Mohon tunggu...
Ana Yunita Nuraini
Ana Yunita Nuraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Malang

Minat kepenulisan saya adalah bidang pendidikan khususnya jenjang sekolah dasar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tantangan Indonesia Emas 2045 : Stunting dan Edukasinya di Kalangan Siswa Sekolah Dasar

19 Desember 2024   17:38 Diperbarui: 19 Desember 2024   17:52 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stunting atau pertumbuhan linier yang buruk (skor tinggi untuk-usia-Z 2) dianggap sebagai masalah kesehatan umum di kalangan anak-anak di seluruh dunia ( United Nations Children's Fund, 2004). Stunting adalah kondisi di mana tinggi badan anak tidak sesuai dengan usianya (kerdil). Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor baik langsung maupun tidak langsung. Tingginya tingkat kekurangan gizi kronis pada anak-anak kecil di tingkat global terkait erat dengan kemiskinan. Malnutrisi pada ibu dapat memulai proses pertumbuhan yang terhambat dalam rahim dan berdampak pada pembatasan pertumbuhan intrauterin serta berat badan lahir rendah. Tak hanya itu, pemberian makan yang kurang optimal pada masa bayi disertai beban penyakit menular yang tinggi juga dapat menghambat pertumbuhan mereka. 

Lebih lanjut, The Joint Malnutrition Estimates (JME) mengungkapkan bahwa kemajuan target gizi global World Health Organization (WHO) 2025 dan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)  tahun 2030 masih belum memadai. Hanya sekitar sepertiga dari semua negara yang 'berada di jalur yang tepat' untuk mengurangi separuh jumlah anak yang terkena stunting pada tahun 2030, dengan penilaian kemajuan hingga saat ini tidak memungkinkan untuk sekitar seperempat negara. Bahkan lebih sedikit negara yang diharapkan mencapai target prevalensi kelebihan berat badan sebesar 3 persen pada tahun 2030, dengan hanya 1 dari 6 negara yang saat ini 'berada di jalur yang tepat'. Lebih jauh, penilaian kemajuan menuju target kekurangan berat badan tidak memungkinkan untuk hampir setengah dari negara. Diperlukan upaya yang lebih intensif jika dunia ingin mencapai target global untuk mengurangi jumlah anak yang mengalami stunting hingga 89 juta pada tahun 2030. Dengan kemajuan saat ini, target tahun 2030 akan terlewat oleh 39,6 juta anak, dengan lebih dari 80 persen dari anak-anak yang 'terlewat' ini tinggal di Afrika (UNICEF et al., 2023)

Di Indonesia, angka stunting masih terbilang cukup tinggi yaitu 21,6% berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, Meskipun terjadi penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 24,4% di tahun 2021, namun masih diperlukan usaha besar untuk mencapai target penurunan stunting menjadi 14% pada tahun 2024 (Kemenkes RI, 2024). Saat ini, stunting masih menjadi masalah serius di Indonesia. Stunting adalah sebuah gangguan yang menyerang tumbuh kembang anak dan diakibatkan karena kekurangan asupan gizi, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Kondisi ini berdampak pada perkembangan kognitif, motorik, dan verbal anak dan dapat berujung pada  obesitas, penurunan kapasitas belajar, dan performa anak sehingga produktivitas dan kapasitas kerja menjadi tidak optimal. Berdasarkan beberapa fakta diatas, Indonesia harus bekerja lebih keras untuk menurunkan angka stunting guna menciptakan generasi cerdas dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas 2045. Indonesia Emas adalah visi besar Indonesia untuk menjadi negara maju pada tahun 2045, tepat 100 tahun setelah kemerdekaan. Fokusnya mencakup pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang unggul, termasuk kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. Pencegahan stunting bukan hanya isu kesehatan tetapi juga investasi dalam SDM untuk mewujudkan Indonesia Emas. Upaya ini harus dimulai sejak dini, termasuk di tingkat sekolah dasar, dengan sinergi antara pemerintah, sekolah, dan keluarga. Aksi nyata seperti edukasi gizi, pemberian makanan sehat, dan pembentukan kebiasaan hidup sehat adalah langkah konkrit menuju generasi Indonesia yang lebih sehat, cerdas, dan produktif. Selain itu, pencegahan stunting di sekolah dasar memiliki peran penting dalam mendukung visi ini karena stunting berdampak langsung pada kualitas generasi muda, yang menjadi pilar utama untuk mewujudkan Indonesia Emas. 

Tantangan Indonesia Emas 2045 & Stunting 

Salah satu tantangan tercapainya Visi Indonesia Emas 2045 adalah stunting. Stunting menjadi permasalahan serius yang harus dicegah sedini mungkin. Indonesia merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Namun masalah malanutrisi, termasuk di antaranya stunting, obesitas, dan anemia, telah merugikan negara ini sebesar Rp250 triliun hingga Rp300 triliun per tahun, atau hingga 3 persen dari PDB nasional. Seain itu, angka stunting pada anak di Indonesia masih tinggi, yakni sebesar 21,6 persen pada tahun 2022 (SSGI, 2023). Meskipun angka tersebut menunjukkan penurunan yang signifikan dibandingkan tahun 2018 ketika 31 persen anak-anak Indonesia mengalami stunting, Pemerintah telah menargetkan penurunan angka tengkes menjadi 14 persen pada akhir tahun 2024.

