Rasanya ini menjadi suatu hal yang menakjubkan bagi ananda yang seorang anak, mengungkapkan sesuatu hal yang yang sangat prinsipil bagi ibu. Tak ada ungkapan lain yang bisa ananda ucapkan selain rasa syukur kepada Tuhan atas anugerah yang luar biasa menghadirkan ibu di kehidupan ini. There is no reason not to give thanks again. Masa-masa tinggal bersama adalah sebuah kebahagiaan luar biasa yang tak akan pernah terbalas oleh apapun. Bahkan untuk dibandingkan dengan teman-teman ananda yang lain yang lebih fasih berbahasa arab karena sejak kecil sudah masuk di pesantren, ananda jauh lebih bersyukur. Ibu tak pernah habis materi untuk menasehati ananda tentang kehidupan, bahkan hingga sekarang saat ananda jauh di perantauan. Ananda selalu ingat pesan-pesan dan nasehat ibu tentang berbagai hal yang kelak akan ananda hadapi dalam hidup. Salah satunya adalah tentang jodoh. Selama ini mungkin ananda selalu merahasiakan tentang ini dari ibu. Namun pada akhirnya, ananda harus berbicara ini kepada ibu agar ada keterbukaan siapa kelak yang akan meneruskan kepercayaan ibu untuk merawat ananda. Bukan karena masalah usia maupun tekanan dari orang lain, namun semata-mata agar ibu yakin dengan pilihan ananda. Ananda senantiasa menjunjung tinggi nasehat ibu mengenai berbagai hal, termasuk dalam hal ini. Ibu senantiasa mendukung usaha-usaha dan aktifitas ananda di bidang akademik dan lainnya. Ibu juga tidak pernah membatasi, dengan siapa ananda harus bergaul. Satu hal yang senantiasa ananda ingat dari ucapan ibu adalah ananda harus menjaga kesehatan dan dalam bergaul tidak menyakiti orang lain. Namun ibu selalu lebih aktif apabila sudah menyangkut dengan masalah calon pendamping ananda. Dari dulu ibu tidak pernah memberikan syarat yang ketat dalam memilih jodoh. Ibu hanya selalu mencoba menasehati ananda dengan sebuah pernyataan contoh apa yang sudah dilakukan oleh ayah dalam keluarga. Inilah apa yang ananda suka dari ibu. Ibu selalu menggunakan ungkapan, contoh, serta logika yang logis dalam menasehati ananda. Hingga kini, ananda senantiasa tidak pernah merasa diceramahi oleh ibu, melainkan dicurhati dan dibagi pengalaman oleh ibu. You're the best philosopher for me Dalam mengarahkan tentang jodoh, ananda masih ingat pesan ibu. - Seiman seagama. Ini tentu penting karena akan menjadi fondasi awal dalam membentuk tatanan kehidupan yang baru - Mampu menghormati ananda sebagai seorang imam. Ibu selalu menjadi orang yang sangat garang ketika ada orang yang mengkasari ananda di depan umum. Ananda sadar mengapa ini ibu lakukan, semata-mata bukan karena ananda selalu dianggap masih anak-anak, melainkan bentuk ketidakrelaan hasil didikan dan kasih sayang ibu dilecehkan begitu saja di depan umum - Sederhana dan mampu nerimo. Segala-galanya memang membutuhkan materi, namun tidak semuanya bisa dinilai dengan materi. Sedikit maupun banyak materi, itu hanya sebuah fase kehidupan yang kelak akan terus berputar dan berpendar. Satu hal yang perlu digarisbawahi dari pesan ibu adalah ketika seorang perempuan sudah mampu nerimo segala-galanya dari si laki-laki, maka pinanglah ia karena sesungguhnya iman dan Islamnya ia jadikan sebagai sebuah jaminan akan kebahagiaan dengan si laki-laki tersebut karena Tuhannya. - Terakhir tapi juga penting adalah menghormati dan menyayangi ibu sebagai ibunya sendiri. Ibu sangat khawatir dengan calon menantunya yang tidak menghormati ia dengan sepenuh hati. Karena kepatuhannya dan kasih sayangnya pada ibu, maka itulah restu kebahagiaan dunia akhirat. Nah, kini setelah berkali-kali ibu menasehati ananda, perkenankan ananda memperkenalkan dia yang kelak akan menjadi calon menantu ibu. Dia ananda temukan dalam sujud malam penghambaan kepada Tuhan. Sesuai dengan apa yang diajarkan oleh ibu, ananda senantiasa bertanya pada Tuhan apa yang sekiranya terbaik untuk ananda. Ia sangat mandiri, bahkan untuk mengatasi masalah pun, ia lebih baik berusaha dengan dirinya sendiri tanpa membebani yang lain. Penghambaannya kepada Tuhannya jauh melebihi dari apa yang ia nampakkan di luar. Ananda tidak berani menyebut nama seseorang pada setiap sesi diskusi pada Tuhan ananda, apabila ia sendiri lupa dengan siapa yang sudah menciptakannya. Santun dan hormat pada orangtuanya, bahkan pada orang yang tidak pernah ia temui sekalipun menjadi kebiasaannya. Ini menjadi sebuah simpul senyum hari-harinya. Dan ananda sangat bersyukur bahwa senyum itu adalah keikhlasannya dalam memberikan warna untuk orang lain. Ia pun akan lebih memilih diam dibanding berceloteh tanpa makna. Ya, memang itu semua tidak mutlak sesuai dengan apa yang ibu pesankan. Namun ananda yakin, bahwa ini semua hampir mendekati apa yang ibu pesankan. Ananda sadar, tidak akan pernah bisa mencari yang sempurna, karena kesempurnaan itu diciptakan, bukan ditemukan. Semoga ikhtiar ananda mendapat perkenan ibu sebagai penghubung ananda dengan Tuhan. dR. *Tulisan ini merupakan hasil kontemplasi dan pergumulan malam untuk menjawab tulisan Bunda Ellen Maringka (Lihat tulisan beliau disini) **Tulisan ini bukan sebuah curhat, melainkan bentuk pergulatan berpikir seorang anak yang mendapat nasehat dari ibundanya ***Sumber gambar dari sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H