosial dari kedua sifat ini adalah pada perhatian dan kepedulian orang lain terhadap orang tersebut. Orang yang hemat, biasanya akan lebih dihargai dan diperhatikan serta memiliki banyak teman dibandingkan dengan orang pelit. Harta bisa dicari namun pertemanan adalah sesuatu yang cukup langka untuk diwujudkan. Untuk apa banyak harta namun tidak memiliki banyak teman. Ketika manusia banyak harta, tidak menjamin dia bisa hidup di daerah yang asing dan baru. Namun apabila orang yang memiliki banyak teman, maka walaupun dia tidak memiliki materi, dia bisa survive di daerah baru karena adanya teman dan jaringan tersebut. Salah satu cara untuk menciptakan fenomena domino adalah dengan tidak pelit pada orang lain. Ada saat dimana orang harus menyingkirkan ego materialismenya dia untuk memiliki harta banyak demi sebuah pertemanan dan rasa solidaritas. Berkorban harta tidak masalah asal tidak mengorbankan pertemanan yang baik. Pertemanan yang baik tidak akan merusak harta yang dimiliki, namun harta bisa merusak pertemanan tersebut. Jadilah orang yang tidak diperbudak materi dan harta. Karena sebenarnya melalui harta dan materi, itu bisa memupuk pertemanan dan solidaritas serta persaudaraan. Salam Bengkulu, 8 November 2014 dR. *Sumber gambar disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H