Selanjutnya, stunting memiliki dampak jangka panjang yang signifikan, termasuk terhadap perkembangan kognitif anak-anak. Anak yang mengalami stunting cenderung menghadapi kesulitan berkonsentrasi dan menyerap materi pelajaran, yang mempengaruhi prestasi belajar mereka. Konsentrasi belajar merupakan faktor utama dalam mendukung kemampuan akademik anak. Rendahnya konsentrasi akibat stunting tidak hanya memengaruhi prestasi di sekolah, tetapi juga dapat menghambat perkembangan potensi anak secara keseluruhan, menghalangi Indonesia untuk menjadi negara yang berdaya saing tinggi di pasar global. Pencapaian Indonesia Emas 2045 memerlukan sumber daya manusia berkualitas tinggi.

Penyebab Stunting 

Stunting disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat dikategorikan sebagai penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung dari stunting meliputi asupan gizi yang kurang dan adanya penyakit infeksi. Sementara itu, penyebab tidak langsung meliputi praktik pengasuhan yang tidak memadai, keterbatasan layanan kesehatan ibu selama kehamilan, akses rumah tangga terhadap makanan bergizi, dan kurangnya akses terhadap air bersih dan sanitasi . Lebih lanjut, penyebab langsung masalah gizi pada anak termasuk stunting adalah rendahnya asupan gizi dan status kesehatan. Penurunan stunting memprioritaskan penanganan penyebab masalah gizi, dengan fokus pada faktor-faktor terkait ketahanan pangan, khususnya akses terhadap makanan bergizi. Ini termasuk lingkungan sosial yang mempengaruhi praktik pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan), akses terhadap layanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan), serta kesehatan lingkungan yang melibatkan ketersediaan sarana air bersih dan sanitasi (lingkungan). Keempat faktor ini mempengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu dan anak. Intervensi terhadap keempat faktor tersebut diharapkan dapat mencegah masalah gizi, baik kekurangan maupun kelebihan gizi. Sedangkan, penyebab tidak langsung stunting dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pendapatan dan kesenjangan ekonomi, perdagangan, urbanisasi, globalisasi, sistem pangan, jaminan sosial, sistem kesehatan, pembangunan pertanian, dan pemberdayaan perempuan. Untuk mengatasi penyebab stunting, diperlukan prasyarat pendukung yang mencakup (a) komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan, (b) keterlibatan pemerintah dan sektor terkait, serta (c) kapasitas untuk melaksanakan (Bappenas, 2018).

Selain itu, berdasarkan penelitian oleh Zogara, dkk (2020) yang bertujuan untuk menganalisis perbedaan asupan zat gizi makro dan mikro saat sarapan pada siswa sekolah dasar stunting dan tidak stunting, menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan dalam asupan zat gizi tersebut. Asupan lemak, vitamin A, zat besi, kalsium, seng, serta zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, dan lemak, serta zat gizi mikro seperti zat besi dan seng, berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi untuk mencegah stunting. Lebih lanjut, berdasar penelitian oleh Maynarti (2021)  dan bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pendidikan, pekerjaan ibu, serta riwayat pemberian ASI dengan kejadian stunting pada anak Sekolah Dasar ditemukan = bahwa pola asuh pemberian ASI pada anak sangat berperan penting dalam memastikan bayi mendapatkan ASI yang cukup sebagai sumber nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.

Upaya Edukasi Stunting di Sekolah Dasar

Upaya edukasi pencegahan stunting di sekolah dasar sangat penting karena usia ini adalah periode kritis dalam perkembangan anak. Sekolah dasar tidak hanya berperan sebagai tempat belajar akademis, tetapi juga sebagai lingkungan yang dapat membentuk kebiasaan hidup sehat dan sikap positif terhadap gizi. Selain itu, pelajar merupakan kelompok umur yang paling mudah dan cepat menerima perubahan. Pemahaman tentang hidup bersih dan sehat yang diajarkan di sekolah akan membentuk kebiasaan positif dalam menjaga kesehatan, dan budaya hidup bersih dan sehat akan menular hingga dewasa. Budaya ini diharapkan akan terus dipertahankan seiring berjalannya waktu. Selain itu, anak prasekolah juga berada dalam tahap perkembangan penuh dengan rasa ingin tahu dan imajinasi yang tinggi, sehingga mereka berusaha mencari tahu tentang hal-hal yang belum diketahui. Pada usia ini, anak-anak cenderung mengikuti tindakan dan perbuatan orang yang lebih tua di sekitarnya. Oleh karena itu, jika kita menerapkan sesuatu yang baik, anak-anak cenderung menirunya juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun