Mbah Broto menanggapi pertanyaan Rio dengan cara menyudahi makan siang mereka dan berkata, "Ayo, sekarang kalian rapikan dan bersihkan dahulu peralatan makan yang kotor ini. Setelah itu Mbah akan bercerita pada kalian siapa Mbah sebenarnya."
Sekar dan Wira dengan cekatan membereskan peralatan makan yang kotor kemudian membawanya ke belakang. Mbah Broto pun meminta mereka untuk sekalian mencucinya di tempat pencucian piring yang terletak di belakang rumah.
Hal itu dilakukan Mbah Broto agar Sekar dan Wira belajar mandiri, sedangkan Adit dan Rio diminta Mbah Broto untuk membereskan bakul nasi dan beberapa lauk pauk yang masih tersisa agar dibawa ke dapur.
Mbah Broto menampung air untuk mencuci piring di dalam gentong besar yang terbuat dari tanah liat kemudian bagian agak bawah dibuat lubang kecil. Bambu yang sesuai ukuran dimasukkan ke dalam lubang gentong itu sehingga menjadi alat untuk mengalirkan air dari dalam gentong. Lubang bambu kemudian ditutup menggunakan daun yang digulung dan dilipat. Ketika daun tersebut ditarik maka air akan mengalir seperti melalui keran. Gentong besar itu diletakkan di atas tumpukan bebatuan agar memudahkan air memancar ke tempat yang rendah seperti pancuran.
Saat sedang mencuci piring, Sekar dan Wira sekaligus memerhatikan bagian belakang rumah Mbah Broto. Ada beberapa jenis tanaman yang sepertinya sengaja ditanam Mbah Broto untuk mengisi lahan kosong yang ada di belakang rumah, namun Sekar dan Wira tidak tahu jenis tanaman apa saja yang ada di situ. Dari kejauhan terdengar suara gemericik air, mungkin itu adalah mata air yang digunakan Mbah Broto menyambung hidup di balik bukit ini.
Setelah tugas yang diberikan Mbah Broto selesai dikerjakan, mereka pun segera berkumpul lagi di ruang tamu dan duduk mengelilingi Mbah Broto.
"Sekarang kita akan melakukan petualangan rahasia yang berikutnya. Apakah kalian sudah siap?" Mbah Broto bertanya kepada keempat sahabat dengan tidak pernah melepaskan senyum hangatnya.
"Siap". Semua menjawab dengan serempak dan penuh semangat.
"Dulu Mbah seorang petani sukses. Mbah tinggal di salah satu desa yang tanahnya sangat subur bernama Desa Kabut. Desa itu terletak di bawah kaki Gunung Duwur. Sebagian besar penduduk desa itu bermata pencaharian sebagai petani. Sayur-sayuran, buah-buahan, tembakau, kopi, umbi-umbian, dan masih banyak lagi mampu menopang kebutuhan hidup sehari-hari.
Mbah juga belajar meracik obat-obatan herbal atau alami. Mbah menanam berbagai jenis tanaman obat seperti brotowali, mahkota dewa, ginseng, jahe, temulawak, dan lainnya.