Cerita perjuangan seorang penulis surat virtual yang digambarkan lewat film Her (2013) sukses membuka segala mata yang menonton bagian per bagian dari film karya Spike Jonze ini. Memiliki konflik dan alur cerita yang kompleks menjadikan Her berimplikasi khususnya dalam ranah sosial kepada siapapun yang menyaksikannya.Â
Bila kita menelusuri lebih dalam, cerita yang disuguhkan menunjukan bahwa teknologi digambarkan sebagai sesuatu yang bukan hanya dianggap sebagai 'sesuatu' melainkan sebagai 'seseorang' layaknya insan yang dapat bernafas dan memiliki perasaan sehingga teknologi seakan sudah berada pada derajat yang setara dengan umat manusia.Â
Reeves & Nass (dalam Monggilo, 2018) juga menuturkan bahwa bukan suatu kemustahilan bila di kehidupan kita di masa yang akan datang, interaksi antara manusia dan teknologi akan semakin melekat sampai pada titik dimana keduanya memiliki hubungan yang nyata layaknya dua individu yang bernyawa.Â
Bentuk kesuksesan penyampaian pesan tersebut juga mengguncang berbagai penilaian dari kritikus atas karya dari sang sutradara, Spike Jonze, seperti dilansir dari Rotten Tommatoes ,Her(2013) berhasil mendapatkan rating 95% dari 277 ulasan dengan rata-rata rating mencapai 8,5/10 dengan banyak pujian tentang bagaimana film ini menghadirkan skenario fiksi ilmiah yang begitu menjelaskan keadaan hubungan manusia modern. Penilaian lainnya juga dapat dilihat dari Metacritic.com dimana Her (2013) mendapatkan skor 90 dari 100 berdasarkan 47 critic review based on Universal acclaim.
dokpri
SCI-FI x DRAMA , Kenapa Tidak?
Selanjutnya kita akan membahas tentang genre dalam film Her (2013). Salah satu yang menonjol dari film ini adalah tentang bagaimana penggambaran masa depan yang segalanya dapat dicapai lewat teknologi super canggih.
Dari berbagai bukti adegan  secara tak langsung memberikan kita  gambaran dari genre fiksi ilmiah atau sci-fi dimana terdapat hal-hal dalam film yang berangkat dari suatu imajinasi sang pembuat film yang selanjutnya  dapat didukung oleh suatu penjelasan yang kuat, logis serta ilmiah sehingga 'imajinasi' tersebut memungkinkan untuk lahir di masa yang akan datang (Indarwaty,dkk, 2015).
Selanjutnya, Her (2013) masuk dalam kategori film bergenre drama dimana dalam penjelasannya (dalam Oktaviani & Nugroho, 2016) skenario dalam film bergendre drama kebanyakan menyertakan adegan-adegan yang merujuk pada ketidaksempurnaan karakter melewati berbagai  naik dan turun jalan hidupnya sehingga film tersebut dapat dirasakan secara nyata oleh penonton.
Sama halnya dengan apa yang digambarkan lewat film ini dimana dikisahkan Theodore yang  memiliki alur kehidupan yang dinamis dimulai dengan kisah dirinya yang bekerja di sebuah perkantoran pemroduksi surat virtual, cerita tentang adanya rasa kesepian lantaran dirinya yang berada dalam proses perceraian, sampai pada penemuan suatu motivasi dalam hidupnya lewat kehadiran Samantha si operating system (OS 1) yang berhasil membuat Theodore jatuh hati.