Mohon tunggu...
anas hilmy
anas hilmy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Siber Asia

Mahasiswa di Universitas Siber Asia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Akuntansi di Era Distrupsi Teknologi dan Revolusi Industri 4.0

2 Agustus 2021   11:26 Diperbarui: 2 Agustus 2021   11:45 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pada abad ke-21 ini, perkembangan teknologi sangat cepat dan masif. Banyak adopsi teknologi di berbagai bidang kehidupan membuat perubahan yang signifikan dan menggeser semua hal yang tidak mau mengikuti perubahan yang sering disebut distrupsi. Banyak pemain lama di bidang industri yang lambat menyesuaikan diri atau bahkan tidak mau berubah sama sekali dan tetep menggunakan cara lama dalam berbisnis, akhirnya tergilas oleh derasnya distrupsi.

 Sebagai contoh perusahaan raksasa mesin pencari (search engine), "Yahoo!". Perusahaan ini didirikan oleh Jerry Yang dan David Filo yang merupakan lulusan Stanford university. Yahoo! awalnya merupakan kumpulan ribuan situs internet yang disusun oleh banyak orang dan penggunaan teknologi dalam pengerjannya sangat sedikit. Memang konsep tersebut cukup diminati banyak pengguna terbukti Yahoo! dapat mencapai valuasi pasar hingga 125 miliar USD atau setara Rp 1.643 triliun pada awal tahun 2000. 

Namun, tidak berselah lama muncul kompetitor yang cukup kental dalam menggunakan teknologi yaitu Google. Jika Yahoo! dalam kurasi atau indeks situs internet masih menggunakan tenaga manusia, Google memilih menggunakan teknologi algoritma untuk melakukan hal tersebut. Ternyata metode yang digunakan Google terbukti lebih baik dalam menyajikan hasil pencarian situs internet, tapi Yaahoo! bersikeras tetap menggunakan metode lama dan tidak segera berubah. Hasilnya, Google mengungguli kedikdayaan Yahoo! dalam industri search engine dan memaksa Yahoo! untuk mengakhiri operasi perusahaan dengan mengalihkan kepemilikannya (dijual) kepada Verizon. 

Distrupsi sendiri didorong oleh pesatnya perkembangan teknologi yang terjadi di abad 21. Istilah yang sering digunakan untuk menyebut momentum perubahan ini adalah revolusi industri 4.0. Dalam revolusi atau perubahan menyeluruh di bidang perindustrian ini terjadi automasi tingkat lanjut dengan pemanfaatan IoT, big data, AI (Artificial Intelligence) dan machine learning. Melalui seperangkat teknologi canggih tersebut, setiap mesin dalam pabrik bisa berkomunikasi, mengumpulkan data, dan mencari cara yang lebih baik dalam bekerja. Semua aktivitas itu dilakukan oleh mesin tanpa campur tangan manusia. 

Revolusi industri 4.0 ditandai oleh perkembangan teknologi seperti IoT, big data, machine learning, cloud computing, dan beberapa teknologi mutakhir lainnya. Perkembangan revolusi industri berawal dari revolusi industri 1.0 pada abad ke-18 tepatmya ditahun 1800 yaitu ketika ditemukan mesin uap. Setelah itu terjadi revolusi industri 2.0 pada tahun 1900 bertepatan dengan ditemukannya listrik dan produksi massal (assembly line) berlanjut dengan revolusi industri 3.0 pada tahun 2.000 yaitu saat terjadi Inovasi teknologi, informasi, komersialisasi, dan personal computer. Saat ini kita berada pada revolusi industri 4.0 yang merupakan kelanjutan dari penerapan komputerisasi dari revolusi industri sebelumnya.

Agar perkembangan teknologi dalam revolusi industri 4.0 lebih berguna bagi kehidupan manusia, pemerintah jepang membuat sebuah konsep yang bernama society 5.0. Konsep tersebut mengusung slogan perkembangan teknologi untuk kebaikan kehidupan manusia atau a technology based, human centered society. Jika revolusi industri 4.0 menggunakan teknologi seperti IoT (internet of think), big data, AI (Artificial Intelligence) dan machine learning untuk keperluan perindustrian atau produksi barang komersial, lain halnya dengan society 5.0, ia memanfaatkan semua teknologi tersebut untuk kehidupan manusia. 

Tenaga kerja manusia di masa depan akan banyak berkurang, hal itu sebagai akibat dari implementasi teknologi yang membuat pekerjaan yang repetitive (proses serupa secara berulang-ulang) dapat diautomatisasi dengan bantuan teknologi. Akibatnya, perusahaan tidak butuh terlalu banyak tenaga kerja lagi dan lapangan pekerjaan semakin sedikit. Tenaga kerja dengan low skills rentan tergeser dengan masifnya penggunaan teknologi di era revolusi industri 4.0 Menurut riset world economic forum (WEF) sebanyak 43 persen perusahaan yang disurvei akan mengurangi jumlah tenaga kerja lantaran telah melakukan integrasi teknologi.

 Dalam bidang akuntansi, kedua era perubahan tersebut, baik disrupsi maupun revolusi industri 4.0 juga mempengaruhi bidang pencatatan keuangan tersebut. Konsep yang dikembang oleh lucas pacioli pada tahun 1494 tersebut akan mengalami pukulan cukup telak karena sebagian cara kerja akuntansi khususnya pencatatan transaksi keuangan, catat jurnal, buku besar, sampai laporan keuangan merupakan pekerjaan yang repetitive. Di masa depan, akuntansi akan menjadi pekerjaan yang bersifat strategis dan konsultatif sehingga tidak dibutuhkan terlalu banyak tenaga kerja dalam bidang ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun