Setiap manusia pasti ingin mengenang masa-masa tertentu, yang membuat mereka terkesan dan ingin mengabadikan moment itu sebagai suatu kenangan yang istimewa. Sebagai ungkapan rasa syukur akan segala nikmat, kebahagiaan, dan kesenangan yang berulang di setiap tahunnya. Ini merupakan kecenderungan manusia yang telah lahir secara alami dalam fitrah kemanusiaannya.
Karena itulah Allah SWT, Dzat Yang Maha Mengetahui sifat dan karakter manusia telah memberikan petunjuk untuk mengapresiasikannya dengan cara yang mulia.
Dari Anas bin MalikRadhiyallahu 'Anhuberkata, "Ketika NabiShallallahu 'Alaihi Wasallamtiba di Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang mereka bermain-main (bersenang-senang) di dalamnya. Lalu beliau bertanya, "Dua hari apa ini?" Mereka menjawab, "Dua hari yang kami bermain-main (bersenang-senang) di dalamnya pada masa Jahiliyah." Maka NabiShallallahu 'Alaihi Wasallambersabda, "Sesungguhnya Allah telah mengganti untuk kalian dua hari tersebut dengan Idul Adha dan Idul Fitri." (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Rasulullah SAW pernah bersabda kepada Abu BakarRA, "Hai Abu Bakar, setiap kaum memiliki hari raya, dan inilah hari raya kita." (HR. Bukhari)
Kedua hadits inilah yang menjadi dasar bahwa hari raya ummat Islam hanya pada kedua hari raya itu. Hal ini berbeda dengan hari raya ummat selainnya, baik yang bersifat kenegaraan, keagamaan, ataupun duniawi lainnya.
Kenapa ummat Islam berbeda?
Banyak dalil syar’i yang menyebutkan, bahwa ummat Islam memanglah berbeda di antara ummat yang lain. Sebagaimana tercantum dalam Firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Ali Imran: 110.
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah."
Dalam hadits Mu'awiyah bin Haidah berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Kalian adalah penyempurna tujuh puluh umat. Kalian yang terbaik dan paling mulia di mata Allah 'Azza wa jalla." (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan al-Hakim).
Namun kenyataannya, banyak ummat Islam yang kemudian tertarik pada perayaan Natal dan Tahun Baru yang menjadi syiar agama Kristen. Dikarenakan mereka tidak memahami kedudukan dan posisi mereka sebagai ummat yang terbaik.
Toleransi sesama ummat beragama tak berarti kemudian ikut parno merayakan hari raya bersama, saling mengucapkan selamat, dan ikut memakai berbagai aksesoris khas Natal dan Tahun Baru. Tidak peduli Muslim, Kristen, Konghuchu, Hindu, dan Budha, seolah semua menjadi Kristen di hari Natal atas nama toleransi ummat bergama.
Sebagai seorang muslim tentunya kita harus memiliki sikap tegas dan santun. Allah telah mengajarkan kita untuk bersikap tegas dalam beragama. Sebagaimana tercantum dalam Firman-Nya.