Mohon tunggu...
Andalusiana Cordoba
Andalusiana Cordoba Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Tinggal di Kabupaten Trenggalek

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ku Pikir Kamulah Tempat Berteduhku

16 September 2012   08:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:23 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Saat ku tersesat di padang gersang, ku lihat pohon kokoh tinggi menjulang rindang. ku tersenyum ke arahnya, berjuta harap berbaris rapi. Hmmm... sungguh nyaman berteduh dibawahnya. Menghirup udara segar, bersantai melepas penat, dengan menikmati keindahannya. Aku selalu mendatanginya, melepaskan segala gundah gulana, bercengkerama, berbagi cerita, mimpi dan angan masa depan dengannya.  Anganku melayang, andai aku bisa miliki pohon ini seutuhnya.

Tak terasa waktupun berlalu kian cepat, berpacu dengan zaman. Hingga suatu ketika datanglah seorang kakek tua menghampiriku.

"Nak, menyingkirlah. Kakek ingin menebang pohon ini untuk membangun tempat rumah bagi anak gadis kakek. "

Ternganga aku mendengar suara sang kakek, beliau ingin menebang pohonku, tapi kenapa dan untuk apa, kenapa harus pohon ini?? tak adakah pohon yang lain?

Tak kuasa aku bersuara, ia sangat berharga bagiku. Ia selalu ada buatku, saat aku membutuhkan tempat untuk bersandar, tempat untuk berbagi kesah, yang menemani hari-hari ku yang gersang.

Dimana lagi aku bisa mendapatkan pohon serindang dan sekokoh ini. Aku tak ingin kehilangannya. Tapi akupun tahu, pohon ini tak ditanam untukku. Dia bukan milikku...

"Kek, bolehkah aku memunguti rantingnya?" Aku memelas berharap pada sang kakek.

"Ambillah..." Jawabnya seraya tersenyum.

"Terimakasih Kek."

Kupungut ranting yang berserakan itu, kukumpulkan serpihan-serpihan kenangan yang ditinggalkannya untukku.  Kelak, saat malam datang mencekam, saat tak ada lagi sinar rembulan, kuharap rantingnya dapat menerangi malamku. Senantiasa menginspirasi dan menyinari, hingga malam-malamku tak terasa sunyi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun