Senja sore di Aula Asrama Pusat.
Suasana ruangan tampak dipenuhi sesak oleh anggota yang hadir. Si Reni akhirnya tiba sebelum rapat dibuka, ketua asrama 3 yang sejak tadi ditunggu muncul juga. Bersama para anggotanya yang semuanya adalah perempuan. Namun hanya sebagian yang sempat hadir di Aula Asrama Pusat, banyak yang berhalangan hadir disebabkan tugas lab kampus.
Setelah menempati posisi duduknya masing-masing, mata para peserta rapat semua terarah ke pimpinan sidang yang ada di depan mereka. Ketiga pimpinan rapat yang semuanya adalah Dewan Pertimbangan Organisasi. Rahmat berada ditengah-tengah kedua anggotanya memegang palu sidang, disisi kanan ada Wendi dan dikiri ada Carla yang sedang menuliskan sesuatu.
Beberapa menit kemudian Rahmat berbicara didepan para peserta rapat, “dengan mengucap rasa syukur kehadirat Tuhan YME, rapat pengambilan keputusan dengan ini dibuka dengan resmi” terdengar pula ketokan palu sebanyak tiga kali tokk.. tok.. tok..
“sebelumnya kami bertiga selaku dewan berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh teman-teman yang telah hadir di Aula Asrama Pusat ini, kami bertiga tahu bahwa kalian pastinya mempunyai jadwal kuliah yang padat, namun kami salut sama teman-teman semua yang telah hadir karena masih bisa menyempatkan waktunya buat lembaga ini” ucap Rahmat membuka percakapan awal pertemuan.
“seperti yang kita ketahui bahwa ada insiden beberapa hari yang lalu di depan Asrama ini, mungkin teman-teman semua sudah paham seiring surat yang telah kami layangkan kepada teman-teman semua” lanjut Rahmat dengan semangat.
“dengan adanya insiden beberapa hari yang lalu, aku mengumpulkan para pihak-pihak yang lagi berseberangan diruangan ini juga , namun beberapa hari yang lalu aku sebagai ketua dewan belum dapat mengambil sebuah keputusan dikarenakan kedua anggotaku yang berada dikedua sisiku sekarang tidak hadir pada waktu itu.”
“aku meminta waktu dan berusaha untuk membicarakan permasalahan ini beserta langkah-langkah yang mesti diambil, tepat sehari setelah kejadian kami bertiga berkumpul untuk membahas permasalahan ini serta bagaimana kesimpulan yang mesti diambil.”
“Akhirnya kami bertiga sampai pada titik kesamaan pikir bahwa setelah mempelajari konteks kasus yang terjadi dan hasil perdebatan serta kemauan kedua belah pihak maka kami mempunyai jawaban tersendiri dari kasus ini” Rahmat coba mengambil nafas sebelum melanjutkan pembicaraannya.
“kami bertiga menganggap Rendra sebagai Ketua Umum telah melakukan penyimpangan sosial, namun kami tidak akan mengeluarkannya dari Keanggotaan dikarenakan itu tidak diatur dalam konstitusi lembaga, cuma untuk memenuhi rasa keadilan kita bertiga berkesimpulan harus dilaksanakan dengan segera Musyawarah Besar untuk memeilih Ketua Umum yang ba..” belum sampai ucapan Rahmat, tiba-tiba dua kubu memotong pembicaraan Rahmat.
“interupsi, pimpinan…!” teriak beberapa orang peserta rapat, sambil mengacungkan tangan keatas. Membuat suasana yang tadinya hening kini malah bising.
“pimpinaaan interupsi pimpinan..!”
“pimpinan..!”
Tokk.. tokk.. toookk.. took.. tokk.. pukulan palu sidang yang dipegang oleh Rahmat menambah riuh suasana aula asrama.
“semuanya tenang..!” teriak Rahmat.
“sabar teman-teman, akan ada kesempatan yang kami berikan untuk bersuara, jangan main potong dulu, biarkan aku sampaikan dulu seluruh hasil pandangan dewan kepada teman-teman, setelah itu silahkan acungkan tangan tanpa bersuara, nanti kami akan menunjuk satu per satu untuk bersuara” cetus Rahmat dengan sedikit jengkel.
Para peserta rapat mengurungkan diri untuk membantah apa yang dikemukakan oleh Rahmat, mereka menyimpan semua keluhannya sampai diberikan kesempatan bersuara.
“tadi sudah sampai dimana La?” wajah Rahmat menoleh ke Carla.
“untuk memenuhi rasa keadilan itu Mat” sahut Carla.
“baiklah akan aku ulangi, untuk memenuhi rasa keadilan kita bertiga berkesimpulan harus dilaksanakan dengan segera Musyawarah Besar untuk memeilih Ketua Umum yang baru untuk segera menggantikan Rendra yang masih tersisa setengah tahun lagi masajabatannya, ini merupakan hasil pandangan dan kesimpulan kami bersama, dan untuk lebih lanjutnya kami nantinya bertiga akan menunjuk presidium untuk menyiapkan seluruh hal yang berkaitan dengan Musyawarah Besar.” Ucap Rahmat dengan lantang.
“oke silahkan angkat tangannya, lalu kami akan menunjuk satu per satu untuk berbicara” lanjut Rahman mengijinkan para peserta untuk bertanya.
Terlihat belasan tangan yang terangkat, baik pengurus inti lembaga, anggota maupun ketua-ketua asrama. Rahmat mempersilahkan yang pertama bertanya pihak dari Rendra, orang yang paling dirugikan dalam keputusan dewan kali ini. Ternyata Rendra sendiri yang angkat bicara.
“silahkan saudara Rendra selaku Ketua Umum!” sahut Rahmat.
“kami tidak sepakat, itu merugikanku, keputusan kalian bertiga sangat merugikan pihak kami!” jawab Rendra dengan tampang yang agak memerah.
Sesekali terdengar suara dari pendukung Rendra. “betuuuuul, betuuuuul, kita dirugikaaaan”
“sekali lagi, apa yang anda kemukakan tentang perilaku kami adalah sebuah pelanggaran sosial yang harusnya kami cuma menerima sanksi sosial, dan sekali lagi ini tidak diatur dalam aturan organisasi” dengan sedikit menaikkan tempo suara Rendra melanjutkan.
“apa dasar pertimbangan dewan untuk melakukan Musyawarah Besar untuk mecari penggantiku yang masa jabatanku ini masih ada enam bulan lagi?”
“interupsi pimpinan!” nyosor Ahdi yang daritadi juga sudah mulai mengangkat tangan untuk diberi kesempatan bertanya.
“tunggu dulu Ahdi, silahkan duduk dulu, akan kujawab dulu pertanyaan Rendra!” balas Rahmat.
“adil tidak adil itu subjektif, bisa adil meurutku belum tentu adil bagi anda, jadi kami bertiga tidak akan membahas lebih jauh tentang keadilan ini, pertanyaanmu sangat bagus Rendra, baiklah akan aku jawab” sambil menarik sebuah buku yang ternyata itu adalah konstitusi lembaga hasil pembahasan Musyawarah sebelum Rendra terpilih sebagai ketua umum setahun yang lalu.
“kita bisa melihat di fungsi kerja dan tanggung jawab tentang dewan, bagian delapan pasal 35, yang punya silahkan dibuka, disini menjelaskan bahwa dalam hal lembaga mengalami kemerosotan nilai-nilai berlembaga maka dewan diharapkan bertanggung jawab penuh untuk mengembalikan kondisi berlembaga dan boleh melakukan sebuah perubahan didalam tubuh lembaga tersebut bila diperlukan.” Suara Rahmat lantang membacakan konstitusi lembaga kepada peserta forum.
“konstitusi kita tidak mengenal sebuah penjelasan di akhir, maka dari itu kita butuh penafsiran yang apabila ada yang kurang kita pahami, untuk melakukan sebuah penafsiran tersebut, kami selaku dewan ternyata diberi kewenangan untuk menafsirkan sesuai amanah Musyawarah.”
Rahmat melanjutkan “oleh karenanya kami di dewan menafsirkan bahwa pengurus sekarang telah melakukan sebuah langkah-langkah kemerosotan nilai berlembaga, maka layak untuk kita melakukan Mubes untuk mengganti Pengurus yang sekarang, bukankah ada kemerosotan nilai ketika Asrama hanya dijadikan tempat hura-hura dan kemaksiatan?”
