Semua pasti sudah mengetahui bahwa sekarang ini semua kegiatan yang dilakukan oleh para khalayak berhubungan dengan internet dan media. Banyak kemudahan yang dapat dilakukan walaupun hanya mengandalkan jaringan internet yang ada. Tanpa disadari internet merupakan hal utama yang paling kita butuhkan dan yang paling kita cari. Seperti halnya saat kita berada di sebuah restoran, hal utama yang akan kita tanyakan adalah adakah wifi di restoran ini.
Ternyata dari sebuah jaringan internet inilah yang mengajak para khalayak untuk aktif di dalam media sosial. Media sosial sendiri merupakan sistem digital yang membutuhkan sebuah koneksi internet yang dimana mengajak para penggunanya untuk menggunakannya sebagai media komunikasi dan sarana pergaulan yang tanpa batas. Dari media sosial kini khalayak mendapatkan sebuah informasi-informasi yang penting, baik dari status mereka atau sekedar saling share sebuah informasi penting.
Twitter yang merupakan salah satu bentuk dari sosial media kini banyak digunakan oleh para khalayak untuk menginformasikan sebuah informasi penting. Informasi penting yang mereka share di Twitter merupakan berita yang memang sedang dibicarakan saat itu. Berita yang tersebar lewat Twitter ini memang lebih cepat daripada media berita online. Maka tak diragukan lagi bahwa media sosial Twitter menjadi tempat bagi orang-orang mendapatkan berita penting secara lebih cepat. Terkadang dari khalayaknya sendiri hanya sekedar meretweet mengenai berita tersebut dari akun-akun Twitter lainnya. Namun belum tahu kenyataannya apakah berita tersebut kredibel atau tidak. Hal itu yang membuat berita yang tersebar dari media sosial seperti Twitter inilah yang masih ditanyakan keakuratannya. Terkadang orang-orang hanya sekedar update mengenai berita tersebut tanpa melihat kebenarannya terlebih dahulu.
Hal ini berbeda sekali dengan jurnalisme. Jurnalisme sendiri memiliki arti adalah suatu kegiatan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan menerbitkan sebuah berita. Seorang jurnalis dituntut untuk memahami perannya disaat mengumpulkan dan menulis sebuah berita. Seorang jurnalis di dalam mencari berita haruslah sesuai dengan kaidah penulisan jurnalistik, dimana perlu adanya keakuratan atau adanya kredibilitas dari informasi dan narasumber yang dipilih. Dengan begitu sebuah berita baru bisa dikatakan berita yang bukan hoax.
Yang menjadi permasalahan disini adalah dengan adanya jaringan internet sekarang ini, membuat media sosial dan jurnalisme saling dihubung-hubungkan. Sedangkan yang sebenarnya media sosial dan jurnalisme itu berbeda. Perbedaannya adalah di dalam media sosial tidak adanya verifikasi dan tidak adanya unsur Why dalam 5W + 1H. Kedua hal tersebut yang membuat berbedanya media sosial dan jurnalisme. Selain itu di dalam jurnalisme adanya gatekeeper, yang dimana memiliki fungsi untuk adanya penyaringan terlebih dahulu sebelum sebuah berita itu terbit. Sedangkan di dalam media sosial tidak adanya gatekeeper sehingga segala informasi yang ada di dalam media sosial tidak melewati sistem pengawasan terlebih dahulu atau tidak terverifikasi.
Tetapi hal tersebut tak lantas membuat rugi pihak jurnalisme ataupun pihak media sosial. Menurut Lavrusik, media sosial memiliki kekuatan untuk membantu jurnalisme yaitu yang pertama adalah publikasi konten jurnalistik dalam skala lebih luas. Seperti halnya Kompas mempunyai media sosial Twitter, salah satu cara mempublikasikannya adalah dengan mentautkan status dari Kompas tersebut dengan link yang menuju ke website medianya. Lalu yang kedua, media sosial dapat mengarahkan untuk redaksi itu dapat fokus ke para follower medianya. Hal ini merupakan salah satu manfaat untuk menghubungkan dengan anggota follower sebagai citizen journalism atau bisa juga menjadi UGC (User Generated Content), dimana adanya kolaborasi antara citizen journalism dengan jurnalisme profesional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H