Manis pahit hubungan Indonesia - Malaysia terus mengalami pasang surut. Terkadang manis namun kadangkala muncul kerikil tajam yang menimbulkan suhu panas. Demikian pula isu panas yang sering muncul kepermukaan adalah masalah klaim kepemilikan wilayah, dan yang terbaru adalah isu terkait Tanjung Datu dan Camar Wulan. Masalah tersebut seolah turut menumbuhkan semangat patriotisme kita semua sebagai warga negara. Sebagai warga Negara yang mencintaik NKRI, kita berhak berteriak dan menyatakan tidak boleh sejengkal tanah kita berpindah tangan.
Kita semua mencintai NKRI, dan tentunya sah-sah saja untuk khawatir jangan sampai Malaysia mengklaim Tanjung Datu dan Camar Wulan menjadi milik Malaysia seperti halnya Sipadan dan Ligitan. Namun kita sebaiknya menyerahkan persoalan wilayah Tanjung Datu dan Camar Wulan kepada pihak-pihak yang berkompeten dan mengetahui betul permasalahan wilayah tersebut. Hal ini seperti yang diinformasikan oleh beberapa media massa, baik cetak maupun online dimana Kementerian Pertahanan melalui Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen TNI Hartind Asrin, menyebutkan wilayah Tanjung Datu dan Camar Wulan merupakan satu OBP (Outstanding Boundary Problems).  Untuk wilayah perbatasan darat sektor barat : Indonesia/Kalimantan Barat dan Malaysia/Serawak ada 5 OBP,   Batu Aum, Sungai Buan, Gunung Raya, D.400 dan Tanjung Datu, sedangkan sektor timur : Indonesia/Kalimantan Timur dan Malaysia/Sabah ada 5 OBP, Pulau Sebatik, Sungai Sinapad, Sungai Semantipal, B2700-B3100 dan C500-C600. Sementara itu penduduk yang berada di OBP Tanjung Datu tersebut adalah penduduk Desa Temajuk sebanyak 493 KK dan luas ±4750 Km2 ( jumlah penduduk kurang lebih 1883 jiwa) terdiri dari 2 Dusun yaitu Dusun Camar Wulan dan Dusun Maludin.
Permasalahan di OBP Tanjung Datu sampai saat ini masih dalam proses perundingan di JIM (The Joint Indonesia - Malaysia Boundary Committee on The Demarcation and Survey International Boundary) antara Delegasi Indonesia, yang dipimpin Sekjen Kementerian Dalam Negeri dengan Malaysia. JIM merupakan annual meeting dan JIM ke 36 akan dilaksanakan akhir tahun ini di Indonesia. Malaysia berpegang pada referensi berdasarkan pengukuran watershed boundaries (batas-batas alam), sedangkan Indonesia berpegang pada referensi traktat 1891 dan traktat 1928 antara Belanda dengan Inggris.
Jadi sebagai negara yang mencintai NKRI, kita dukung apa yang tengah diupayakan oleh para perwakilan negara kita dalam menyelesaikan masalah tersebut. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia – Malaysia adalah dua negara yang saling membutuhkan.Baik itu dalam bidang pendidikan, perdagangan, kesehatan,ketenaga kerjaan maupun lainnya. Hubungan baik Indonedia - Malaysia harus terus dibina. Sebagai negara yang sangat dekat secara geografis dan satu rumpun, serta memiliki beberapa kesamaan budaya, rasanya sudah sepantasnya hubungan baik ini harus terus dibina dan tentunya ditingkatkan menjadi hubungan yang bersifat simbiosis mulutalisme agar hubungan saling membutuhkan ini menjadi hubungan yang saling menguntungkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H