Pilihan diam ini selanjutnya justru menciptakan efek spiral di mana opini mayoritas tampak semakin dominan. Semakin diam semakin dominan. Dan pada akhirnya mereka ikut bersuara pada suara dominan tersebut.
Ketakutan akan dikucilkan atau dihakimi oleh pemilik opini mayoritas dan kekuasaan, sering kali menjadi pendorong utama di balik keputusan untuk diam tidak bersuara. Hal ini menjadi sangat mengkhawatirkan, ketika para intelektual, akhirnya merasa bahwa mengutarakan pendapat kontroversial bisa merusak reputasi profesional mereka atau menyebabkan alienasi sosial.
Spiral of Silence di Indonesia
Di Indonesia, selama masa Orba di bawah pemerintahan Soeharto, banyak intelektual, akademisi, dan tokoh masyarakat yang memilih untuk diam atau tidak secara terbuka menyuarakan kritik terhadap pemerintah.
Pemerintah Orba dikenal dengan kontrol ketat terhadap kebebasan berekspresi dan penindasan terhadap oposisi politik. Kritik terhadap pemerintah sering kali direspon dengan tindakan represif, termasuk penahanan tanpa pengadilan, pengawasan ketat, dan ancaman terhadap keselamatan pribadi dan keluarga.
Bagaimana mekanisme spiral of silence bekerja dalam contoh kasus Orba tersebut?
Pemerintah Orba membangun narasi bahwa stabilitas nasional dan pembangunan ekonomi hanya bisa dicapai melalui kepemimpinan yang kuat dan tanpa adanya gangguan dari oposisi. Media massa yang dikendalikan oleh pemerintah Orba memperkuat narasi ini, sehingga opini publik cenderung mendukung pemerintahan yang otoriter tersebut.
Intelektual dan akademisi yang memiliki pandangan kritis terhadap pemerintah sering kali takut akan konsekuensi negatif, seperti penahanan, pemecatan dari pekerjaan, atau bahkan ancaman fisik. Ketakutan lain, misalnya ketakutan akan diasingkan dari komunitas profesional dan sosial mereka.
Banyak intelektual memilih untuk tidak mengkritik pemerintah secara terbuka atau bahkan berhenti berbicara tentang isu-isu sensitif politik. Beberapa intelektual beralih ke penelitian atau diskusi yang dianggap lebih aman, menghindari topik-topik yang bisa memicu tindakan represif dari pemerintah.
Media massa pada waktu itu berada di bawah kontrol ketat pemerintah, sehingga informasi yang disajikan kepada publik sangat terbatas dan bias. Liputan media yang mendukung pemerintah dan mengabaikan atau mendiskreditkan kritik memperkuat iklim opini yang mendukung status quo.
Dampak dari spiral of silence adalah kurangnya kritik terbuka terhadap pemerintah. Hal ini mengakibatkan hilangnya mekanisme checks and balances yang penting untuk demokrasi. Kebijakan pemerintah jarang dipertanyakan secara terbuka, mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan.