Belum lama ini pemerintah mengeluarkan keputusan tentang penetapan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan dengan nama Nusantara. Kagum dan juga tidak menyangka bahwa konsep Nusantara yang sejak periode awal didengungkan masih juga tumbuh sebagai bingkai pemersatu anak negeri.
Nusantara bukan hanya sebagai nama atau symbol. Dia adalah komitmen dalam memberikan kesejukan dan menumbuhkan rasa cinta tanah air, menjadikan perbedaan bagian dari kekayaan yang dipunyai bangsa besar ini.
Sebagai sebuah bangsa tentu perbedaan bukan hanya dalam konteks budaya, suku dan agama saja, tetapi juga pada konteks berdemokrasi. Perbedaan pandangan membentuk polarisasi ditengah-tengah masyarakat yang membuat jarak antara kelompok yang satu dengan yang lainnya. Sehingga tidak menutup kemungkinan crash antar kelompok bisa saja terjadi jika kesadaran dalam berdemokrasi ini tidak disulam dengan sebaik mungkin.
Sebagai sebuah prodak demokrasi, Pemilu hadir sebagai wadah penyaluran aspirasi oleh berbagai kelompok dan kepentingan. Pemilu di negara kita ini adalah termasuk pemilu yang dianggap paling rumit di dunia, dengan berbagai tantangan kompleksnya. Untuk itu rumusan dalam mendesain penyelenggaraan yang mudah dan meminimalisir kerawanan mesti dipikirkan sedini mungkin. Menurut penulis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyongsong tahapan pemilu dan pilkada 2024 mendatang.
Menyerentakkan Pemilu, Menyerentakkan Penyelenggara
Pemerintah akhirnya bersepakat dengan KPU dalam menetapkan hari pelaksanaan Pemilu serentak 2024 yaitu 14 Februari. Pada Rapat Dengar Pendapat yang digelar oleh Komisi 2 DPR RI bersama Kemendagri, KPU dan Bawaslu akhirnya tanggal tersebut disepakati. Selain itu pula hari pelaksanaan Pilkada serentak disepakati pada tanggal 27 November 2024. Atau kurang lebih sepuluh bulan setelah dilaksanakan Pemilu serentak 2024. Dengan demikian maka selaku penyelenggara teknis KPU akan segera menyusun Peraturan mengenai tahapan pemilihan yang didahului dengan verifikasi partai politik dan tahapan-tahapan awal lainnya.
Jalan panjang penetapan hari pelaksanaan Pemilu memang menimbang berbagai macam kondisi diantaranya kondisi pemulihan pasca pandemi yang melanda dihampir seluruh dunia. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya pemerintah menyepakati usulan yang didorong oleh KPU sejak awal pembahasan di tahun 2021 bahwa rens waktu yang dibutuhkan antara hari pelaksanaan Pemilu dan Pilkada harus memadai dalam menyiapkan dua pesta demokrasi yang berkualitas baik harus cukup.
Irisan-irisan tahapan yang tidak dapat dihindarkan akan mewarnai persiapan Pemilu selanjutnya. Apa lagi dalam tahun yang sama sebagaimana UU Nomor 10 tahun 2016 kita akan menggelar Pilkada serentak yakni pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan Pemilihan Bupati/Wali Kota dan Wakil Bupati/Wakil Wali Kota serentak dan ini akan terjadi pertama kalinya dalam sejarah demokrasi di Indonesia.
Selain mendesain keserentakan penyelenggarannya menjadi 2 bagian yakni Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024, hal lain yang mesti didesain adalah menyerentakkan seleksi penyelenggara-nya. Khususnya KPU baik di provinsi maupun kabupaten/kota masa baktinya tidak serentak selesai. Bahkan jika dilihat periodesasinya ada penyelenggara KPU Kab/Kota yang akan habis masa baktinya menjelang beberapa bulan hari Pemilihan.
Sejak pembahasan pelaksanaan Pemilu memang berkembang dua opsi yakni menarik atau mempercepat seleksi bagi seluruh anggota KPU baik provinsi maupun Kabupaten/Kota. Atau dengan opsi lain yaitu dengan memperpanjang masa jabatan penyelenggara didaerah sampai tahapan Pilkada berakhir atau rampung. Tentu hal ini berdasarkan pertimbangan efektif dan efisiennya sehingga guliran tahapan tidak terganggu dengan pergantian penyelenggara diberbagai pada saat tahapan pemilu sudah sedang berjalan.