Hari Buruh dan hari Pendidikan Nasional di peringati hanya selisih waktu satu hari. Kadang telinga ini suka keliru antara Buruh dan Guru, hari buruh untuk pegawai, karyawan buruh kasar, pabrik dll, sedangkan hari Pendidikan Nasional yang di bahas biasanya sekolah, peserta didik. Dan pendidiknya serta bermacam macam yang menyangkut masalah pendidikan. Berita di televisi ramai dengan demo buruh, kalau tidak fokus yang terdengar menjadi demo guru ya masak sih ada guru demo ! , di hari libur gini mending istirahat setelah 6 hari kerja. Ah itu hanya kekeliruan pendengaran saya saja.
Guru juga sedang ramai tetapi di sini bukan membahas demo tentang pengangkatan PNS, atau tentang Ujian Nasional tapi membahas tentang guru pembelajar di mana guru harus terus Belajar, jangan heran jika dulu hasil Uji kompetensi guru nilainya di bawah standar karena memang jarang sekali ada pelatihan ataupun diklat kalaupun ada harus bayar, undangan dari dinas untuk pelatihan yang berangkat orangnya itu itu juga hingga di sebut guru spesialis pelatihan, terkadang hasil dari pelatihan tidak di sampaikan, sekarang ada guru pembelajar melalui online ( DARING) dalam jaringan, Intrukturnya selain dari widyaiswara juga dari mereka sesama guru yang memiliki nilai tinggi melebihi yang di harapkan, sungguh sangat beruntung hingga guru ini sering mendapat undangan untuk ikut Diklat hingga ke tingkat nasional untuk di menjadi instruktur keliling Indonesia.
Guru belajar adalah kewajiban Banyak cara menambah wawasan ada Workshop, seminar hingga kepelatihan bahkan pembinaan. Menunggu undangan (Diklat) Pendidikan dan Pelatihan dari Pemerintah tak kunjung datang. Saat itu di akhir tahun 2015 ada ajakan dari teman untuk mengikuti pendidikan khusus untuk Perempuan, pesertanya ibu ibu rumah tangga, ibu ibu kader PKK dan ada beberapa orang guru, materinya banyak membahas tentang kesehatan, keterampilan, parenting dan bakti sosial. Lama pendidikan selama enam bulan dengan prekwensi satu pekan sekali yaitu setiap hari selasa pukul 1 siang, meskipun tidak linier dengan pekerjaanku untuk menambah wawasan dan pengetahuan tak ada salahnya saya mengikuti ajakan teman itu. karena tidak mengganggu jam kerja
Saat saya masuk kegiatan sudah berjalan 5x pertemuan sehingga saya tidak di perkenankan untuk ikut wisuda dan harus mengulang. Pikirku tak masalah karena bukan mencari sertifikat saya ingin ilmunya. Di antara teman teman wisuda ada seorang guru PAUD sebut saja bu Wati awalnya saya kira ia benar benar seorang guru karena kesibukan dan keaktifannya diantara teman temannya ia sosok yang bisa di gugu dan di tiru , Bu Wati yang di tunjuk jadi wali kelas sangat gesit tak ubahnya seorang komandan yang mengarahkan dan menggerakkan teman temannya untuk selalu aktif hingga akhir kegiatan, saat wisuda Bu Wati di anugerahi sebagai peserta terbaik.
Betapa tercengannya saya ketika dia menceritakan pengalaman hidupnya menurut ceritanya ketika baru lulus sekolah lanjutan pertama/ SMP ia menangis dan memohon pada ayahnya untuk dapat melanjutkan sekolah ke sekolah pendidikan guru / saat itu SPG ia ingin menjadi guru tapi ayah nya bungkam karena ayahnya hanya bekerja sebagai buruh serabutan memiliki 4 orang anak dan wati anak kedua, kakanya juga hanya mampu menyelesaikan SMP Ayahnya tidak mampu untuk menyekolahkan anak anaknya hingga ke sekolah yang lebih tinggi, Wati yang saat itu baru menginjak remaja sangat sedih mimpinya untuk menjadi guru serasa kandas, akhirnya ia pun bekerja di pabrik. di usia menginjak 20 tahun ia di lamar pemuda teman kerjanya 5 tahun lebih tua darinya,
Setelah menikah selain bekerja juga harus mengurus anak anak, di rumah kesibukannya bertambah ketika sang suami menjabat ketua Rukun Warga (RW). Setelah lebih dari lima belas tahun bekerja ,iapun berhenti karena bu Wati harus mendampingi suami, jika ada rapat rapat terutama untuk kegiatan ibu Ibu PKK hingga ia di pilih sebagai kader di lingkungannya. Pendidikan, Pelatihan dan Seminar kerap bu Wati ikuti hingga berhasil mengantongi ijazah Paket C. Sekarang ia memiliki 3 orang anak yang sudah besar dan kuliah di perguruan tinggi Negri. dari anaknya yang kuliah inilah ia belajar menggunakan IT meskipun tidak mahir menggunakan komputer tapi untuk membuat laporan ia buat sendiri karena tidak ingin menyusahkan anaknya. hingga suatu hari dari kelurahan mengajak bu Wati untuk mengelola pendidikan anak usia dini (PAUD) yang memilikI 60 peserta didik
Ketika impianya terwujud menjadi seorang guru, ayahnya terbaring sakit masih ingat ketika ayahnya menepuk nepuk pundaknya sambil berkata ” Ayah tidak dapat mewujudkan mimpimu ayah hanya bisa berdoa agar apa yang menjadi cita cita mu tercapai” bu wati yang saat itu duduk di samping ayahnya menangis sesenggukan iapun meminta maaf pada ayahnya karena tidak bisa selamanya mendampinginya karena ia selalu disibukan dengan mengurus suami dan anak anak ditambah pekerjannya sekarang sebagai guru PAUD. saat bu wati menyeka airmatanya peserta yang lainnya ikut larut dalam emosi, bu wati melanjutkan ceritanya setelah ayahnya tiada suamilah yang selalu mendukung kegiatannya sekarang ini dan anak anak adalah penyemangat hidupnya, dan ia pun mengenalkan suaminya yang selalu memotivasinya untuk selalu aktif didunia pendidikan khususnya di Pendidikan Anak Usia Dini PAUD.
Saya mulai merenung semangat bu wati luar biasa, terus belajar tak kenal lelah, asalnya dari buruh Pabrik di bayar berdasarkan UMR, kini ia bisa menjadi seorang Guru yang di bayar tak menentu sangat jauh dari UMR, meskipun bukan dari latar belakang pendidikan Guru di usianya yang sudah tidak muda, Bu Wati Mampu mensejajarkan dengan kami guru guru yang memiliki ijazah sarjana. “Selamat datang di dunia Pebdidikan bu Wati.
“ SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL”.
Penulis adalah anggota KPLJ jabar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H