Nenek moyangku orang pelaut
Gemar mengarung luas samudera
Menerjang ombak tiada takut
Menempuh badai sudah biasa
Angin bertiup layar terkembang
Ombak berdebur di tepi pantai
Pemuda berani bangkit sekarang
Ke laut kita beramai-ramai
Masih terngiang di telinga kita sebuah nyanyian anak-anak yang berjudul “Nenek Moyangku Orang Pelaut”, lagu yang sering diperdengarkan sejak kita masih berada di bangku sekolah dasar. Namun seiring perkembangan zaman, lagu lawas ini mulai tergerus oleh lagu-lagu cinta, lagu yang seharusnya bergelimang imajinasi bocah diganti dengan sebuah lagu yang bertebaran puja-puji roman picisan. Sangat miris!
Tak terasa kita telah masuk bulan april tahun 2013, apakah anda tahu bahwa tanggal 6 april nanti diperingati sebagai Hari Nelayan Nasional?.
Hari Nelayan, begitulah istilah yang sering disebut masyarakat akan peringatan syukuran nelayan di Palabuhanratu. Ritual ini telah ada sejak puluhan tahun yang lalu, konon katanya dipercaya sebagai ritual untuk "mempersembahkan sesajen kepada penguasa laut kidul". Di tempat itu pula diadakan berbagai aktivitas yang meriah seperti pesta rakyat, ritual adat, lomba-lomba dan sebagainya.
Nah itulah sedikit sejarah singkat tentang peringatan hari nelayan nasional. Dalam rangka peringatan hari nelayan tanggal 6 april, yang menjadi persoalan klasik yang hingga saat ini belum terselesaikan adalah masalah “kesejahteraan nelayan”.
Sudah sejahtera kah nelayan kita?
Menurut sebuah data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 sekitar 3,2% untuk raw material, dan 8% raw material dan produk olahan dan sekitar 45% nelayan masih tergolong miskin.
Penyebab hitung-hitungan angka statistik diatas tak terlepas dari berbagai macam aspek permasalahan yang terjadi di bidang kelautan. Salah satu permasalahannya adalah Regulasi tentang aturan perundang-undangan yang mengenai bidang kelautan, baik yang telah diberlakukan (ius constitutum) maupun aturan perundang-undangan yang masih sekadar dicita-citakan (ius constituendum).
Hakikat perundang-undangan adalah memperlihatkan sebuah karakteristik suatu norma bagi kehidupan sosial yang lebih matang, khususnya dalam hal kejelasan dan kepastiannya. Tentunya ketika dikonkritkan kehidupan nelayan, hendaknya mendapatkan perhatian lebih dari Negara untuk sebuah kesejahteraan sosial yang lebih baik.
Sebuah aturan perundang-undangan yang tengah di berlakukan (ius constitutum) oleh Negara mempunyai banyak kelemahan. Terkadang pada saat perancangan, undang-undang tersebut di yakini sudah sangat bagus, namun pada saat penerapan ternyata banyak menimbulkan masalah.