Seperti biasanya hari minggu ini kuhabiskan hanya mengeram di rumah, mau bagaimana lagi, hujan diluar masih gerimis, seolah-olah sedang asyik bermain-main dengan bumi. Bisa saja sih keluar karena hujannya juga ga deras-deras amat, tapi yang jadi masalah, tubuhku sepertinya antipati dengan hujan, kena beberapa tetesan saja badanku langsung meriang, harusnya waktu imunisasi dulu selain penyuntikan BCG, diberi juga suntikan anti hujan, paling tidak botol penurun panas yang kini menjadi koleksiku bisa dieliminir jumlahnya.
Sudah jam 10 teng saya belum beranjak untuk mandi, langkahku tiba-tiba terhenti saat melihat kakak dan ayahku bediri berjejer depan pintu kamar mandi tanda antrean panjang masih berlangsung. “Yah..adikku sang juru kunci kamar mandi”. Kami memberi gelar itu kepada adikku yg paling bontot, karena hobi anehnya itu telah sukses mencatat sejarah panjang membuat orang-orang dirumah kasak-kusuk di depan kamar mandi.
“Mungkin selain mandi dia juga membuat prakarya di dalam”, ketusku membatin, mirip ibu tiri di sinetron-sinetron stripping. Daripada kena varises karena peredaran darah tidak lancar akibat berdiri terlau lama, mending ke depan saja cari angin
Hampir setengah jam saya duduk di teras rumah ditemani orange juice dan chocochips sebagai cemilan. Mirip model di majalah MLM yang telah berperingkat Diamond dengan ribuan downline yang sedang menikmati passive incomenya. Slurrpp…bunyi desisan sedotan yang bertarung dengan bibirku sambil menerawang ke depan pagar.Tiba-tiba pikiranku mem-flashback kejadian kemarin. Sebuah kejadian tragis yang membuat harga diriku dipertaruhkan hanya karena sebuah ponsel yang lagi hits.
“Ada pin ga?” Tanya temanku yang telah lama tidak bersua dan dipertemukan dalam antrean panjang di sebuah bank.
“Apaaaaa….??? PIN? Ya pasti ada dong, masak punya kartu ATM ga ada PIN-nya” jawabku dengan nada tinggi yang memecahkan hening kebosanan.
Bukan PIN yang itu, tapi PIN Blackberry, jawab temanku dengan sedikit cekikian yang diiringi derai tawa para nasabah yang antre, mereka seperti melakukan aksi tertawa berjamaah sambil mencuri-curi pandang ke arah saya.
“Ga ada” sergahku singkat dengan muka kemerah-merahan persis kepiting yang direbus sempurna, sebuah kombinasi respon menahan malu dan tak ingin menerima lontaran pertanyaan selanjutnya.
Kejadian itu seolah-olah mengomando tanganku untuk menepok jidat. Tragis…sungguh tragis, semut aja yang lewat di depanku berhenti sejenak dan memandang prihatin ke arahku.
Tapi saya harus mempersiapkan mental untuk menghadapi kejadian-kejadian seperti itu, karena belum punya rencana untuk mengganti ponsel Nokia bututku yang menuju ke lapuk ini. Walaupun terkesan jadul dan tidak layak di bawa kemana-mana, tapi ponsel dewaku ini punya sejarah panjang dimana setiap moment pasti selau setia di genggamanku. Lagian semua fasilitas yang ada di Blackberry tersedia juga di ponsel ini, minus BBM tapi, kilahku menyemangati diri yang sedang down.
Pernah kepikiran untuk membeli Blackberry hanya sekedar ikut-ikutan lifestyle yang memang sedang trend. Hitung-hitung jadi trendsetter di tempat tinggalku, maklum disekitar kompleksku belum seorangpun memiliki smartphone yang katanya canggih ini.
Tapi karena otakku di install dengan setting sederhana, sudah seringkali kucekoki secara paksa dengan mempertimbangkan berbagai keunggulan Blackberry namun tak selang berapa lama, dimuntahkannya lagi ide itu.
Didalam kegalauan yang amat teramat sangat, tiba-tiba muncul iblis dan malaikat entah dari mana datangnya mirip sinetron-sinetron norak tapi digemari.
Iblis: “Beli aja, lagian kamu ga akan masuk neraka gara-gara beli BB, itung-itung bisa ngangkat derajat kamu yang sudah turun rating, walau cuma beberapa persen sih”, bujuk si iblis dengan mimik muka manis tapi ga ngefek.
Malaikat: “Ga usah…ngapain beli BB, HP kamu kan masih bagus, sms bisa, nelpon oke, internetan apalagi, so ngapain keluarin duit untuk hal-hal yang kurang penting, bedakan kewajiban, kebutuhan dan keinginan” sergah si malaikat panjang lebar mirip pengamat ekonomi handal di tv-tv.
Iblis: “Halah…beli aja, ga usah mikir, mau jadi pusat perhatian lagi gara-gara ga update??? Mau diketawain lagi plus hadiah seperangkat cibiran gara-gara cuma kamu yang ga pake BB?” bujuk si iblis lagi sambil berdiri dan tangan bersedekap kemudian jalan mondar-mandir didepanku dengan rambut acak-acakan karena ga punya sisir.
Malaikat : “Pikir…….pikir lagi dengan matang, kebutuhan kamu masih banyak, cicilan motor belum di bayar, utang pulsa jatuh tempo hari ini, ditambah ada 3 undangan kawinan minggu ini, pake HP yang lama aja, kalau emang sudah ga bisa di pake lagi baru beli BB, tapi untuk saat ini ga usah dululah. Ingat….dahulukan skala prioritas”, bisik si malaikat dengan elegan mirip Safir Senduk.
Saya terdiam beberapa saat, kata-kata itu seperti disuntikkan dalam tubuh, mengalir dalam darah, bergaul dengan syaraf-syaraf kemudian otak saya mulai bereaksi, dan membuat pantat saya reflek untuk bangkit dari tempat duduk.
“Tidak…Katakan Tidak Untuk Blackberry. I don’t have blackberry and I’m still alive”, teriakku membahana dengantangan bertolak pinggang dan tatapan mendongak keatas langit. Mirip pahlawankemerdekaan dengan semangat juang 45 yang sedang membara.
“Ngapain??? Lagi latihan baca naskah pidato proklamasi??? tanya adikku yang tiba-tiba berdiri di dekat pintu sambil mengerutkan kening saat melihat pose semangat 45 ku.
“Iya…mang napa??? Aneh…???”jawabku singkat dengan mata yang melotot.
“Hmmm..dikit, kek orang gila keabisan obat. Mau mandi ga? Tuh di dalam udah kosong”, sambil mengarahkan telunjuknya ke arah kamar mandi.
Tanpa menunggu instruksi selanjutnya, saya melesat ke kamar mandi dengan pikiran lega mirip orang yang baru saja mendapatkan pencerahan.
Mengikuti lifestyle memang penting tapi jangan sampai kita menjadi konsumerisme. Dipilah-pilih dululah agar budaya konsumtif bisa dikendalikan, tandasku membatin sebelummengguyur badan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H