Hari ini, 22 Juni 2016, Bertempat di Balai Kartini Jakarta, diselenggarakan Workshop Pengembangan Kurikulum Akuntansi Berbasis Internasional yang di ikuti Ketua Program Studi Akuntansi dari 100 Perguruan Tinggi Negri Maupun Swasta di Indonesia. Acara ini diselenggarakan oleh IAI dengan dukungan Bank Dunia dan Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW). Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mensinkronkan silabus pengajaran S-1 Akuntansi dan mempermudah transfer knowledge agar mampu menjembatani mahasiswa akuntansi menjadi akuntan profesional melalui sertifikasi CA.
Akuntansi melewati batas-batas geografis antar negara, menghubungkan dan mengaitkan berbagai entitas di seluruh belahan dunia. Oleh karena itu tuntutan menjadi akuntan profesional dalam menyambut persaingan global adalah hal yang mutlak diperlukan. Akuntan Profesional yang memiliki kualifikasi sesuai standar internasional akan mendukung pembangunan ekonomi dan memberantas kemiskinan serta mendistribusikan kemakmuran di seluruh dunia. Secara individu, kualifikasi itu juga akan mendukung pengembangan karier seorang akuntan profesional di dunia bisnis.
Dalam Report on the Observance of Standards and Codes (ROSC) Bank Dunia menyebutkan, Indonesia memerlukan banyak akuntan profesional untuk mendukung pertumbuhan ekonominya. Karena itu Bank Dunia mendukung agar profesi akuntan di Indonesia dapat mencapai standar internasional. Keberadaan akuntan profesional dalam bisnis menjadi krusial karena Bank Dunia berkepentingan membangun masyarakat yang berlandaskan kepercayaan dimana tujuan akhirnya adalah memberantas kemiskinan. Hal ini disampaikan oleh Christina Donna, Senior Financial Management Specialist Bank Dunia Jakarta dalam acara Pembukaan Workshop Pengembangan Kurikulum Akuntansi sesuai Standar Internasional dan Kompetensi CA.
Lanjut menurut Donna, dalam membangun profesi akuntan yang berkualitas, perguruan tinggi sangat berperan dalam menyiapkan calon akuntan yang memiliki basic requirement seperti telah ditetapkan Internasional Accounting Education Standards Board(IAESB) IFAC. Beberapa perguruan tinggi terkemuka di Indonesia telah menyesuaikan kurikulumnya dengan standar tersebut, namun banyak perguruan tinggi lain belum menggunakan standar itu. Padahal profesi dalam menetapkan standar ujian sertifikasi untuk menuju akuntan profesional telah menggunakan standar ini. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antar lulusan perguruan tinggi. Dengan adanya workshop ini diharapkan dapat meminimalisasi kesenjangan yang terjadi.
Donna menambahkan, Indonesia memiliki banyak akuntan profesional yang memenuhi kualitas setara dengan akuntan global. Namun secara kuantitas, jumlahnya masih jauh dari cukup. Kondisi ini juga terjadi di negara-negara ASEAN lainnya. Bank Dunia dan ASEAN Federation of Accountants (AFA) Report 2014 menyatakan, di sebagian besar negara ASEAN terjadi kekurangan akuntan profesional dengan kualifikasi setara standar internasional.
Sidharta menambahkan, untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing Indonesia di ranah global, diperlukan SDM akuntan profesional yang memadai secara kualitas dan kuantitas. Ini juga sejalan dengan upaya yang dilakukan negara-negara G-20 dan prioritas Bank Dunia terkait pengembangan SDM.
Di Sesi yang kedua, Setio Anggoro Dewo yang juga anggota Dewan Sertifikasi Akuntan Profesional (DSAP) IAI mengatakan bahwa akuntan profesional selain harus memiliki kompetensi inti, juga harus dibekali dengan berbagai skill lainnya. Perkembangan model bisnis yang makin kompleks di era globalisasi, harus diimbangi dengan penguasaan skill seperti teknik komunikasi dan networking, teknologi informasi, database, teknik negosiasi, skill presentasi, hingga kemampuan data analytic dan leadership.
Selain itu, akuntan sebagai CFO saat ini sudah harus terbiasa dengan customer experience dan data analytic dalam rangka memastikan peningkatan revenue. Karena itu, ia mengharapkan perguruan tinggi sebagai penyedia calon akuntan profesional, bisa menjadikan kebutuhan itu dalam penyusunan kurikulum pengajarannya, ungkap Dewo. “Model bisnis di era revolusi digital sudah jauh berubah. Akuntan profesional harus mempersiapkan diri dan perguruan tinggi sebagai fondasi harus menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada,” ujarnya.
Disesi yang ke 3, Prof Linda Wati Gani (DPN IAI), Vera Diyanti (Universitas Indonesia), Abdul Ghofar (Universitas Brawijaya) yang merupakan tim Perumus KKNI S1 IAI KAPD menyampaikan Materi tentang GAP Analysis Kurikulum S1 Akuntansi sesuai dengan standar KKNI dan IES.