Jika seorang anak tumbuh tanpa kehadiran ayah, mereka mungkin kehilangan kesempatan untuk memperoleh kosakata dan keterampilan berbahasa yang lebih luas, yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka dalam berkomunikasi dengan orang lain di luar keluarga. Selain itu, anak-anak yang hanya terpapar pada cara berbahasa ibu mereka mungkin akan lebih terbatas dalam cara berinteraksi dan memecahkan masalah dalam konteks sosial yang lebih luas.
Fenomena fatherless di Indonesia tidak bisa dianggap enteng karena dampaknya yang mendalam pada perkembangan generasi masa depan. Ketidakhadiran figur ayah memiliki implikasi jangka panjang, baik pada aspek psikologis, sosial, maupun linguistik. Oleh karena itu, masyarakat perlu memberikan perhatian lebih terhadap isu ini. Dengan semakin meningkatnya angka perceraian, peran keluarga menjadi semakin kompleks, dan peran kedua orang tua dalam membesarkan anak-anak menjadi semakin penting. Pemerintah dan masyarakat perlu berkolaborasi dalam menciptakan kebijakan yang mendukung keterlibatan ayah dalam kehidupan anak, serta memperkuat struktur keluarga sebagai fondasi bagi perkembangan anak-anak yang sehat.
Selain itu, pendidikan yang lebih baik mengenai peran penting ayah dalam pembentukan identitas, pengasuhan, dan perkembangan bahasa anak perlu disebarluaskan. Keterlibatan ayah dalam proses komunikasi dengan anak-anak dapat membantu mereka mengembangkan kemampuan bahasa yang lebih baik, serta meningkatkan keterampilan sosial yang penting untuk kehidupan mereka.
Sebagai anak yang tumbuh tanpa figur ayah, perasaan kehilangan dan kebingungan kerap muncul. Namun, meskipun tantangan ini besar, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, salah satunya dengan membangun hubungan dengan figur pengganti yang dapat memberikan dukungan emosional secara bijak, misalnya paman, kakek, bahkan mentor di dalam sebuah konseling. Figur-figur tersebut dapat memberikan rasa aman terhadap anak yang mengalami fenomena fatherless.Â
Komunikasi terbuka kepada ibu atau anggota keluarga yang lain pun dapat dilakukan. Ibu menjadi garda terdepan dalam kehidupan anak yang besar tanpa dukungan ayah. Dengan berbicara terbuka mengenai perasaan yang dihadapi, anak dapat memperoleh perspektif yang lebih kompleks dan mendapatkan bimbingan atas segala kesulitan. Selanjutnya, fokuslah membangun kemandirian dan kepercayaan diri.Â
Apabila ketidakstabilan emosi menjadi hal yang mengganggu, cobalah untuk mengikuti terapi untuk memperbaiki dampak psikologis yang timbul akibat ketidakhadiran ayah. Pendidikan dan kegiatan positif lainnya dapat menjadi sarana untuk fokus dan mengalihkan perhatian dari perasaan negatif. Dengan menggali minat dan bakat, anak dapat menemukan kebanggaan dalam memperkuat rasa percaya diri. Menghargai diri sendiri dan menyadari bahwa kehadiran ayah bukan satu-satunya penentu identitas, akan membantu anak untuk tetap berkembang dan merasa utuh meskipun tanpa figur ayah dalam kehidupan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H