Mohon tunggu...
Anazkia
Anazkia Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Fansnya Anuar Zain, suka baca buku, suka baking, acap berkicau pendek di Twitter @anazkia dan kadang di anazkia.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mampukah Kita Bahu Membahu Menghentikan Pengiriman Tenaga Kerja?

17 Oktober 2011   09:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:51 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibarat dua sisi mata pedang, seperti itulah gambaran dunia tenaga kerja kita,  juga dunia TKW kita. Ia tajam di depan, tapi tumpul pula di belakang. Ketika salah satu dari tenaga kerja kita terkena  musibah baik dianiaya, dera atau cedera di tempat kerja, ramai-ramai media memberitakannya. Ia dibicarakan di televisi, dimuat beritanya di Koran menjadi headline berita utama demi meraup keuntungan meraih pembaca atau menjadi sensasi  semata. Tak hanya itu, ia juga akan dibincangkan di forum-forum di antara kalangan cerdik pandai, yang bicaranya penuh teori bahasanya lengkap dengan materi.  Tak cukup sampai di forum, yang lain menulis dengan segala teorinya baik melalui media massa ataupun blog pribadinya. Masalahnya dikupas, dibahas satu persatu. Hebat sungguh!

Lantas keputusan-keputusan bijak dibuat, semua bersuara hampir sebulat "HENTIKAN PENGIRIMAN TENAGA KERJA!"

Menjadi ironi ketika yang dibincangkan tidak melihat, yang dibicarakan tak pula menyaksikan. Adakalanya, ketika cerdik pandai kita tengah mempertahankan debat argument untuk para tenaga kerja, sebagian atau justru beberapa para tenaga kerja kita yang tersebar di seantero dunia tidak melihatnya. Lebih tragis lagi  mereka justru mungkin sedang dianiaya, masih didera dalam ketidaktahuan dalam kekurangan atau mungkin saja dalam kurungan. Innalillahi...

Lantas, apa perlunya sebuah perbincangan? Berbicara menghentikan itu gampang, teori memulangkan itu mudah. Kemudian ketika para tenaga kerja kita dipulangkan beramai-ramai dalam jumlah lebih dari nominal ribuan, hendak diapakan kami? Kami yang tak punya daya saing, kami yang tak punya standar pendidikan memadai. Sedang di tanah air sendiri, banyak sarjana yang berbondong mencari kerja tanpa hasil yang nyata.

Bukan, bukan kami tak percaya kalau negeri kami besar adanya. Tapi kami belum percaya kalau negeri kami belum mampu memberikan perlindungan kepada seluruh warganya...

Mereka yang bersuara lantang untuk menghentikan pengiriman tenaga kerja sebagiannya dari kalangan berpendidikan, berpenghasilan memadai  dan tentu saja tak pernah mengalami sebagai tenaga kerja. Boro-boro mengalami, melihat sendiri saja mungkin belum pernah. Maka dengan mudahnya mereka berteriak lantang untuk menghentikan pengiriman tenaga kerja. Berkata hentikan saja mudah, tapi bagaimana setelah berhenti itu yang tak mudah.

****

Kalau kita berkunjung ke restoran Es Teller 77 yang terletak di Pasar Seni Kuala Lumpur setiap hari ahad, kita akan menyaksikan suasana yang berbeda dengan restoran-restoran lainnya. Tepat di lantai dua, di tengah-tengah ruangan sekumpulan orang berjumlah 30 lebih sedang duduk khusu di depan laptop. Satu laptop bisa dikelilingi oleh 3-4 orang. Mereka bukan sedang menikmati hidangan sajian restoran, tapi mereka sedang menikmati sajian pelajaran yang diajar oleh beberapa tutorial untuk mempelajari dasar-dasar ilmu komputer. Sementara sebagian pengajar sibuk berkeliling, menanyakan satu persatu, apa yang perlu dibantu dan apa yang akan dipertanyakan. Sesekali, beberapa pejabat kedutaan pun berkunjung dan menyaksikan kegiatan ini.

Mereka adalah sekumpulan teman-teman TKI yang sedang belajar computer. Dan sebagian dari para tutorial adalah warga Negara Indonesia yang berada di Malaysia bekerja sebagai ekspatriat maupun pelajar yang tersebar di beberapa universitas di Malaysia. Ketika menyaksikan semuanya, saya merasa terharu dan bangga. Terharu ketika sebagian pengajar menyisakan waktu akhir pekannya untuk memberikan ilmu kepada kami para TKI. Bangga karena alhamdulilah, saya ada di antara mereka. Belajar bersama, bertanya bersama dan mendapatkan ilmu bersama. Apalagi, dalam kursus ini kami tak dipungut biaya sepeserpun. Yah, semuanya gratis! Program ini diselenggarakan oleh LKBN Antara bekerja sama dengan KBRI Kuala Lumpur.

Saya seolah melihat kenyataan yang begitu jelas, bahwa menolong TKI untuk terbelenggu dari ketidaktahuannya adalah dengan berbagi ilmu, memberikan semangat juga bekal pengetahuan. Tak hanya sebatas diperbincangkan. Mereka semua, para pengajar adalah contoh nyata yang sesungguhnya, bagaimana mereka mengajari kami untuk tak hanya berpikir mencari uang saat berada di Negara orang. Tapi, juga mencari pengalaman dan ilmu pengetahuan.

Kabar gembira, tak hanya kursus computer yang akan kami dapatkan dari para tutorial, bulan depan kami juga akan diajarkan kursus bahasa Inggris, pengajarnya adalah beberapa mahasiswa sastra Inggris dari Universitas Indonesia. Dan lagi-lagi, ilmu tersebut dibagikan secara gratis! Semoga ini menjadi bentuk kerja sama untuk bahu membahu menghentikan pengiriman tenaga kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun