Berbagai macam alat komunikasi seperti handphone, internet, saluran televisi, dan sebagainya saat ini telah membanjiri dunia kita. Hingga kadang, kita tak bisa hidup tanpa mereka. Dahulu, generasi orangtua atau kakek nenek kita bisa hidup damai tanpa adanya alat komunikasi yang berlebihan seperti saat ini. Adanya televisi hitam putih sudah disyukuri, adanya telepon rumah sudah termasuk barang mewah. Apalagi telepon genggam, tidak semua orang dapat membelinya, bukan?
Berbeda dengan generasi kita. Jauh dari alat komunikasi akan terasa kosong walaupun ada orang di sekitar kita. Namun, penggunaan alat komunikasi apapun tak akan ada gunanya tanpa penguasaan bahasa. Bayangkan, bila kita dipaksa melihat film bisu seperti Charlie Chaplin. Sejam, dua jam mungkin tahan, lebih dari itu, otak dan badan kita akan berontak dan meneriakkan, "Bosan!" Jadi, alat komunikasi hanyalah perantara bagi penggunaan bahasa untuk berinteraksi dengan orang lain.
Tentang bahasa kita sendiri, dalam kebudayaan Jawa, kita mengenal tingkatan penggunaan bahasa mulai dari "Ngoko" hingga "Krama Alus" yang berbeda penggunaannya. Salah dalam pemilihan kata akan berbeda maknanya dan menimbulkan efek tidak sopan atau lucu.Â
Dalam bahasa Indonesia, ada patokan atau standar penggunaan (EYD) Ejaan Yang Disempurnakan, yang telah diubah menjadi PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) oleh Kemendikbud RI pada tahun 2015 untuk menyesuaikan kemajuan zaman yang berkembang saat ini. Perubahan itu terdapat pada penambahan diftong "ei" seperti pada kata "Survei" yang sebelumnya tidak ada. Begitu juga dengan penulisan bilangan yang berhubungan dengan unsur geografi seperti "Rajaampat" dan "Kelapadua".
Dalam bahasa Inggris, juga terdapat Grammar yang mengatur zona waktu pembicaraan. Kita tidak perlu menerangkan bahwa kejadian yang kita ceritakan telah terjadi atau akan datang, karena sudah tampak dari susunan kata yang digunakan dalam kalimat.
Dengan contoh tersebut, tampaklah bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang unik dan spesifik di tempat asalnya dan selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhannya. Namun, sangat menarik untuk dipelajari. Suatu kebanggaan bila kita dapat membantu seorang turis yang datang ke Indonesia dengan memperkenalkan berbagai budaya Indonesia dengan bahasa mereka sehingga mereka tidak mengernyitkan dahi lagi saat kita menyebutkan "Indonesia" namun mereka lebih mengenal "Bali".
Dan lebih lagi, bila kita berkesempatan berkunjung ke negara lain, dengan penggunaan bahasa yang mantap, kita akan merasa di rumah sendiri dan tidak takut hilang. Kita tidak akan takut pergi ke negara manapun karena kita mengerti bahasa mereka dan dapat bertanya tanpa perlu sesat di jalan.
Jadi, tidak ada gunanya kan belajar bahasa asing? Bahasa Inggris, Perancis, Jerman, Mandarin. Tinggal maukah kita berusaha belajar, karena tidak ada batasan umur dan kesempatan, hanya kerelaan kita untuk beranjak dari zona nyaman demi masa depan.
Tapi jangan lupa, penggunaan bahasa Indonesia kita juga harus kita asah sesuai dengan PUEBI, bukan hal yang tidak mungkin bila kita seluruh bangsa Indonesia menggunakannya secara konsisten maka bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa internasional. Mari kita wujudkan Dengan Bahasa, Kita Kuasai Dunia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H