“sekarang Ahdi kamu mau sampaikan apa, silahkan!” Rahmat berbicara sambil menunjuk Ahdi.
“kami sepakat dengan langkah berani yang dewan ambil untuk segera melakukan musyawarah, tapi kami tetap dengan pendirian awal kami bahwa orang seperti dia harus dikeluarkan dikeanggotaan.” Sahut Ahdi dengan lantang sambil megacungkan jari telunjuknya ke arah Rendra berada. Sontak saja Rendra berdiri dan memukul meja.
“sialan kau, kau mau berkelahi hah..?” namun dengan sigap beberapa orang di samping Rendra mencoba menahan tubuh Rendra yang sudah mulai hendak menyerang.
“ayo, sini kalau berani..!” Ahdi yang juga telah bersiap berdiri mulai menggulung kemeja lengan panjangnya. Namun tiba-tiba Rahmat memukul meja dengan palu sidangnya beberapa kal hingga menimbulkan sebuah kegaduhan di dalam ruangan. Tokk.. tokk.. tokk.. tokk.. took.. toookk..
“hentikan..!” semua orang terdiam mendengar teriakan Rahmat, Carla yang berada disampingnya tiba-tiba pula ikuttersentak kaget. Baru kali ini Carla melihat Rahmat begitu emosional, orang yang selama ini dikenal begitu humoristiba-tiba sajamenjadi garang.
“ada apa kalian ini, seperti anak kecil saja, kalian mau jadi jagoan hah..!, ini bukan tempatmu untuk menjadi jagoan..!, ini tempat bagi orang intelek, orang yang lebih mengedepankan akalnya untuk berdialektika, mau pake cara kekerasan lagi seperti Musyawarah kemarin, kenapa kita mundur beribu-ribu tahun yang lalu, cara-cara otot dan kekerasan hanya digunakan pada zaman bar-bar, kalian ini orang-orang beradab, kita ini orang berpendidikan, atau kalian berpikir bahwa dengan jalan kekerasanlah ego kebinatanganmu terpenuhi?, kenapa kita terlalu picik memaknai sebuah pendapat.”
Rahmat terdiam sejenak sambil memandangi seluruh peserta yang ada didepannya.
“kamu juga Ahdi, sudah beberapa kali aku mengatakan itu inkonstitusional, itu tidak ada dalam aturan lembaga untuk mengeluarkan seseorang yang mabuk-mabukan di asrama, maka dari itu tugas selanjutnya para presidium untuk segera memasukkan draft tentang larangan minum minuman keras di asrama pusat.” Kini sorot mata Rahmat menatap wajah Ahdi. Terlihat Fai yang berada disamping Ahdi hanya terdiam membisu.
“ada lagi yang mau bicara?” cetus Rahmat dengan nada tegas. Terlihat Reni Ketua dari Asrama 3 mengangkat tangannya.
“sebelumnya kami dari asrama 3 memohon maaf, telat beberapa menit yang datang tidak sesuai dengan jadwal yang ada di undangan, belum lagi banyak dari anggota kami yang tidak sempat hadir pada kesempatan kali ini, melihat perdebatan yang cukup tegang ini kami malah berkesimpulan sepakat dengan apa yang telah dewan simpulkan, bagi kami itu adalah langkah bijak dan adil menurut kami, tidak berpihak kepada salah satu pihak pun pada kasus ini, kalau bisa secepatnya presidium kita pilih sekarang lalu menyerahkan mandate sepenuhnya kepada presidium untuk menggelar Musyawarah Besar dengan secepatnya, terima kasih.” Ucap Reni dengan cukup meyakinkan.
Terlihat Wendi berbisik ke telinga Rahmat, mencoba menyampaikan sesuatu. Rahmat perlahan mengangguk dan paham apa yang dimaksudkan Wendi.
“baiklah kita sepakati keputusan ini dan selanjutnya memilih Presidium, bagaimana sepakat..?” tanya Rahmat kepada peserta.
“sepakatttt…!” serentak suara terdengar riuh didalam gedung. Ahdi dan Rendra hanya terlihat diam dan membisu, menandai dirinya terbawa dalam kesepakatan
Terdengar palu tersentak tiga kali, Tokk.. tokk.. tokk..
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H