Mohon tunggu...
andaru rahutomo
andaru rahutomo Mohon Tunggu... rakyat jelata -

fulfilling a never ending purpose

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Analisa SWOT Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi

11 November 2015   09:04 Diperbarui: 11 November 2015   10:10 3289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

MEWUJUDKAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI POLRES METRO JAKARTA PUSAT

  1. PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang besar. Secara geografis maupun demografis Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk menjadi salah satu kekuatan yang diperhitungkan di dunia. Sudah 70 tahun waktu berlalu semenjak kemerdekaan dan sudah 17 tahun berlalu semenjak reformasi Indonesia. Indonesia memang bergerak maju namun perkembangannya dinilai belum maksimal. Untuk itulah pemerintah semenjak reformasi giat menerapkan prinsip Good Governance dalam menjalankan roda pemerintahan.

Kebijakan ini juga diikuti oleh Polri sebagai salah satu institusi pemerintahan. Penerapan prinsip good governance ini kemudian diterjemahkan oleh Polri ke dalam Grand Strategi Polri yang terbagi ke dalam 3 tahap yaitu : tahap Trust Building (2005-2010), Partnership Building (2010-2015), dan Strive for Excelent (2016-2025). 

Jika melihat dari pentahapan Grand Strategi maka sekarang kita berada pada tahap Partnership Building dimana kita membangun kerja sama yang erat dengan berbagai pihak yang terkait dengan fungsi kepolisian dalam penegakan hukum, ketertiban serta pelayanan, perlindungan, pengayoman untuk menciptakan rasa aman di masyarakat. Pertanyaannya adalah apakah kita sudah mendapatkan TRUST yang seharusnya kita raih pada tahapan pertama grand strategi Polri?

Jawabannya dapat terlihat dari bagaimana reaksi masyarakat di media terhadap Polri. Trust yang seharusnya dicapai pada tahapan sebelumnya belum dapat diraih, masyarakat masih menganggap Polri sebagai lembaga yang korup dan tidak bisa diandalkan dalam melaksanakan tugas pokoknya. 

Lalu darimana anggapan masyarakat itu berasal? Masyarakat menganggap polisi kurang mempunyai integritas dan kurang mempunyai komitmen dalam melaksanakan tugas yang tercermin dari ketidakmampuannya melaksanakan beberapa tugas pokoknya. Menyempitkan fokus pembahasan, penulis akan membahas dan menganalisa bagaimana pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi dilaksanakan di Polres Metro Jakarta Pusat. 

Walaupun kewenangan untuk menyidik tipikor sudah dimiliki oleh Polri sejak terbitnya UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor namun semangat Polri untuk menyidik tipikor baru muncul sejak tahun 2012. Semua satker tingkat Polres ke atas kemudian diberikan target penyelesaian kasus tipikor dan diberikan anggaran khusus yang jumlahnya memadai untuk penyidikan tipikor. Karena itulah di Polres jajaran Polda Metro Jaya belum terbentuk unit tipikor sampai dengan 2012. Pada saat kebijakan penanganan tipikor sebagai extra ordinary crime ini dicanangkan pada tahun 2012, Polres Metro Jakarta Pusat mendapatkan target penyelesaian perkara sebesar 3 perkara per tahun dengan anggaran Rp 603.000.000,-. Namun pada tahun tersebut tercatat bahwa Polres Metro Jakarta Pusat tidak dapat mencapai target, bahkan tidak menangani kasus tipikor sama sekali. Pada akhir tahun 2012 Polres Metro Jakarta Pusat mendapatkan teguran dari Mabes Polri tentang target yang tidak tercapai tersebut.

Melihat gambaran kondisi di atas, penulis merasa perlu untuk membahas dan menganalisa bagaimana pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi dilaksanakan di Polres Metro Jakarta Pusat berdasarkan analisa SWOT (Strength, Weakness, Oportunities, Threats) sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Polri dapat teridentifikasi dengan baik. Tujuan akhir dari identifikasi ini adalah agar Polri dapat melakukan langkah antisipatif untuk menangkal hambatan dan ancaman serta memanfaatkan peluang dan kekuatan yang dimiliki. Penulis yang sebelumnya bertugas sebagai Kanit Tipikor Polres Metro Jakpus merasa bahwa dengan terlaksananya penanganan tindak pidana korupsi secara profesional maka dapat meningkatkan trust dari masyarakat. Namun sebaliknya, apabila pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi ini dinilai gagal oleh masyarakat,  maka justru akan memperburuk citra Polri dan semakin menenggelamkan citra Polri sebagai lembaga yang korup.

  1. ANALISIS SWOT PELAKSANAAN PENYIDIKAN TIPIKOR

Berdasarkan kondisi penanganan yang kurang tersebut maka penulis mulai menganalisa pelaksanaan penyidikan Tipikor berdasarkan metode analisa SWOT (Strength, Weakness, Oportunities, Threats) agar memudahkan bagi manajer untuk mencari solusi menghadapi hambatan dan membuat kebijakan yang memanfaatkan peluang. Analisis SWOT adalah sebuah metode analisis yang dikembangkan oleh Kearns yang mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang berpengaruh kepada performa organisasi. Faktor internal tersebut terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses). Kekuatan (streght) adalah sumber daya yang dimiliki organisasi yang dapat mendukung organisasi untuk mencapai tujuan sedangkan kelemahan (weaknesses) adalah hal penghambat yang  berasal dari internal organisasi yang dapat menggangu upaya pencapaian tujuan organisasi. Faktor eksternal organisasi adalah kondisi lingkungan yang dinamis yang mempengaruhi keberadaan organisasi tersebut dalam mencapai tujuan. Faktor eksternal itu terdiri dari peluang (oportunities) dan ancaman (threats). Peluang (oportunities) merupakan hal di luar organisasi yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan membawa manfaat bagi organisasi untuk mencapai tujuan. Sedangkan ancaman (threats) merupakan hal di luar organisasi yang daoat memberikan hambatan bagi organisasi dalam mencapai tujuan.

Adapun analisis SWOT terhadap pelaksanaan penyidikan Tipikor Polres Metro Jakarta Pusat adalah:

  1. Faktor Internal:

1.) Kekuatan (Strength)

  1. a)Terdapat dana penyidikan yang cukup besar yaitu sebanyak Rp 603.000.000,- per tahun untuk menyidik 3 perkara tipikor. Jumlah ini lebih besar daripada anggaran penyidikan yang diberikan untuk menangani kasus pidana biasa. Dengan dana yang diberikan tipikor sangatlah cukup untuk digunakan membiayai operasional penyidikan tipikor.
  2. b)Sarana dan prasarana yang mendukung penyidikan tipikor seperti komputer, laptop, printer, internet, ATK, dan mobil sudah tersedia. 
  3. c)Tersedia sumber daya manusia yang mendukung yaitu anggota penyidik yang sudah berpengalaman melakukan penyidikan selama bertahun-tahun dan sebagian besar sudah mendapatkan gelar sarjana hukum.
  4. d)Terdapat STR (Surat Telegram) Kapolri yang berisikan perintah untuk menggiatkan penyidikan tipikor di wilayah-wilayah sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan langkah prioritas dalam melakukan penyidikan tipikor.
  5. e)Budaya organisasi yang baik dimana anggota tidak ragu untuk melaksanakan lembur kerja apabila sedang menangani perkara yang membutuhkan atensi penanganan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun