Pada tahap awal, penulis menggali informasi umum mengenai keterkaitan visi dan misi Bank Tanah dengan sila kelima Pancasila, contoh pengejawantahannya pada dukungan lahan dari Bank Tanah untuk kepentingan negara melalui kolaborasi antar intansi, serta bagaimana aset tanah dikelola pemanfaatannya dengan cara yang dianggap sesuai dengan potensi alam dan kebutuhan masyarakat. Hasil penggalian tahap awal tersebut melahirkan satu pertanyaan pemantik, yaitu: “Bagaimana Bank Tanah dapat menjadi instrumen dalam mewujudkan kesejahteraan petugas sampah di Indonesia?” Cerita pendek mengenai hasil penggalian pada tahap awal tersebut dapat kembali Pembaca akses di link ini: https://www.kompasiana.com/anastasialevianti0271/677259eeed641526ef0feac2/bank-tanah-instrumen-kesejahteraan-rakyat-melalui-pengelolaan-sampah
Pada tahap penggalian kali ini, penulis bermaksud untuk mencari sudut pandang yang lain sebagai alternatif. Markicul (Mari kita cangkul)!
Mengikuti arahan mendiang bapak dan ibu mertua, saat anak-anak lahir, ari-ari mereka diurus oleh suami, mulai dari mencucinya bersih, hingga menguburkannya di halaman rumah. Hal ini merupakan salah satu budaya dari masyarakat Jawa, yang dikenal sebagai tradisi mendem ari-ari. Makna simboliknya adalah ujud tanggung jawab orang tua terhadap anak, dengan cara merawat dan mendoakannya agar tumbuh menuju kebaikan dan bermanfaat.
Budaya serupa dilakukan juga oleh Suku Orang Rimba (SOR) yang tinggal di Hutan Kawasan Jambi. Mereka mengubur ari-ari milik bayi yang lahir dan menanam sebuah pohon kecil jenis Sengoris di dekatnya. Tradisi tersebut dikenal dengan nama sentubung budak, di mana suatu pohon dijadikan sebagai tanda kelahiran bayi SOR yang harus dilindungi seumur hidup. Pohon Sengoris tidak boleh ditebang dan dibiarkan terus tumbuh seumur hidupnya sebagai bentuk respek terhadap kehidupan setiap anak manusia.
Kearifan lokal SOR yang menanam satu pohon saat satu bayi lahir diadaptasi menjadi program penanaman hutan masa depan di Madiun. Wali Kota Madiun Maidi menyatakan bahwa pemerintah kota akan menyediakan pupuk dan lahan, salah satunya di area Pece-Land, lalu mewajibkan orang tua yang bayinya lahir pada tahun 2023 untuk menanam satu pohon produktif di sana, dan menamainya sama dengan nama anak. Program tersebut diharapkan dapat bermanfaat untuk membiayai pendidikan anak lima tahun kemudian, di samping juga melibatkan orang tua dalam mendidik anaknya untuk mengenal dan merawat pohon dalam rangka menjaga kelestarian alam (Yusuf Assidiq, 2023).
Ketiga fenomena di atas mencetuskan sebuah gagasan, yakni bagaimana bila satu anak manusia berhak atas satu petak area untuk ditanami satu pohon produktif, lalu dibimbing oleh orang tua/wali agar dapat memelihara dan memberdayakannya? Ketika dewasa, ia juga dapat mendirikan rumah petak di bawah ataupun di atas pohon tersebut. Pemberian tempat tinggal dan sumber penghidupan secara cuma-cuma dari ibu pertiwi kepada anak bangsa ini akan mendukung pemenuhan kebutuhan hidupnya minimal berjalan lancar.
Aksi giveaway tersebut dapat diselaraskan dengan reforma agraria, sebagai salah satu tugas dan fungsi dari Badan Bank Tanah, yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021. Badan Bank Tanah menyiapkan lahannya, sementara verifikasi subjek dilakukan oleh Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang diketuai oleh Bupati/Wali Kota. Masyarakat yang menjadi subjek Reforma Agraria akan mendapatkan Hak Pakai di atas HPL Badan Bank Tanah selama 10 tahun, dan akan diberikan Sertifikat Hak Milik (SHM) apabila telah dimanfaatkan dengan baik.
Salah satu tantangan dari aksi ini bersifat klasik, yaitu sifat manusia yang ingin lebih dan menghalalkan keserakahannya untuk menguasai hak milik orang lain. Seperti yang sudah dialami oleh SOR di Jambi.
Widiyantoro dkk. (2023) melihat bahwa ruang hidup SOR seringkali dirusak oleh oknum-oknum yang merasa berkepentingan dan mengambil keuntungan terhadap kawasan hutan sebagai lahan untuk industri. Dalam konflik kewilayahan dan klaim sepihak dari para oknum tersebut, pengetahuan lokal masyarakat adat SOR tidak diakui, sehingga tanpa adanya bukti yang jelas juga menyebabkan hak-hak atas tanah tempat tinggal dan penghidupan SOR pun terancam.