Mohon tunggu...
Anastasya
Anastasya Mohon Tunggu... Psikolog - Mahasiswa- pelajar

Book,Literature

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Makanan Sehat Di Sekolah: kebijakan yang Harus Diajarkan Bukan Diberikan

8 Januari 2025   08:50 Diperbarui: 8 Januari 2025   09:02 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kalau dipikir-pikir kentang goreng mungkin dipilih karena gampang dan anak-anak suka. Tetapi yang menjadi pertanyaan: apakah pihak sekolah hanya fokus pada hal yang disukai siswanya tanpa mempertimbangkan apa yang terbaik untuk siswanya?

Selain itu juga keputusan pihak sekolah juga bisa memberikan pengertian yang salah kepada siswanya, beberapa siswa bisa saja berpikir, " kalau aku ga suka nasi, bosan dengan nasi aku bisa dapat makanan yang lebih aku suka, meskipun makanan pengganti ini ga sehat." Terlalu santai tanpa edukasi bisa juga membuat para siswa kehilangan pemahaman tentang pentingnya makanan sehat.

Kentang goreng memang bisa menjadi pengganti nasi dalam hal karbohidrat. Tetapi cara pengeloahannya digoreng dengan minyak banyak bisa membuat makanan kurang sehat, apalagi kalau dikonsumsi rutin. Kebiasaan ini bisa berdampak jangka panjang,seperti meningkatkan risiko obesitas atau masalah kesehatan lainnya.

Mungkin, sekolah bisa mulai mempertimbangkan alternatif lain yang lebih sehat, seperti kentang rebus, ubi, atau roti gandum. Pilihan itu tetap bisa memenuhi kebutuhan siswa tanpa mengorbankan kualitas nutrisi walaupun harganya terjangkau.

Tegas tapi tetap mendidik

Sekolah punya peran penting, bukan hanya mengajar akademik, tetapi juga membentuk kebiasaan baik para siswa, salah satunya kebiasaan makan sehat. Langkah pihak sekolah yang mengganti nasi menjadi kentang goreng menunjukkan upaya mereka untuk menghormati kebutuhan individu siswa, dalam hal ini pihak sekolah patut untuk diapresiasi. Jangan sampai sekolah terkesan membebaskan siswanya memilih apa yang mereka mau tanpa panduan yang jelas.

Edukasi soal gizi harus mulai menjadi prioritas, para siswa perlu diajarkan bahwa makanan itu bukan hanya persoalan rasa enak, tetapi ada manfaatnya bagi tubuh dengan begitu mereka bisa lebih sadar dalam memilih makanan, bahkan sejak kecil atau sejak sekolah dasar.

Generasi kita sekarang tumbuh di zaman yang serba cepat dan penuh pilihan, kita sebagai contoh tidak boleh mengorbankan nilai-nilai penting, seperti kesehatan atau pendidikan karakter. Tugas sekolah juga bukan cuma memfasilitasi, tapi juga mendidik. Kalau para siswanya tidak suka nasi, sekolah juga mencari cara untuk mengedukasi siswanya tentang pentingnya nasi atau makanan pokok lainnya. contohnya dengan menyajikan nasi dalam bentuk yang menarik, seperti nasi goreng sehat atau nasi yang berbumbu.

Dalam kasus ini, pihak sekolah juga bisa menyediakan pilihan makanan yang beragam di sekolah, sebagai contoh alternatif lain pengganti nasi yaitu kentang rebus, jagung, atau pasta. Tetapi tidak semua siswa juga akan menjamin bahwa suka dengan makanan yang cenderung tradisional dan jarang untuk di ketahui. sebagai opsi, pilihan ini tetap sehat tetapi harganya juga terjangkau, tapi hal ini juga memberi pilihan pada siswa terkait apa yang akan menjadi pilihan siswa. Para siswa juga harus tau kenapa mereka diharuskan memilih makanan tertentu yang di pilih oleh pihak sekolah dan dampaknya untuk kesehatan mereka. Bukan persoalan memberi pilihan, tapi juga membimbing  para siswa untuk membuat pilihan yang tepat.

Edukasi gizi: tanggung jawab siapa?

Kalau kita bahas soal edukasi makanan, bukan hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi orang tua dan masyarakat juga ikut berperan aktif. Orang tua punya peran besar dalam membentuk kebiasaan makan anak sejak kecil. Kalau di rumah sudah dibiasakan makan sehat, maka di sekolah anak bisa melanjutkan kebiasaan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun