Kita boleh bernafas lega (boleh, kan, menyebut kita? Hehehe..) Tentang ditundanya RUU SOPA-PIPA yang beritanya banyak dimuat beberapa media minggu-minggu waktu lalu. Adanya perlawanan baik dari kalangan online (dengan melakukan black-out dan petisi) juga perlawanan dari offline, demo di jalan-jalan yang dilakukan oleh sebagian warga di luar negeri akhirnya, untuk sementara RUU tersebut ditunda.
Namun, dengan ditundanya RUU SOPA-PIPA ini belum bisa membuat kita bernafas lega. Ditutupnya situs megaupload juga ditangkapnya sang pemilik situs Kim Schmitz, mungkin membuat kita bertanya, apa ini dampak dari SOPA-PIPA? Nyatanya, ini bukan dari dampak RUU SOPA-PIPA. Karena RUU ini sendiri masih dalam proses rencana undang-undang yang belum disahkan.
MU (MegaUpload) adalah sebuah situs yang berisi gudang penyimpanan online. Penutupan MU setelah diinvestigasi FBI AS, karena ditudu memfasulitasi adanya pembajakan hak cipta melalui situsnya. Di dalam situs MU, banyak ditemukan konten ilegal seperti video, musik, film dan gambar. Banyak industri yang merasa dirugikan dengan adanya situs tersebut.
Meski MU berbasis di Hongkong tapi ternyata MU memiliki sejumlah server yang terletak di Ashburn, Virginia, AS. Inilah yang membuat pemerintah AS berhasil membungkam situs tersebut. Pemiliknya, Kim Schmitz, berkebangsaan Jerman, dan tinggal di Selandia Baru, sementara bisnisnya berbasis di Hong Kong. Dengan adanya intervensi asing (Departemen Kehakiman AS dan FBI) memaksanya ia menjadi terdakwa. Penahanan seseorang di luar wilayah AS inilah yang saya maksud dengan keanehan pada paragraf pertama di atas. Nah, ACTA inilah yang menjadi test case penangkapan bos MU tersebut.
Lantas, what the kamsud is ACTA?
ACTA kependekan dari the Anti-Counterfeiting Trade Agreement. ACTA merupakan traktat kesepakatan plurilateral yang ditujukan untuk menetapkan standar internasional penegakan hukum tentang hak kekayaan intelektual, termasuk juga mengatur tentang distribusi di internet dan teknologi informasi. Kesepakatan ini telah digodok sejak tahun 2007 oleh sejumlah negara, yaitu AS, Komunitas Eropa, Swiss, dan Jepang. Traktat ini juga melibatkan Australia, Republik Korea, Selandia Baru, Mexico, Jordania, Maroko, Singapura, Uni Emirat Arab, dan Kanada.
ACTA akan membentuk kerangka hukum internasional yang baru dimana akan menciptakan "lembaga pemerintahan sendiri di luar lembaga-lembaga internasional yang ada" seperti: Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO), dan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNO).
[Q #2] Okey, sepertinya terlihat baik yaitu melindungi hak kekayaan intelektual, lantas dimana masalahnya?
Dalam situs Stop ACTA disampaikan bahwa masalah utama dengan perjanjian ini adalah bahwa semua negosiasi dilakukan secara diam-diam alias tidak transparan. Lihatlah, betapa berkuasanya para kapitalis industri ini menguasai para politisi di berbagai negara. Dokumen yang telah dibocorkan menunjukkan bahwa salah satu tujuan utama dari perjanjian ini adalah untuk memaksa negara-negara penandatangan tersebut menerapkan kebijakan anti file sharing dalam bentuk three-strikes schemes dan praktek penyaringan sapu bersih. Skema "three-strikes" yang dimaksud adalah Internet Service Provider (ISP) akan memutus akses internet kepada pelanggannya yang telah menerima tiga kali surat peringatan atas pelanggaran hak cipta. Istilah ini mengadopsi pada aturan permainan baseball: "three strikes and you're out" [Q #3] Apa bahayanya ACTA bagi para pengguna internet? Dalam video di atas, Kelompok Hacktivist Anonymous memvisualisasikan sebagai berikut: Bila Anda ikut kursus memasak, maka Anda dilarang menyebar informasi mengenai resep yang didapat dari kursus itu. Kemudian, pihak yang punya otoritas pelaksanaan ACTA melakukan pengawasan terhadap Anda untuk memastikan informasi resep itu tidak tersebar. Jelas, Anda akan kehilangan privasi individu, bukan?! Nahh.. jika Anda memberikan informasi mengenai resep yang Anda dapat di kursus itu ke teman Anda, maka Anda dan teman Anda bisa terancam pidana yang diatur dalam ACTA di negara Anda tinggal. ACTA memiliki efek yang lebih besar dari SOPA, karena dalam perjanjian tersebut dikatakan bahwa pemerintah dari pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian itu akan memantau semua distribusi dari barang-barang atau produk-produk yang memiliki hak paten tanpa terkecuali termasuk produk-produk yang berkaitan dengan komputer dan internet. Jelas disebutkan bahwa teritori yang termaktub didalamnya adalah “wilayah pabean dan semua zona bebas.” zona bebas ??? Ya.. internet adalah termasuk dalam “zona bebas”. Inilah yang menyebabkan ACTA akan menjadi ancaman yang cukup meresahkan para pengguna internet di seluruh dunia.
Paragraf-paragraf di atas adalah beberapa quote yang saya copas dari sebuah diskusi di social network yang saya ikuti. Saya mengikuti diksui tersebut dengan perasaan geram dan marah campur aduk jadi satu. Kembali ke ACTA tadi, rupanya ini juga dijadikan tameng oleh para kaum kapitalis untuk menjajah negara-negara berkembang. Saya lebih terkejut lagi saat mengetahui betapa liciknya kaum kapitalis ini mempatenkan sebuah produk yang jelas-jelas milik negara lain. Misalnya, temulawak yang jelas-jelas hasil bumi yang berasal dari Indonesia itu dipatenkan oleh Amerika sumber kompas.com dan tulisan salah satu kompasianer kita Iswanti
Masih dari forum yang sama, saya lebih terbelalak lagi saat mengetahui bahwa kopi gayo tidak bisa memasarkan produknya untuk ekspor karena hak patennya sudah ada di Belanda. Aneh sekali, bukan? padahal, Gayo itu adalah nama tempat di Aceh yang jelas-jelas dari wilayah itu yah, hanya ada di Indonesia lah kok bisa-bisanya ujug-ujug Belanda mematenkan kopi itu miliknya. Owh, selain kopi Gayo kopi Toraja juga sudah dipatenkan oleh orang Jepang, sumbernya masih dari kompas.com.