Malang,  Jawa Timur - Kenaikan harga beras  dalam beberapa pekan terakhir ini membuat para mahasiswa perantauan, khususnya anak kost, menjerit. Harga beras yang biasanya berada di kisaran Rp. 9.000 per kilogram kini meroket hingga Rp. 15.000 per kilogram, bahkan di beberapa daerah bahkan menyentuh angka Rp. 18.000 per kilogram.
Kenaikan harga ini tentu saja membebani keuangan para anak kost yang sebagian besar memiliki pengeluaran bulanan yang terbatas. "Biasanya uang makan saya cukup untuk sebulan, tapi dengan harga beras naik begini, jangankan sebulan, untuk 2 minggu saja mungkin tidak cukup," Â kata Kelvina mahasiswa perantauan, (Senin, 4 maret 2024).
Banyak anak kost terpaksa mengubah pola makan mereka untuk bisa menyesuaikan diri dengan kondisi keuangan yang serba terbatas. Beberapa mahasiswa mengaku mengurangi porsi makan mereka, mengganti beras dengan makanan alternatif yang lebih murah seperti singkong atau mie instan, atau bahkan terpaksa menunda kebutuhan lainnya agar uang makan mereka tetap terpenuhi.
Situasi ini pun memicu kekhawatiran akan dampak jangka panjang terhadap kesehatan para anak kost. Â Para ahli gizi mengingatkan bahwa mengganti nasi dengan makanan alternatif yang lebih murah dalam jangka panjang berpotensi menyebabkan kekurangan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Sementara itu, para mahasiswa juga berupaya mencari solusi dengan cara bergotong royong dan saling berbagi. Beberapa mahasiswa berinisiatif untuk mengumpulkan donasi berupa beras atau uang untuk membantu teman-teman mereka yang kesulitan memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
Kenaikan harga beras ini menjadi sorotan tersendiri bagi berbagai pihak. Tidak hanya berdampak pada perekonomian masyarakat, namun juga berpotensi mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan para mahasiswa perantauan yang mengandalkan beras sebagai makanan pokok mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H