Sampai pada akhirnya, tibalah masa dimana hal yang tentu tidak ingin kita lihat dan tidak kita inginkan terjadi di bumi lan serasan sekentenan, dimana konflik terjadi hingga memakan korban jiwa dari golongan masyarakat yang terlibat dalam isu perjuangan pembebasan demi tercapainya daerah otonom baru (DOB) Musi Rawas Utara (Muratara).
Pertarungan politik yang semakin hari kian memanaspun, tak luput dari perkembangan isu yang beredar di sumatera selatan sendiri, karena pertarungan perebutan dalam mencapai kursi kepemimpinan pada sumatera selatan satu (gubernur), menjadi isu yang sangat sensitif dalam diri masyarakat, karena dalam pertarungan tersebut justru masyarakatlah yang ikut – ikutan diseret dalam perkembangannya.
Diantara permasalahan yang timbul yaitu, terjadinya sengketa politik oleh sang pemimpin pada saat ini, karena DOB Muratara yang sudah sekian lama menjadi isu dan tujuan bersama sebagian masyarakat pada kab. Musi rawas sendiri harus menelan pil pahit tanpa air yang bisa menghantarkan kedalam perut sehingga tidak terasa lagi pahitnya pada rongga mulut penelan pil tersebut. Karena dari sekian banyak upaya yang dilakukan demi terwujudnya DOB Muratara sehingga dengan melepaskan beberapa aset daerah yang telah dilakukan oleh kelompok berkepentingan demi tercapainya sebuah perjuangan yang mereka anggap itu benar dan bisa menyejahterahkan masyarakat itu sendiri. Namun,sungguh sangat diayangkan kembali karena ulah dari oknum – oknum perusak sejarah dan pemecah kesatuan kebudayaan pada kab. Musi Rawas sangat kontropersial dan kontraproduktif.
Dari golongan muda, yang terdiri dari pemuda dan mahasiswa beserta unsur masyarakat yang sadar akan keutuhan wilayah berdasarkan kesatuan kebudayaan dan rasa primordialisme yang ada maka keputusan melepaskan aset daearah tersebut adalah tindakan hina dan dibahasakan dengan menjual harga diri musi rawas demi terpenuhinya hasrat politik elit kecil yang kemungkinan takut dalam bersaing pada musi rawas satu. Untuk itu juga kami dari Forum Kerukunan Mahasiswa Sumsel, dengan tegas menyatakan menolak untuk melepaskan aset – aset daerah demi kepentingan pemekaran yang belum tentu bisa menyejahterahkan masyarakat muratara sendiri, yang jelas – jelas akan menguntungkan pihak – pihak penghisap masyarakat masyarkat kedepannya nanti.
Akar permaslahan yang terjadi pada setiap sendi masyarakat musi rawas saat ini antara lain adalah permasalahan tapal batas yang tak kunjung selesai, dan ditegaskan selesai oleh gubernur sumatera selatan dengan mencaplok wilayah kabupaten musi rawas masuk ke wilayah Musi Banyuasin dalam menetapkan tapal batas kedua daerah tersebut, yang sesungguhnya Musi banyuasin adalah bekas wilayah kekuasaannya sebelum menjadi orang nomor satu di sumatera selatan saat ini, sehingga terlihat jelas Alex Noerdin berpihak dan membela Musi Banyuasin.
Disisi lain keberadaan pemimpin wilayah musi rawas sendirihari ini dipertanyakan, karena lambannya gerak dalam mempertahankan wilayah yang diamanatkan oleh masyarakat musi rawas semenjak terpilih kembali menjadi bupati musi rawas pada tahun 2010 yang lalu.
Sepanjang alur permasalahan yang terjadi tersebut maka terlalu banyak nilai politis, dan penuh dengan bau kepentingan segelintir elit yang dinilai berpengaruh pada wilayah mungil dipelosok sumatera selatan itu sendiri. Sehingga harus mengorbankan jiwa – jiwa yang tak berdosa dalam mencapai klimaks pada onani politik kelompok elit tersebut.
Beranjak dari sana juga kami dari segelintir mahasiswa dari sumatera selatan turut berbela sungkawa atas meninggalnya beberapa warga masyarakat kabupaten musi rawas dalam insiden yang terjadi pada hari senin, (29/04) di Muara Rupit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H