Mohon tunggu...
Ana Sopanah
Ana Sopanah Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Widyagama Malang

Saya adalah Dosen FE Akuntansi di Universitas Widyagama Malang dan Aktif di beberapa organisasi Profesi Moto: Yakin Usaha Sampai

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Transparansi: Solusi Lambatnya Penyerapan Anggaran

27 Juni 2016   02:18 Diperbarui: 27 Juni 2016   03:02 1884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bupati Batang (Yoyok Riyo Sudibyo) saat menyampaikan Materi (Koleksi Pribadi)

Fenomena rendahnya penyerapan anggaran menjadi isu yang menarik di kalangan pemerintah dan masyarakat, termasuk banyak sekali media yang memberitakannya. Rendahnya penyerapan anggaran di awal tahun, dan kemudian di genjot diakhir tahun hampir terjadi disemua pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Secara sederhana, penyerapan anggaran adalah membandingkan anggaran dengan realisasinya. Misalnya, target Belanja Rp. 10 M, terserah Rp. 9 M, berarti penyerapan anggaran 90%. Pertanyaannya apakah rendahnya penyerapan anggaran disebabkan karena pemerintah tidak mampu melakukan kegiatan yang telah direncanakan, ataukah justru karena terjadi efisiensi. Penyerapan anggaran yang tinggi tanpa adanya outputserta outcomeyang optimal justru menunjukkan kinerja yang kurang baik.

Penyerapan anggaran yang rendah, menyebabkan dana tidak cepat tersalurkan kepada masyarakat dan tidak tersalur ke sistem perekonomian daerah, sehingga penerima manfaat tidak bisa menikmati hasil pembangunan yang dibiayai dari dana tersebut secara tepat waktu. Misalnya, dalam kaitannya dengan penyerapan DAK bidang pendidikan yang rendah, akan mengakibatkan pihak-pihak yang terkait di bidang pendidikan, terutama peserta didik (murid) tidak dapat menikmati outputdari kegiatan DAK secara tepat waktu. Padahal dana DAK bidang pendidikan digunakan untuk pembangunan dan pengadaan fisik, misalnya pembangunan atau rehabilitasi ruang kelas, pembangunan perpustakaan, pengadaan alat peraga pendidikan dan pengadaan buku, yang semuanya merupakan komponen yang sangat penting dalam proses pembelajaran.

Dalam Seminar Nasional yang bertajuk “Problematika Penyerapan Anggaran Pemerintah Daerah” yang diadakan pada tanggal 2 Juni 2016, kerjasama UNNES dan Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik (FDASP) dapat disimpulkan setidaknya ada 7 persoalan yang menyebabkan minimnya serapan anggaran, diantaranya:

  • Keterlambatan pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD
  • Kegamangan pegawai untuk ditunjuk sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK),
  • Kurangnya SDM yang bersertifikat pengadaan barang dan jasa,
  • Kelemahan dalam perencanaan awal penganggaran,
  • Kelemahan dalam sistem pengendalian intern di bidang pengadaan barang dan jasa,
  • Lambatnya penerbitan juklak dan juknis pelaksanaan kegiatan yang didanai DAK
  • Keraguan yang tinggi dari para pelaksana kegiatan dikarenakan pemanggilan dari pihak berawajib guna mengklarifikasi kegiatan.

Meski demikian, orang seringkali mengatakan bahwa lambatnya penyerapan angaran sering dikaitkan dengan berlarutnya proses pengadaan barang dan jasa. Oleh karena itu, untuk mempercepat pelaksanaan anggaran, LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) mendorong instansi pemerintah untuk menerapkan pengadaan barang/jasa secara ekonomis atau lebih dikenal dengan e-procurement(e-proc).Di samping itu, lelang akan dilaksanakan sebelum DPA nya terbit, sehingga ketika DPA terbit para pihak tinggal menandatangani kontrak.

 Hal ini dilakukan agar proses tender menjadi lebih cepat dan efektif. Seperti yang disampaikan oleh Sekda Propinsi Jateng, Propinsi Jateng punya sistem informasi terintegrasi yang dimulai dari perencanaan, penganggaran, realisasi dan pelaporan yang mampu merekam alur pengelolaan keuangan daerah secara real time. Dengan sistem ini kita bisa tahu, bulan ini berapa persen penyerapan dan berapa total penyerapan dari awal tahun hingga saat ini. Jadi bisa dipantau SKPD mana yang penyerapannya optimal dan mana yang masih minim. Untuk selanjutnya bisa menjadi bahan untuk perbaikan guna penyerapan anggaran yang lebih optimal.

Sementara dikesempatan kedua, Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo, juga menyampaikan startegi Pemkab Batang untuk mengefektifkan anggarannya. Batang sebagai kabupaten kecil di Pantura yang namanya hanya terdengar kalau ada berita mudik saat lebaran. APBD Batang sekitar Rp1,67 triliun dengan PAD sekitar Rp159 miliar, Dana yang tidak banyak inilah yang harus dijaga sebaik-baiknya. Bayangkan jika duit yang pas-pasan ini dikorupsi, pasti tidak ada yang tersisa untuk pembangunan. Oleh karena itu, tantangannya adalah bagaiamana menyusun anggaran yang terbatas, namun bermanfaat optimal bagi rakyat?. Menurut Yoyok, setidaknya ada tiga hal startegis yang saya lakukan yaitu penegasan komitmen, penguatan sistem dan percepatan, serta pengawasan setiap projek yang berjalan oleh pihak yang independen.

Selain itu, kami di Batang mengutamakan Transparansi Anggaran "Kami di Batang memaknai transparansi sebagai salah satu bentuk pembagian kekuasaan antara elite birokrasi dengan rakyatnya. Dengan adanya transparansi, maka masyarakat akan memiliki akses yang besar terhadap kebijakan yang dilakukan elite. Lewat transparansi kedudukan masyarakat menjadi setara dan berdaya di mata elit birokrasi. Ini adalah salah satu dari proses demokrasi."  Saya menggelar Festival Anggaran dan blak-blakan atas anggaran Pemerintah Kabupaten Batang sejak 2015, termasuk gaji saya berapa, rakyat saya pun tahu. Demikian kata Yoyok dengan penuh semangat. Sebelum Tahun 2015, Saya menyebarkan brosur dan pamflet berisi APBD dalam kurun 1 tahun terakhir. Ke semua lurah/kepala desa dan tokoh masyarakat tapi ternyata tak optimal. Pada tahun 2016 kami kembali menggelar Festival Anggaran yang kedua pada 13-15 April

Bupati Batang Yoyok saat pembukaan Festival Anggaran (sumber https://www.google.co.id/search?q=festival+anggaran+batang+2016)
Bupati Batang Yoyok saat pembukaan Festival Anggaran (sumber https://www.google.co.id/search?q=festival+anggaran+batang+2016)
Bupati yang pernah meraih penghargaan Bung Hatta Anticorruption Award pada tahun 2015 itu mengungkapkan alasannya menggelar  festival anggaran, yaitu untuk menginspirasi para kepala daerah lain, khususnya kepala daerah baru yang masih minim pengalaman tentang pengelolaan anggaran. Festival anggaran akan menjadi semacam laporan pertanggungjawaban kepada rakyat, terkait dengan penggunaan APBD. Rakyat ditempatkan sebagai pemegang kedudukan tertitinggi. Jadi, tujuan utama dari gelaran festival ini adalah untuk mewujudkan transparansi dalam pemerintahan.  Dengan adanya transparansi pengelolaan anggaran diharapkan fenomena penyerapan anggaran yang rendah tidak akan terjadi lagi di Pemerintah baik Pusat maupun Daerah.

Ana Sopanah, Malang, 26 Juni 2016.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun