Sebuah Pengantar
Riset tentang partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan anggaran telah banyak dilakukan oleh penulis yang dimulai pada tahun 2003 sampai sekarang. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2003, 2004, 2005 menunjukkan hasil bahwa partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan penganggaran sangat penting karena dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Hasil lain juga menunjukkan bahwa meskipun partisipasi sangat penting dalam realitasnya partisipasi masyarakat masih rendah. Penelitian lanjutan yang dilakukan pada tahun 2008 dan 2009 menemukan adanya perubahan partisipasi masyarakat, yang semula rendah menjadi tinggi karena adanya dorongan dari pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat.
Riset yang dilakukan oleh Sopanah (2003) dengan menggunakan pendekatan kuantitatif menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan anggaran masih sangat minim dan hampir tidak ada partisipasi. Hasil penelitian ini di dukung oleh Prasetyo (2003) yang menunjukkan bahwa proses penyusunan APBD masih dalam tahap tokenisme.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, Sopanah dkk. (2004) melakukan penelitian lanjutan tentang partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan anggaran di Wilayah Malang Raya dan hasilnya menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran masih kecil. Persoalan yang sampai sekarang dihadapi adalah belum terakomodasinya kepentingan rakyat secara optimal dalam proses perencanaan penganggaran, belum tampak adanya integrasi antara proses perencanaan dan penganggaran dan meninggalkan nilai “kearifan lokal”.
Mekanisme Partisipasi Masyarakat Dalam Beranggaran
Implementasi nilai lokal dalam perencanaan penganggaran dapat dilihat melalui mekanisme nonformal yang berasal dari prakarsa inovatif masyarakat sebenarnya lebih efektif dari pada mekanisme yang formal seperti Musrenbang (Waidl, dkk. 2008). Sumarto (2004: 18) telah menemukan berbagai prakarsa inovatif dan partisipasi yang mampu mengangkat isu-isu local participation dalam proses pembangunan. Setidaknya terdapat 20 prakarsa inovatif yang telah ditemukan dalam bentuk program kegiatan yang di prakarsai LSM, beberapa di antaranya adalah Sawarung, Parekat Ombara, Dialog Stakeholder Jawa Barat,Forum Masyarakat Majalaya Sejahtera (FM2S), dan lain-lain.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa, meskipun partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan perencanaan penganggaran daerah dianggap sangat penting, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat masih sangat rendah (Cooper dan Elliot, 2000, Layzer, 2002, Navaro, 2002, Laurian dan Adams, 2004). Rendahnya partisipasi tersebut misalnya ditunjukkan oleh Laurian dan Adams (2004) yang rendahnya tingkat kehadiran mereka dalam berbagai temu publik. Temu publik dianggap kurang efektif sebagai alat persuasi rasional, namun demikian temu publik ini tetap berperan untuk memelihara sistem demokrasi lokal. Hasil penelitian Laurian dan Adams (2004) sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sopanah (2003, 2004, dan 2005).
Bagaimana Masyarakat Tengger Beranggaran?
Tulisan ini mengajak kita untuk memahami bagaimana masyarakat Tengger beranggaran. Masyarakat Suku Tengger mempunyai adat istiadat dan budaya yang berbeda dengan masyarakat lainnya di Indonesia. Perbedaan ini memungkinkan melahirkan bentuk partisipasi yang berbeda dengan desa lainnya di Indonesia. Tujuan dari Tulisan adalah untuk memberikan gambaran yang lebih nyata bagaimana kehidupan Suku Tengger, terutama mengenai bagaimana mereka berpartisipasi dalam proses perencanaan penganggaran.
Masyarakat Suku Tengger yang tinggal di lereng Gunung Bromo merupakan masyarakat adat yang mempunyai pranata sosial dan kehidupan yang berbeda dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Dalam menghadapai berbagai perubahan yang disebabkan modernisasi masyarakat Tengger melakukan penyesuaian dengan tidak meninggalkan nilai kearifan lokal yang ada.
Pola interaksi dan komunikasi antar sesama manusia yang bertujuan untuk meneruskan tradisi, identitas nyata, cita-cita, tujuan, tata nilai dalam berpikir serta perasaan, sikap, dan tingkah laku nyata yang mereka punyai mengakibatkan sistem kemasyarakatan Suku Tengger cepat atau lambat mengalami perubahan. Disisi lain masyarakat Suku Tengger tetap mempertahankan semua aturan, dan pandangannya pada sistem kemasyarakatan yang sudah lama bersama dengan keberadaan mereka.