Politik uang adalah manifestasi dari sikap pragmatisme politik yang merugikan rakyat. Alih-alih melahirkan pemimpin yang berkualitas, praktik ini hanya memperkuat sistem patronase yang melemahkan akuntabilitas pemerintah daerah. Lebih parah lagi, masyarakat yang menerima uang akan cenderung terjebak dalam siklus ketergantungan, menjadikan demokrasi sekadar formalitas. Fenomena politik uang dalam Pilkada Humbang Hasundutan (Humbahas) 2024 telah menjadi perhatian serius. Fenomena politik uang yang mencuat dalam Pilkada Humbang Hasundutan 2024 menjadi cerminan nyata tantangan dalam demokrasi di Indonesia. Praktik ini tidak hanya merusak integritas pemilu, tetapi juga berisiko menggerus kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi.
Salah satu kasus menonjol adalah operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan seorang ASN dan dua warga sipil di Desa Sigulok, Kecamatan Sijamapolang. Mereka tertangkap membagikan amplop berisi uang senilai total Rp 131 juta beserta kartu nama pasangan calon tertentu. Kegiatan ini dilakukan pada masa tenang, yang seharusnya bebas dari segala bentuk kampanye atau manipulasi suara. Kejadian ini menunjukkan bahwa politik uang masih menjadi alat yang digunakan untuk memengaruhi suara rakyat, meski jelas melanggar aturan hukum. Pasal-pasal dalam UU Pemilihan Kepala Daerah yang melarang praktik ini sering kali tidak cukup kuat untuk mencegah pelanggaran, karena tantangan implementasi dan penegakan hukum yang tegas.
Kasus ini sudah masuk ke tahap penyidikan, dan para tersangka dijerat dengan pasal terkait politik uang yang diatur dalam UU Pemilihan Kepala Daerah. Ancaman hukuman bagi mereka adalah pidana penjara maksimal enam tahun. Namun, langkah Bawaslu dan Satgas Gakkumdu untuk mengungkap kasus ini adalah langkah positif. Operasi tangkap tangan dan proses hukum yang tegas dapat menjadi sinyal bahwa praktik ini tidak akan ditoleransi. Efek jera terhadap pelaku politik uang perlu diperkuat, dan masyarakat harus lebih diberdayakan untuk melawan bentuk-bentuk manipulasi semacam ini.
Fenomena seperti ini mencerminkan tantangan besar dalam menjaga integritas Pilkada, terutama di wilayah-wilayah yang masih rentan terhadap praktik-praktik politik uang. Penanganan yang tegas dari pihak berwenang, termasuk Bawaslu dan kepolisian, diharapkan dapat menjadi langkah preventif dan memberikan efek jera kepada para pelaku. Praktik politik uang menciptakan distorsi dalam proses pemilu. Bukannya memilih berdasarkan visi, misi, dan program kerja kandidat, masyarakat diarahkan untuk memilih karena imbalan materi jangka pendek. Hal ini menghambat proses pemilihan pemimpin yang berkualitas dan merugikan pembangunan jangka panjang di daerah seperti Humbahas. Pilkada Humbahas 2024 seharusnya menjadi pelajaran penting untuk memperketat pengawasan, menegakkan hukum secara konsisten, dan meningkatkan pendidikan politik masyarakat. Jika tidak, politik uang akan terus menjadi "penyakit" yang menggerogoti fondasi demokrasi kita.
Kita perlu memandang fenomena ini sebagai alarm untuk meningkatkan kualitas demokrasi. Pilihan pemimpin tidak boleh didasarkan pada iming-iming materi, tetapi pada program kerja yang membawa kemajuan bagi masyarakat Humbang Hasundutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H