Mohon tunggu...
Andang Ismail
Andang Ismail Mohon Tunggu... profesional -

Spesialis Alat Permainan Edukatif (APE) Berbahan Sederhana Bahkan Barang Bekas untuk Pembelajaran Anak Usia Dini. Penulis Buku Education Games Owner Shibyan Kids Center Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memajukan Skill Pendidik PAUD; Perlu Perhatian Serius

6 Oktober 2013   13:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:55 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pendidik anak usia dini dituntut untuk menjadi tenaga yang kompeten dan memenuhi standar pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya mendidik anak-anak usia dini. Harapan yang besar begitu kuat ditumpukan pada mereka agar di kemudian hari terbentuk generasi baru yang lebih cerdas, matang, berkarakter tinggi dan mampu membawa bangsa ini pada peradaban yang maju dan beradab.

Pergumulan yang terjadi di lapangan real antara pendidik, anak didik dan masyarakat sekitar utamanya di daerah-daerah yang jauh dari pusat keramaian seperti daerah terpencil/daerah perbatasan, amat memprihatinkan. Hal ini terlihat dari kesiapan dan kemampuan mereka dalam mendidik dan mengasuh anak-anak. Masih banyaknya angka pendidik yang berijazah SMU sederajat bahkan SMP, rendahnya minat orangtua memasukkan anaknya ke lembaga PAUD, serta dukungan finansial yang kurang menyebabkan kemajuan PAUD di daerah daerah tertentu (sebagian daerah terpencil dan perbatasan) mengalami stagnasi yang berakibat fatal pada suksesnya kebijakan pemerintah khususnya pendidikan.

Padahal tidak sedikit perusahaan berdiri di daerah-daerah, bahkan mereka menghabisi tanah-tanah tempat tinggal mereka karena memiliki kandungan batu bara, bouksit, dan lain-lain, tetapi mereka apriori dengan kemajuan pendidikan di daerahnya.

Sangat menyedihkan bila kita lewat di daerah-daerah seperti itu, bahkan bisa jadi lebih baik bagi anak-anak jalanan di Jakarta yang tidak sedikit dikelola oleh LSM atau dinas sosial demi kemajuan anak-anak di masa mendatang daripada mereka yang berada di daerah terpencil.

Mereka sangat kecil minatnya untuk bisa meningkatkan skill dan kompetensinya karena dukungan finansial yang minim. Bagaimana mungkin bisa mengikuti kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada penambahan wawasan dan ketrampilan, sedangkan untuk biaya operasional institusinya sendiri juga kembang kempis, karena mereka hanya mampu membayar SPP antara Rp.5.000,- s.d. Rp.10.000,- sedangkan bila mengandalkan bantuan dari dana insentif, tidak tiap tenaga pendidik di institusi itu juga terdaftar penerima. Alhasil mereka hanya bisa mengeluh dan meratap, walaupun keinginan mereka juga sama dengan yang di Jakarta, Bandung, Jogja, Surabaya dan kota-kota besar lainnya.

Bila saja pak Mentri Pendidikan seperti Jokowi, siap blusukan sidak ke penjuru tanah air dan mengetahui realitas yang terjadi, mungkin akan sangat tersentuh hatinya untuk memikirkan lebih dalam lagi bagaimana pemerataan pendidikan agar bisa dirasakan juga oleh kalangan pinggiran.

Pemberian bantuan terhadap mereka yang berada di pedalaman akan sangat berarti bagi kemajuan anak-anak di masa mendatang. Bisa dibayangkan, jika saja para koruptor itu sadar, para pemilik kepentingan pribadi itu sadar, para opportunis itu sadar, kejayaan di negara ini bukan isapan jempol lagi. Uang-uang yang diambil tanpa ijin itu tak akan tercecer ke rekening-rekening yang tak berhak, tetapi mampu memakmurkan banyak pihak.

Keterlibatan semua pihak, tidak terkecuali pemerintah, pendidik,  masyarakat, pengusaha, benar-benar akan menjadi penentu suksesnya pendidikan kita. Oleh karenanya, memajukan skill pendidik paud bukan saatnya lagi untuk ditunda, tetapi perlu perhatian yang serius dari kalangan-kalangan di atas.

Semoga kedepan tidak akan ada lagi guru yang mengeluh terkait dengan dukungan finansial, tidak ada lagi pendidik PAUD yang berderajat pendidikan SMU atau di bawahnya, tidak ada lagi keniscayaan yang diakibatkan oleh penyalahgunaan hak bermasyarakat, bernegara dan menikmati pendidikan serta tidak ada lagi orangtua yang tidak mendukung anaknya masuk PAUD. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun