Mohon tunggu...
S Arif Karennu
S Arif Karennu Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati Pendidikan, politik, sosial dan budaya

Anchy

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Politic of Hope di Balik Perjuangan "Muda adalah Kekuatan"

7 Agustus 2019   12:43 Diperbarui: 7 Agustus 2019   15:08 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hajatan demokrasi lima tahunan pemilu 2019 telah usai. Keputusan final-mengikat Mahkamah Konstitusi (MK) pun telah memutus atas semua perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).

Potret gugat-menggugat di gedung MK, kerap pemilu dihelat adalah lazim dan wajar. Bagi warga negara Indonesia, yang merasa hak konstitusionalnya dirampas, tidak serta-merta melakukan tindakan individual yang berpotensi melabrak hukum. Ada aturan main negara, yaitu mengadu ke MK.

"Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional, Peserta Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada MK" (Pasal 474 UU Pemilu Ayat 1).

Caleg Sulsel III, partai Demokrat, Dhevy Bijak Pawindu misalnya. Pasca penetapan KPU RI, digugat oleh sesama caleg Demokrat di MK. Putra Syukur Bijak ini dituding telah menggelembungkan suara saat pemilu 2019 berlangsung.

Tentunya, setiap tudingan haruslah berdasarkan fakta. Negative-implicate akan memengaruhi opini publik. Dimana tuduhan-tuduhan itu akan melekat di alam bawah sadar masyarakat, jika saja tidak segera diluruskan.

Terkhusus di Luwu. Dua wilayah cukup terpencil yaitu Bassesangtempe dan Walenrang Barat, dimana letak geografis wilayah itu berada di pegunungan. Kerap pemilihan dihelat, tudingan kecurangan pun menyertainya.

Satu per satu hipotesa kecurangan pemilu di Luwu, khususnya di wilayah pegunungan mulai terbantahkan. Kita masih ingat betul peristiwa pleno rekapitulasi hasil pemilu 2019 oleh KPU Luwu pada 8 Mei 2019. Pleno berlangsung alot lantaran saksi peserta pemilu ngotot membuka dan menghitung ulang 2 TPS di Bastem.

Curang, penggelembungan suara. Dua kalimat itulah dasar, dimana saksi bersikeras menghitung ulang 2 tps yang dianggapnya harus dibuktikan.

Publik Luwu, khususnya warga Bastem dan sekitarnya, mesti berterima kasih kepada para saksi peserta pemilu pencari keadilan. Dua tps yang diduga telah terjadi  penggelembungan suara, setelah dihitung ulang, tidak ada yang berubah, hasilnya tetap sama.

Peristiwa itu, disamping menguak fakta dimana wilayah bastem, yang lazim diingat tempat dimana kecurangan pemilu sering terjadi, ternyata tidak terbukti. Minimal, tidak ada lagi hipotesa kecurangan terhadap wilayah yang terisolir.

Peristiwa politik yang sama, pula telah ditunjukkan oleh legislator Bahrum Daido. Langkahnya mencari kebenaran melalui MK, terkait perselisihan hasil pada pemilu 2019, sudah tepat. Proses konstitusional yang ditempuhnya, sekaligus menghapus asumsi kecurangan pemilu di Walenrang Barat, Kab. Luwu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun