Mohon tunggu...
andaru rahutomo
andaru rahutomo Mohon Tunggu... rakyat jelata -

fulfilling a never ending purpose

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Analisa Perkap No. 3 Tahun 2015 tentang Pemolisian Masyarakat

10 November 2015   22:38 Diperbarui: 10 November 2015   23:05 4811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Polisi adalah sebuah organisasi yang dinamis karena core business dari Polri itu sendiri adalah public safety dimana untuk mencapai keamanan dan ketertiban umum sangat bergantung pada faktor yang beragam dan berubah-ubah. Karena itulah dalam perjalanannya semenjak berdiri tahun 1946 Polri telah mengalami beberapa perubahan struktur. Polri yang pada zaman orde baru merupakan bagian dari ABRI sebagai salah satu kekuatan militer, sekarang menjadi sebuah institusi sipil di bawah Presiden. Falsafah dan ideologinya pun berubah dari polisi tradisional yang berfokus pada penegakkan hukum menjadi polisi modern yang berfokus pada pelayanan masyarakat. Untuk mencapai tujuan Polri yang memiliki semangat pelayanan maka diterbitkan beberapa peraturan untuk mengawal pelaksanaannya. Salah satu peraturan itu adalah Perkap No. 3 Tahun 2015 tentang Pemolisian Masyarakat.

Menjawab tugas dari dosen mata kuliah Polmas, menurut kami Perkap No. 3 Tahun 2015 yang diterbitkan pemerintah termasuk ke dalam kategori Community Policing. Untuk mempermudah pembaca memahami jawaban dari penulis  maka sebelumnya mahasiswa akan memberikan penjelasan mengenai masing-masing kategori pemolisian di atas sehingga masing-masing kategori tidak menjadi rancu. 

Tradisional Policing seperti yang dijelaskan penulis sebelumnya adalah sebuah bentuk pemolisian dimana orientasi utama pelaksanaan tugasnya adalah untuk menegakkan hukum. Pemolisian ini mengutamakan pemberantasan kejahatan, penegakkan hukum yang berlaku, menangkap penjahat, dan keberhasillannya diukur dari seberapa banyak tindak pidana dapat terungkap. Pemolisian ini mengesampingkan azas kemanfaatan hukum dan meihat masyarakat sebagai objek dari penegakkan hukum. Keterlibatan masyarakat tidak diperlukan dalam pelaksanaan tugas, hanya kemampuan dan ketrampilan polisi untuk menegakkan hukum yang diperhatikan.

Problem Oriented Policing berarti pemolisian yang berorientasi pada pemecahan masalah masyarakat. Pemecahan masalah masyarakat ini menjadi tugas polisi dan pelaksanaannya dilakukan oleh polisi itu sendiri tanpa bantuan masyarakat. Dalam tipe pemolisian ini polisi dituntut memiliki kemampuan analisa penyebab permasalahan yang bagus sehingga dapat  menyelesaikan permasalahan yang timbul di masyarakat. Fokusnya adalah menghasil solusi pemecahan masalah yang menurut polisi paling tepat.

Community Oriented Policing adalah pemolisian yang berorientasi pada masyarakat. Artinya bahwa pelaksanaan tugas polisi tujuannya adalah untuk melayani masyarakat, dan menyelesaikan segala permasalahan yang ada di masyarakat namun dalam pelaksanaannya tidak menitikberatkan pada keterlibatan masyakarat. Polisi melaksanakan tugasnya melayani masyarakat sesuai dengan cara kerja dan teknik yang diketahui yang outputnya adalah public safety. Problem Oriented Policing yang penulis jelaskan sebelumnya merupakan sebagian falsahah yang dimiliki oleh Community Oriented Policing. 

Community Policing adalah sebuah bentuk falsafah pemolisian yang menempatkan masyarakat sebagai mitra polisi dalam posisi sejajar untuk secara bersama-sama mewujudkan public safety, tidak terbatas hanya pada pemecahan masalah saja, namun kerjasama sama ini juga dilakukan dalam membantu polisi melaksanakan tugas-tugas lainnya. Polisi dalam paradigma community policing mendorong masyarakat untuk menyadari bahwa keamanan merupakan tanggung jawab bersama dan oleh karena itu masyarakat didorong untuk aktiv dalam upaya menjaga keamanan tersebut. Dalam community policing, polisi dan  masyarakat bekerjasama untuk mencoba mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi dengan mengedepankan azas kemanfaatan hukum bukan hanya asas tegaknya hukum. Community policing juga menjunjung semangat ultimum remedium yang menempatkan upaya penegakkan hukum positif sebagai pilihan terakhir pemecahan masalah. Pada akhirnya tujuan dari community policing ini adalah membentuk masyarakat yang dapat menjadi polisi bagi dirinya sendiri.

Jika kita membaca isi dari Perkap No. 3 Tahun 2015 ini dapat kita simpulkan bahwa perkap ini mengandung falsafah yang ada dalam community policing. Seperti yang dicantumkan dengan jelas dalam pasal 4 huruf (a) yang bunyinya "Falsafah Polmas memandang masyarakat bukan hanya merupakan objek pembinaan melainkan subjek yang aktiv dalam menjaga kamtibmas". Hal ini sesuai dengan falsafah community policing yang mendorong masyarakat untuk aktiv terlibat dalam membantu tugas polisi untuk mengamankan lingkungannya sendiri karena pada dasarnya polisi adalah bagian dari masyarakat. Untuk lebih memahami mengapa penulis menggolongkan Perkap No. 3 Tahun 2015 ini ke dalam community policing dan bukan problem oriented policing maka penulis mencoba memberikan perbandingan yang mendasar diantara keduanya melalui tabel di bawah ini.

 

Tabel 1. Perbandingan Problem Oriented Policing, Community Policing, dan Perkap No. 3 Tahun 2015.

Tradisional Policing

Problem Oriented Policing

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun