Mohon tunggu...
andaru rahutomo
andaru rahutomo Mohon Tunggu... rakyat jelata -

fulfilling a never ending purpose

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Legal Opinion Kasus Cikeusik

12 November 2015   11:01 Diperbarui: 12 November 2015   11:51 1324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca peristiwa penyerangan Jamaah Ahmadiyah Cikeusik ini, upaya pemerintah dalam melindungi hak asasi untuk bebas memeluk agama masih dipertanyakan. Bahkan setelah kejadian Cikeusik ini terbit banyak peraturan daerah yang melarang aktivitas Jamaah Ahmadiyah di berbagai wilayah. Penerbitan Perda larangan ini bertumpu pada Surat Keputusan Bersama 3 Menteri yang pernah diterbitkan tahun 2008 lalu. Kebijakan-kebijakan ini tentu saja kontra produktif dengan semangat melindungi, menegakkan dan menjamin pemenuhan HAM, yang seharusnya dilakukan oleh negara.  Kebijakan-kebijakan tersebut merupakan bagian dari ketidakjelasan dan kemunduran negara dalam menyediakan ruang kebebasan beragama dan berkeyakinan, khususnya kepada kelompok minoritas agama.

Masalah HAM sudah sudah menjadi hal yang tidak dapat ditawar kembali dalam kehidupan di masyarakat. Secara  ideologis dan konstituis negara wajib menegakkan Hak Asasi Manusia bagi rakyat yang dinaunginya. Hal itu wajar karena negara memiliki segala instrumen kekuasaan dan kekuatan untuk menjaga HAM. 

  1. KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah mengulas bagaimana terjadinya tragedi Cikeusik dan analisa terhadap filosofi HAM dan aturan yang melindunginya, penulis mengambil kesimpulan antara lain:

1)    Insiden Cikeusik merupakan cerminan dari ketidaktegasan negara dalam menjamin kebebasan warganya untuk menganut kepercayaan yang merupakan bagian dari hak asasi manusia.  Insiden yang menghasilkan kerugian tidak ternilai ini dan menorehkan catatan buruk dalam penegakkan HAM di Indonesia harusnya menjadi pelajaran berharga bagi negara
sehingga tidak terulang kembali.

2)    Peristiwa Cikeusik merupakan salah satu akumulasi kekerasan yang dialami oleh komunitas Ahmadiyah di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Kekerasan dan diskriminasi terhadap Jamaah Ahmadiyah mengidentifikasikan bahwa kekerasan serupa dapat saja terjadi di daerah lainnya.

3)    Insiden ini menggambarkan Polri yang gagal melakukan mekanisme pencegahan terjadinya kekerasan. Informasi mengenai potensi kerawanan sebenarnya sudah diketahui namun kepolisian menganggap remeh sehingga tidak dapat melaksanakan pengamanan yang dibutuhkan.

4)    Sampai sekarang tidak ada sikap dan pernyataan resmi dari pemerintah yang dapat melindungi Jamaah Ahmadiyah dalam beragama sehingga komitmen perlindungan HAM pemerintah masih diragukan.

Menanggapi insiden Cikeusik ini dan untuk meningkatkan upaya perlindungan HAM di Indonesia maka penulis memberikan beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan, antara lain:

1)    Pemerintah membentuk mekasnisme preventif guna mencegah terjadinya kekerasan masal yang lebih buruk di masa depan, mengingat di wilayah lain masih banyak potensi koflik serupa yang melibatkan keyakinan keagamaan.

2)    Perlu adanya sebuah regulasi yang melindungi kebebasan umat beragama dalam memeluk agamanya karena dinilai selama ini terjadi kekosongan hukum yang menyebabkan upaya penanganan konflik keyakinan keagamaan menjadi rancu.

3)    Perlunya evaluasi penanganan Polri terhadap kasus yang melibatkan konflik keyakinan keagamaan sehingga dapat diperoleh formula penanganan yang tepat demi terlindunginya hak-hak sipil masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun